Biasanya para pengusaha susu memeras sapi keturunan Belanda dan Australia. Namun, tingginya permintaan susu yang tak dibarengi oleh peningkatan produksi susu membuat para pengusaha melakukan impor. Hanya saja mereka tidak impor susu melainkan impor sapi perah dari Australia yang bisa menghasilkan susu melimpah.
Mereka mendatangkan sapi perah untuk diambil susu segar dan kemudian diperjualbelikan di Tanah Air. Berkat cara ini, industri pemerahan susu di Indonesia tetap bertahan dan ada kecenderungan meningkat.
"Di akhir tahun 1928, tercatat total sapi di tempat pemerahan susu mencapai 12.756, yang 4.876 diperas dari sapi keturunan Belanda. Sedangkan sisanya, dari sapi Australia," tulis J. Stroomberg.
Indonesia mengimpor susu karena produksi susu dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Beberapa alasan mengapa Indonesia masih perlu mengimpor susu adalah:
1)Kualitas susu: Susu peternak dalam negeri cenderung mengandung bahan-bahan yang tidak aman untuk dikonsumsi, seperti air, sugar syrup, dan bahan lainnya.
2)Populasi sapi perah: Populasi sapi perah di Indonesia masih rendah.
3)Ketergantungan bahan baku impor: Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor.
Untuk mengatasi tantangan ini, usaha susu tradisional perlu mencari cara untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan pemasaran produk mereka. Mereka juga bisa memanfaatkan keunggulan lokal, seperti susu organik atau susu dengan ciri khas tertentu yang bisa menarik konsumen yang lebih peduli dengan produk lokal dan keberlanjutan.
Jika susu tradisional dapat meningkatkan nilai tambah, memberikan edukasi kepada konsumen, dan membangun jaringan distribusi yang lebih baik, mereka mungkin bisa bertahan dan berkembang meski menghadapi kompetisi dengan susu impor.
Peran pemerintah dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh masuknya susu impor dan untuk melindungi serta mendukung usaha susu tradisional sangat penting. Pemerintah dapat berperan dalam berbagai aspek untuk memastikan keberlangsungan dan daya saing industri susu lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H