Sejarah mencatat, Asia-Timur dan Semenanjung Korea menjadi salah satu pusat kawasan perang terbesar dunia. Perang Asia Timur Raya yang terjadi tahun 1937-1945, perang ini merupakan satu dari tiga kawasan perang dunia II. China, Jepang, Rusia, Korea dan Amerika Serikat selalu terlibat hampir semua perang di era modern, perang dunia I, perang dunia II, perang dingin bahkan ketegangan di kawasan Semenanjung Korea.
Terbaginya dua negara Korea yaitu Korea Selatan dan Korea Utara selepas perang dunia II menjadi awal perseteruan di kawasan Asia Timur Khusus Semenanjung Korea. Ketegangan kedua negara diperparah karena keterlibatan Amerika dan Uni Soviet (Rusia) yang mendukung masing-masing jagoannya dari kedua negara tersebut yaitu utara didukung Uni Soviet atau Rusia yang mewakili aliansi Pakta Warsawa dan selatan oleh Amerika yang didukung oleh NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
Menguatnya uji coba nuklir dan rudal antar-benua yang memicu perang dunia III menjadi kekhwatiran tersendiri bagi negara G7, G20, BRICS bahkan setiap negara dunia sekali pun. Semenanjung Korea menjadi kawasan yang tidak aman semenjak Korea Utara sering menguji Senjata Rudal jarak menengah dan antar benua ke lautan yang secara wilayah merupakan Korsel, Jepang dan Samudra Pasifik di Guam (wilayah Amerika).
Presiden Kim Jong-Un dari Republik Rakyat Demokratik Korea dikenal presiden yang ditakuti dinegaranya, Presiden Kim merupakan generasi ketiga yang memimpin negaranya dengan Ideologi Komunisme sedangkan Korea Selatan menganut demokrasi liberal secara hukum tetapi penerapannya secara kapitalis selayaknya Amerika. Kedua negara dari segala dimensi sangatlah berbeda, ekonomi, Sosial dan Politik kedua negara memiliki keunikan masing-masing bahkan berbanding terbalik. Korea Selatan yang dikenal bangsa yang moderan, Maju dan Demokratis berbanding terbalik dengan Korea Utara yang ekonominya masih sangat jauh dibawah negara serumpunnya.
Banyaknya perbedaan setelah kedua negara memisahkan diri menjadi salah satu faktor kawasan Semenanjung Korea Sering tidak Kondusif. Jepang, China, Taiwan dan Rusia yang dekat dengan Korea selalu waspada jika perang bisa saja terjadi kapan saja. Tetapi faktor dukungan dan aliansi menjadi sangat berpengaruh jika kawasan ini menegang bahkan perang, Korut yang secara ideologi dan historis didukung oleh China dan Rusia sedangkan Korsel didukung oleh aliansi NATO.
Semenanjung Korea sangatlah sengit, perang dagang antara China-Amerika menjadi faktor krusial adanya perbedaan pandangan dari kedua negara adidaya ini. Amerika secara sejarah, selalu memenangkan perang apapun, tidak mau kalah dengan China sang penguasa baru. Hal inilah menjadikan Semenanjung Korea selalu tidak kondusif, bukan hanya dari kedua Korea tetapi negara sekitar kawasan tersebut sering melakukan hal yang menurunkan hubungan kerjasama internasional.
Dampak yang terjadi dari perang nuklir sangatlah besar. Kehancuran bagi bumi bukan lagi hal yang lama ditunggu jika perang nuklir terjadi antar negara yang mengakibatkan perang dunia ke-III. Uji coba nuklir yang terus dilakukan oleh Korea Utara menjadi ancaman yang sangat nyata bukan hanya bagi kawasan Semenanjung Korea tetapi setiap belahan dunia manapun. Korea Utara yang keluar dari perjanjian  Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) tahun 1968 dan tidak terlibatnya Korea Utara dalam  Joint Comprehensive Plan of Action tahun 2015 di Wina, Austria, Menjadikan tidak adanya aturan mengikat bagi Korea Utara dalam pengembangan senjata nuklir mereka, hal inilah yang menjadi faktor selanjutnya, yang mengkibatkan ketegangan dikawasan.
   Â
Persikatan bangsa-bangsa melalui dewan keamanan PBB harus mengambil tindakan dan sanksi setiap negara yang melanggar perjanjian internasional dan kedaulatan setiap negara. Sanksi embargo ekonomi, politik dan perdagangan tidak cukup membuat Korea Utara menghentikan program pengembangan senjata nuklirnya. Dibutuhkan tindakan hubungan kerjasama yang komprehensif dan harmonis di kawasan Semenanjung Korea dan kepemimpinan setiap kepala negara dalam menentukan setiap kebijakan negaranya yang melihat bukan hanya negaranya sendiri tetapi dunia yang mereka pijak bersama.Peran Indonesia terhadap situasi di Semenanjung Korea sangatlah penting. Kepemimpinan Indonesia di G20 2022 dan ASEAN 2023 merupakan hal yang krusial, Indonesia yang menganut negara Non-Blok serta bebas aktif harus tidak memihak kedua belah pihak dalam setiap situasi apapun di kawasan Semenanjung Korea, Indonesia terus berperan aktif dalam hubungan kerjama antara Korsel-Korut. Sejak di era presiden Soekarno, Indonesia yang secara diplomatik memiliki hubungan antar kedua negara dengan baik dan harmonis. Hubungan ini juga terus ditingkatkan di era Presiden Jokowi Dodo sebagai pemimpin G20 dan Asean, Indonesia terus berpihak Non-Blok dan perdamaian Semenanjung Korea Khususnya hubungan Korsel-Korut.
    Sejarah mencatat, perang hanya membawa kesengsaraan dan kehancuran tetapi kedamaian membawa ketenangan dan kestabilan. Indonesia yang merupakan negara yang kaya akan budaya dan perbedaan harus terus bertahan di era Globalisasi ini. Sesuai amanat UUD 1945, Indonesia harus mengambil peran dalam perdamaian dunia khususnya di Semenanjung korea. Perbedaan bukanlah permusuhan tetapi karunia Tuhan yang harus kita syukuri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H