Mohon tunggu...
Rahmat Nurudin
Rahmat Nurudin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya adalah seorang pegiat pendidikan yang aktif di LSM Rumah Cerdas Kota Bandar Lampung serta menjadi pengajar di Sekolah Menengah PErtama. Saya juga tertarik di dunia politik dan mengikuti perkembangan dunia Politik Indonesia sejauh ini. Saya juga aktif di organisasi kepemudaan dan senang menulis, melakukan riset terkait dunia pendidikan dan politik sekaligus. Kedepannya, saya berkeinginan untuk bisa melanjutkan studi master terkait ilmu pendidikan baik di dalam maupun luar negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Berdikari : Kemandirian Ekonomi Indonesia untuk Kebangkitan Nasional

12 Maret 2014   16:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:01 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini kekuasaan negara modern yang dilembagakan dibawah otoritas negara lambat laun kehilangan kepercayaan di mata rakyat. Negara yang sejatinya berperan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan dalam rangka mengakomodasi kepentingan rakyatnya, justru menjadi sosok yang egois dan sekadar sebagai corong aspirasi pihak-pihak tertentu. Saat bencana melanda negeri harga-harga kebutuhan pokok membumbung tinggi, konflik sosial dan politik yang tak kunjung mereda. Ada apa dengan kondisi rakyat Indonesia dan apa masalah sebenarnya yang terjadi di negeri ini. Banyak hal yang kita lihat selama ini baik yang ada di sekitar kita secara langsung maupun yang ada di media massa. Seolah-olah peran negara tidak dirasakan oleh rakyatnya sendiri ( Indonesia ). Ada krisis kepercayaan multidimensi yang salah satunya adalah krisis terhadap peran negara terhadap pembelaan kepentingan rakyatnya. Ada teori bahwa negara kuat di alam demokrasi mempunyai peran dan fungsi menyejahterakan rakyatnya dengan memberdayakan sumber daya alam yang dimiliki melalui peran serta rakyatnya juga melalui lembaga-lembaga negara. Hal ini mengingat amanat UUD 1945 yang jelas menegaskan kepada negara untuk menguatkan peran tersebut sehingga berbuah kesuksesan pengelolaan negara. Namun, ironis sekali tampaknya peran dan fungsi negara dalam menyejahterakan rakyatnya masih jauh dari harapan. Alih-alih berharap pada peran negara, rakyat justru berjuang sendiri mengais harapan pada keterbatasan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara sebagai dampak atas penguasaan SDA Indonesia oleh perusahaan asing.



Salah satu konsep kuat era orde lama yang masih relevan untuk dilakukan era reformasi ini adalah pemerintah mempunyai narasi kuat yang mampu menginspirasi rakyat Indonesia secara keseluruhan. Ide besar Presiden Soekarno untuk menjadi bangsa Berdikari serasa masih bergema dalam berpikir kita. Meskipun pada realitasnya sekarang ini, ide besar Indonesia Berdikari tidak kita lihat lagi, terutama dari ide-ide pemimpin negeri ini sama sekali tidak mengarah pada kemandirian bangsa yang membuat negeri ini diperhitungkan dikancah internasional. Ide mandasar dari konsep Indonesia berdikari terkait dengan konsep penguatan negara. Konsep ini dianggap penting karena kegagalan negara dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya yang dibuktikan dengan masih banyaknya penduduk miskin, rendahnya tingkat kesehatan hingga masalah keamanan yang muncul dengan isu teroris dunia. Konsep penguatan negara pada dasarnya menggambarkan sejauh mana kemampuan negara melaksanakan fungsi yang telah menjadi cakupan negara tersebut. Kekuatan ini mencakup kemampuan untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan, efisiensi administrasi dengan birokrasi minimum, pemberantasan korupsi, menjamin adanya transparasi dan akuntabilitas pada semua institusi pemerintahan serta yang paling penting adalah upaya penegakan hukum.

Kebangkitan Bangsa Indonesia adalah salah satu indikator terhadap semakin menguatnya negara ini. Dengan memahami aspek-aspek yang mendasari kebangkitan itu, maka kebangkitan nasional di era modern ini adalah suatu momentum yang harus kembali diciptakan kembali demi mendapatkan kemerdekaan Indonesia yang benar-benar hakiki. Kebangkitan nasional di era modern, dapat dilihat dari berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Penulis melihat bahwa aspek ekonomi adalah faktor penting yang merupakan bagian tak terpisahkan dari negara Indonesia. Faktor ekonomi menjadi fondasi kokohnya kekuatan negara dalam kesejahteraan rakyatnya dan kemandirian bangsanya sehingga tidak dengan mudah diintervensi oleh negara lain. Apa yang terjadi hari ini adalah gabungan korporasi besar, kekuatan politik pemerintah, kekuatan perbankan, kekuatan militer, kekuatan media massa, dan kecanggihan intelektual penghamba kekeuasaan merupakan kekuatan yang sangat dahsyat untuk menjalan imperialisme ekonomi terhadap negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa negara berkembang yang mudah dijadikan sebagai negara pelayan kapitalisme internasional adalah negara yang pemimpinnya masih mengalami penjajahan mental. Selama kolonisasi mental itu tetap bercokol kuat dibenak pemimpin bangsa ini, selama itu pula sulit diharapkan bangsa Indonesia bisa betul-betul memelihara kemerdekaan dan kedaulatanya. Oleh karena itu penulis melihat bahwa isu tentang kemandiria ekonomi bangsa Indonesia akan menjadi kekuatan negara ini untuk keluar dari penjajahan jenis baru di era modern sekarang ini. Dengan kata lain bahwa Indonesia bisa lepas dari cengkraman kapitalisme internasional tergantung pada satu hal pokok yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi Bangsa tanpa banyak tergantung pada negara lain, terutama Amerika dan sekutunya ataupun beberapa korporasi besar yang selama ini mengusai SDA Indonesia.

Kemandirian ekonomi Indonesia dilihat dari perspektif  sosial adalah salah satu faktor pendorong dan pendukung adanya kebangkitan nasional di era modern ini ini menjadi suatu hal yang penting, mutlak harus ada dan sangat mungkin terjadi. Kalau ada pendapat yang melihat bahwa kemandirian ekonomi bangsa Indonesia adalah suatu hal yang sangat sulit dan hampir tidak mungkin mengingat akan kondisi bangsa Indonesia sekarang ini yang masih sangat terpuruk dari kondisi ekonominya akibat dari penjarahan SDA Indonesia oleh perusahaan besar asing yang berperan sebagai penjajah era baru di zaman modern ini. Oleh sebab itu, dapat diasumsikan bahwa ketika ingin melemahkan dan atau menguatkan bangsa Indonesia adalah dengan memperhatikan kemandirian Ekonomi Indonesia itu sendiri.

Pertanyaan besar selanjutnya adalah bagaimanakah mewujudkan kemandirian Bangsa Indonesia dalam aspek ekonomi ketika memang kondisi saat ini yang terjadi adalah hal-hal yang justru melemahkan ekonomi Indonesia itu sendiri. Jawabanya adalah apa yang ada disekitar kita. Potensi besar bangsa Indonesia memiliki hal ini. Negara besar dengan jumlah penduduk besar, peringkat ke 4 dunia, memiliki kekayaan SDA yang tidak terkelola dengan maksimal untuk rakyat Indonesia. Justru kekayaan alam ini seolah menjadi “kutukan” yang menyensarakan rakyat Indonesia akibat pengelolaan dan penguasaannya bukan di tangan pemrintah Indonesia namun oleh berbagai perusahaan asing yang dengan dalih investasi modal asing, memapu menguasai dan menjarah SDA sah milik Indonesia. Dari sinilah awal mula “penjajahan” itu terjadi di era modern ini. Sudah selaykanya dan sewajarnya bahwa seharusnya kekayaan itu dikelola dan dikuasai sendiri oleh pemerintah demi mewujudkan kemandirian ekonomi dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Pada realitasnya kemandirian ekonomi adalah suatu hal yang sulit dan hampir tidak mungkin dilakukan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Pasti bukan perkara mudah dan penuh tantangan, apalagi ini bersinggungan dengan kepentingan asing yang mereka tidak secara serta merta mendukung hal ini. Akan ada kekuatan besar asing yang akan menghalang-halangi upaya bangsa Indonesia mewujudkan hal ini. Justru “penjajah “ ini menginginkan kondisi sperti ini dan akan terus menjaganya demi melanggengkan penjajahannya di bumi pertiwi. Sebagai solusi adalah kondisi yang akan dirubah harus turut merubah juga kondisi yang lainya. Pertama, sebagai contoh dari segi mental pemimpin bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan harus turut berubah. Tidak ada lagi yang bermental inlander, harus ada pemimpin yang kuat dan tegas untuk tidak menjadikan negerinya menjadi hamba korporasi asing dan kepentingan asing lainnya. Bangsa Indonesia seolah-olah tengah merindukan sosoka ketegasan seorang Soekarno yang berani berteriak lantang “ Indonesia Berdikari” serta Mohammad Natsir yang dengan percaya diri ingin membangun Bangsa Indonesia tanpa campur tangan kekuatan asing dalam bentuk bantuan hutang dan pinjaman lunak. Kedua, faktor pendukung terhadap kemandirian ekonomi bangsa Indonesia adalah aturan negara ini yang mengatur tentang kebijakan-kebijakan pemeritah yang prorakyat dan tidak berpihak pada kepentingan asing.

Ada beberapa kebijakan dan undang-undang yang harus dirubah demi mendukung tercapainya kemandirian ekonomi Bangsa. Adalah UU PMA No. 1 tahun 1967 yang di revisi pada saat ini menjadi UU No. 25 Tahun 2007. Mahkamah Konsitusi (MK) menyatakan bahwa sebagian ketentuan Pasal 22 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) itu bertentangan dengan konstitusi. Kewenangan negara untuk menghentikan atau tidak memperpanjang HGU, HGB, dan Hak Pakai investasi modal asing tidak lagi dapat dilakukan atas dasar kehendak bebas negara. Padahal, perusahaan penanaman modal dapat mempersoalkan secara hukum keabsahan tindakan penghentian atau pembatalan hak atas tanah itu. Sehingga, bagi MK, pemberian perpanjangan hak-hak atas tanah sekaligus di muka tersebut telah mengurangi dan bahkan melemahkan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Pengubahan dan penegasa aturan investasi asing di Indonesia harus mengedapannka kepntingan rakyat indonesia secara keseluruhan. Pemerintah harus mempunyai kendali dan hak yang kuat terhadap aturan investasi asing agar investasi asing ini malah semakin menguatkan penjajahan jenis baru ini.  Selain UU Penanaman Modal. Ada lagi aturan kebijakan yang harus di ubah oleh pemerintah yaitu undang-undang BP Migas UU No. 21 Tahun 2003. Pada aturan ini terlihat jelas bahwa peran negara sangat kritis dan lemah dalam pengaturan SDA Migas dalam negeri. Menurut BKPM modal asing semakin dominan dibanding seluruh investasi dalam negeri. Investasi sektor minyak dan gas bumi misalnya, sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional (asing). Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar 14,6 persen. Data terbaru di BP Migas menyebutkan, hanya ada sekitar 20 perusahaan migas nasional yang mengelola lapangan migas di Indonesia. Dominannya modal asing berpengaruh terhadap arah privatisasi sektor publik, penguasaan perekonomian domestik dan pemasaran produk barang dan jasa yang dihasilkan negara maju. Peran lembaga-lembaga kreditor internasional lewat berbagai skema pinjaman luar negeri memainkan peran penting mendorong agenda tersebut, melalui keluarnya berbagai produk regulasi seperti UU Sumber Daya Air, UU Migas, UU Ketenagalistrikan hingga privatisasi BUMN. Kondisi ini menyuratkan terjadinya pergeseran tanggung jawab negara digantikan perannya oleh korporasi. Padahal di sisi lain. Pengelolaan dan penguasaan SDA strategies terutama sumber daya Mineral dan Migas ( minyak bumi, gas alam, batubara, emas, tembaga, uranium ) adalah sumber devisa negara yang sangat besar. Sumber Daya Alam Indonesia yang kaya sudah selayaknya menjadi sumber terwujudnya kemandirian ekonomi yang semakin menguatnya stabilitas nasional. Perlu adanya ketegasan pemerintah terhadap berbagai perusahaan asing yang menguasai SDA Indonesia. Pemerintah bisa melakukan negosiasi ulang atau bahkan nasionalisasi terhadap berbagai korporasi tersebut. Demi mewujudkan kemnadirian ekonomi ini pemerintah dengan menggunakan hasil SDA Indonesia secara maksimal mampu mambaya utang luar negeri Indonesia. Penulis berpikir bahwa dengan bebasnya Indonesia secara menyeluruh dari utang luar negeri mampu mendorong kemandirian ekonomi nasional.

Referensi :

http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/22/undang-undang-penanaman-modal-penjajahan-ekonomi-neoliberal/

http://jurnalhukum.blogspot.com/2008/03/uu-penanaman-modal-inkonstitutional.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun