Mohon tunggu...
Rahmat Hariadi
Rahmat Hariadi Mohon Tunggu... Freelancer - bangsaku adalah alasanku untuk masih hidup

never give up to be excellent

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sifat Pembangkang

29 Maret 2020   17:09 Diperbarui: 29 Maret 2020   17:12 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saat Pertama kali Covid-19 Muncul,  apa yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Waspada percaya diri bahwa imunnya kuat. Saat ada masyarakat yang terinfeksi di Indonesia. Seketika itu pula, alat kesehatan mahal, banyak penimbun, dan lain-lain.

Saat virus itu mulai merebak dan kegiatan Nasional diliburkan, masyarakatnya menganggap sebagai liburan. Saat orang terdekatnya, keluarganya terjangkit, mereka mulai menyalahkan pemerintah. Kenapa di Italia banyak sekali  yang kena virus, karena mereka tidak mengikuti intruksi pemerintah.

Protokol yang  dikeluarkan pemerintah sudah sangat jelas. Jangan mudik, di rumah aja, cuci tangan tiap saat, dkk bukannya diturutin malah dianggap sebagai angin berlalu. Tuhan memberi kita pedoman hidup yaitu al-Qur'an dan Hadits untuk menemukan jalan hidup yang benar, namun Tuhan juga memberi kita hati dan Fikiran untuk menganalisis kejadian-kejadian seperti ini, (COVID19).

Tuhan memberi kita akal, untuk apa? Untuk berfikir. Agama tidak pernah dipahami jika tidak memiliki akal. Lihatlah anak yang kurang beruntung, sisi kemanusiaannya hilang, bahkan ada  yang diperlakukan layaknya hewan. Akal merupakan bukti kesempurnaan penciptaan manusia oleh Allah Swt. daripada makhluk yang lainnya. Dengan akal, manusia dapat membedakan hal yang baik dan buruk, membaca fenomena sosial dan alam, dan fungsi lainnya.

Kegiatan agama dijadikan alat untuk menunjukkan ketidakpahamannya terhadap agama, disaat Covid19 Merebak, Oknum tertentu "Ngeyel" dengan alasan hidup mati Urusan Tuhan. Memang Benar, akan tetapi untuk apa Tuhan memberi manusia sifat kesempurnaan berupa akal jika menyamakan diri dengan hewan lainnya.

Kegiatan agama dibatasi, dilarang berkumpul, upacara adat, semua dibatasi, bukan karena kurangnya iman yang dimiliki, justru Iman yang dimiliki sangatlah besar, namun apa daya iman itu tidak disertai dengan  logika sehingga ia  beragama dengan cara yang salah. kesadaran akan adanya konteks merupakan kesadaran akan adanya masalah.

Referensi:

D. Yanti, "Konsep Akal dalam Perspektif Harun Nasution", Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial dan Sains, vol. 6, no. 1, pp. 51-62, Jul. 2017.

 E.G. Singgih, Mengantisipasi Masa Depan : Berteologi dalam Konteks di Awal Milenium III, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), h. 57, 58.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun