Mohon tunggu...
Rahmat Santoso
Rahmat Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Rahmat Santoso, Lahir di Tapanuli Sumatera Utara, 03 April 1974, adalah dosen tetap Fakultas Farmasi Universitas Bhakti Kencana. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi di Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Padjadjaran (1988). Menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker di Program Studi PSPA Universitas Padjadjaran (1989). Mendapatkan gelar Magister Farmasi (Farmaseutik) di Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung (1998). Mendapatkan gelar Magister Hukum Kesehatan di Program Studi Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata (2014).Sedang menempuh pendidikan Doktoral Ilmu Farmasi di Universitas Achmad Dahlan. Aktif menjadi dosen sejak tahun 2000, dan ditugaskan menjadi Pembantu Ketua 1 Bidang Akademik di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (2000-2012), Ketua Program Studi Sarjana Farmasi di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (2000-2008), Ketua Program Studi Profesi Apoteker di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (20102016). Wakil Ketua III Bidang Kerja Sama-Pemasaran-Inovasi di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (2016-2019). Ketua Program Studi Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana (2021-2021).Ketua Pusat Kekayaan Intelektual Universitas Bhakti Kencana (2021-2023). Berbagai mata kuliah yang diampuh adalah bidang ilmu Aktif dalam kegiatan organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) sebagai Pengurus Pusat (Sekretaris Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat), Pengurus Daerah Jawa Barat (Sekretaris Bidang Advokasi-Regulasi-Kerjasama). Juga aktif dalam kegiatan asosiasi pelaku usaha, Pengurus Daerah Jawa Barat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (Ketua Bidang Organisasi), Pengurus Daerah Jawa Barat Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (Ketua Bidang Advokasi). Ketua Bidang Halal Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menghadirkan Produk Halal dan Thoyib dalam Tinjauan Filsafat Ilmu

26 Mei 2023   20:25 Diperbarui: 26 Mei 2023   20:29 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan produk pangan olahan dan sediaan farmasi, akan semakin meningkat. Tentunya diringi dengan perkembangan iptek proses produksi bahan baku serta produk jadi dari pangan olahan dan sediaan farmasi yang beredar di masyarakat. Pada sisi lain, menuntut masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih produk tersebut. Untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi umat, selain mutu dan kegunaannya juga perlu diperhatikan persyaratan keamanannnya termasuk juga keamanan dalam hal kehalalan produk yang dihasilkan. Masalah halal dan haram dari pangan olahan dan sediaan farmasi, merupakan bagian pokok dari tinjauan kritis "halal dan thayib" bagi seorang muslim. Karena hal ini menyangkut keamanan dari segi ruhaniah bagi seseorang yang mengkonsumsinya.

Melalui program sehati (sejuta sertifikat halal bagi sektor usaha mikro & kecil pangan industry rumah tangga) dengan mekanisme selfdeclare dan disubsidi oleh pemerintah (BPJPH), merupakan perwujudan dari implementasi filsafat ilmu, terlebih dalam pandangan syariah. Pada tahun 2024, tepatnya pada bulan Oktober, pangan olahan sudah mandatory sertifikat halal. Adapun untuk sediaan farmasi, mandatory halalnya dilakukan secara bertahap sesuai regulasi,setelah tahun depan, melalui mekanisme non selfdeclare. Analisis status kehalalan suatu pangan olahan dan sediaan farmasi menjadi  sangat penting untuk  deteksi bahan baku ataupun deteksi pencampuran bahan. Pemalsuan bahan  halal dengan bahan haram sangat mungkin dilakukan oleh pihak yang tidak  bertanggungjawab dengan alasan faktor ekonomi (motivasi ekonomi). Pencarian bahan untuk pengganti bahan haram lebih penting lagi.

Ketika  ulama menyatakan  suatu produk haram, maka ilmuwan muslim harus  mencarikan alternatif lain sebagai pengganti bahan haram  tersebut.  Hukumnya adalah fardhu kifayah bagi seorang muslim, dalam konteks kebangsaan, UUD RI 1945 mengamanatkan "negara menjamin kemerdekaan tiap  penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu". Maka didalam filsafat ilmu memiliki tiga aspek, yaitu Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi. Dalam hal epsitemologi, tentunya menjadi landasan berpijak bagi umat muslim, dalam mencari solusi alternative bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang memenuhi aspek "halal dan thayib". Seiring berjalannya waktu dan perkembangan iptek, maka umat muslim perlu adanya memperdalam metode pengembangan  dalam proses produksi bahan baku, bahan setengah jadi, serta produk. Metode pengembangan di dalam proses produksi, harus agile dan adequat di tengah ekosistem persaingan bisnis mulai dari sektor hulu hingga hilir.

Untuk  menjamin itu, negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk  yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. Bagi umat muslim, mengkonsumsi dan menggunakan barang halal adalah perintah agama (halalan  thayyiban) sekaligus kebutuhan dasar untuk menjaga kelangsungan hidup (ad-dharuriyat al-khamsah:  hifd al-nafs, hifd al-nasl). Instrumen regulasi telah dibuat oleh pemerintah, sesuai hierarki: Undang-Undang Jaminan Produk Halal, Peraturan Pemerintah Jaminan Produk Halal, Peraturan Menteri Agama Terkait Produk Halal, Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, serta berbagai peraturan teknis lainnya, telah diterbitkan oleh pemerintah, untuk diimplementasikan.

Sertifikat Halal yang dimiliki oleh setiap produsen pangan merupakan cara konsumen muslim mendapatkan jaminan bahwa produk yang dikonsumsinya adalah halal, dan sertifikat ini berlaku selama 4 tahun. Sementara itu, Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan satu cara bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa produk konsisten halal selama masa berlaku sertifikat halal tersebut. Kriteria SJH dibagi kedalam 11 kriteria sbb: (1) Kebijakan halal, (2) Tim manajemen halal, (3) Pelatihan, (4) Bahan, (5) Produk, (6) Fasilitas produksi, (7) Prosedur tertulis untuk aktivitas kritis, (8) Kemampuan telusur, (9) Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria, (10) Audit internal, dan (11) Kaji ulang manajemen. Secara umum, definisi dari produk halal adalah produk yang diproduksi dari bahan yang halal dengan menggunakan fasilitas produksi yang tidak terkontaminasi bahan haram/najis, sehingga kriteria SJH nomor 4, 5, dan 6 merupakan kriteria substansial yang wajib dipenuhi.   

Titik Kritis Zat Aktif Dalam Obat

          Bahan berkhasiat obat adalah bahan aktif yang berkhasiat sebagai obat karena memiliki fungsi farmakologis untuk mempengaruhi fisiologi tubuh atau reseptor baik secara sistemik maupun lokal sehingga diperoleh efek yang dikehendaki. Bahan aktif yang berasal dari bahan kimia sintesis pada umumnya halal, namun perlu kajian lebih lanjut terutama bila dicampur dengan bahan yang haram. Bahan untuk ekstraksi metabolit aktif pun harus dipertimbangkan apakah menggunakan alkohol murni atau produk sampingan dari industri khamr. Beberapa zat aktif obat yang harus dicermati adalah kelompok hormon, enzim dan vitamin. Produk hasil bioteknologi ini bisa berasal dari produk mikrobil yang haram, media penyegaran dan perbanyakan dari bahan yang haram, atau bahan penolong yang haram. Pada tingkat teknologi yang lebih tinggi harus dipertimbangkan juga apakah mikroba rekombinan gennya bersal dari hewan yang haram atau tidak. Kehalalan obat diman zat aktifnya dari tumbuhan akan tergantung dari kehalalan bahan tambahan atau bahan penolong yang digunakan dalam penyediaan bahan aktif tersebut. Kehalalan bahan aktif yang berasal dari hewan pada umumnya tergolong dalam senyawa protein, asam amino, vitamin, mineral, asam lemak dan turunannya, enzim, dan jenis bahan aktif hewani lainnya tentunya tergantung dari jenis dan tata cara penyembelihan hewan tersebut. Contoh obat dari babi : PORK MIXTARD 30 (Porcine Insulin) untuk diabetes militus.Untuk bahan aktif yang berasal dari mikroba seperti golongan statin, beberapa antibiotik, asam amino, hormon dan bahan lainnya sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia perlu kajian dari kehalalan bahan-bahan media, mulai dari media penyegaran, perbanyakan, dan media produksi atau fermentasinya.Untuk bahan aktif yang berasal dari bagian tubuh manusia seperti sistein dari rambut manusia, plasenta manusia, atau albumin dari darah manusia, jelaslah haram.

Titik Kritis Bahan Tambahan Obat 

Eksipien atau bahan tambahan adalah bahan selain zat aktiif yang digunakan dalam membuat obat untuk meningkatkan kualitas obat tersebut.Contoh eksipien : bahan pembawa, pengisi, pengemulsi, pensuspensi, pewarna, perasa, enkapsulasi, pelarut, penyalut, pemanis, pengawet, antioksidan dan bahan tambahan lainnya.Titik kritisnya perhatikan pada penggunaan laktosa, etanol, adepslanae serta magnesium stearat, dan gliserin.Sebagian bahan baku laktosa ditemukan sebagai produk samping pembuatan keju dan susu yang ditambahkan enzim dari babi. Untuk etanol perhatikan sumber produksinya apakah bersinggungan dengan khamr atau tidak.Adeps lane sebagai bahan untuk meningkatkan viskositas juga beresiko diisolasi dari hewan yang diharamkan.Bahan tambahan seperti magnesium stearat (garam dari asam lemak), monogliserida (turunan asam lemak), yang mungkin berasal dari lemak atau minyak hewan perlu kajian lebih lanjut mengenai kehalalan asal hewannya serta kehalalan proses penyembelihannya. Sediaan kapsul perlu ditinjau cangkang kapsul yang digunakan yang biasanya dibuat dari gelatin dari tulang atau kulit babi, sapi atau ikan dan gliserol yang merupakan hasil hidrolisis lemak. Obat berbentuk cair sering ada penambahan etanol untuk pelarut bahan aktifnya, selain itu juga ada penambahan perasa atau flavor seperti perasa buah- buahan yang mungkin berasal dari senyawa civetton yang berasal dari kelenjar hormon binatang civet atau costorium (berang-berang). Sedian pil perlu ditinjau penggunaan gliserin, gelatin dan shellac yang biasanya dilarutkan dalam alkohol.Obat injeksi perlu diperhatikan pelarut etanol, gliserin dan biasanya juga ditambahkan zat pembawa berasal dari albumin manusia.Komposisi obat luar perlu ditinjau penggunaan gliserin pada pasta, lotio, dan tetes telinga; gelatin pada suppositoria dan ovulae; span, tween, atau senyawa turunan asam-asam lemak sebagai pengemulsi obat luar dalam bentuk krim atau pasta.Penggunaan plasenta dari hewan atau manusia untuk obat luka bakar atau operasi juga perlu kajian lebih lanjut.

Titik Kritis Obat Tradisional 

      Produk obat bahan alam yang selama ini hanya dikenal sebagai campuran bahan-bahan dari tumbuhan, kenyataanya produk-produk hewan pun juga masuk dalam ramuan obat bahan alam tersebut.Bahan hewani tersebut seperti kuda laut, bagian organ dalam ayam, bagian organ ular, buaya, kalajengking dan ekstrak berbagai bagian jenis binatang.Penggunaan hewan ini harus dilihat dari segi jenis hewannya halal atau tidak.Produk obat bahan alam saat ini dapat berbentuk ekstrak instan, berbentuk kaplet, tablet, serbuk dan juga kapsul.Selama proses ekstraksi, pembentukan kaplet dan tablet serta penggunaan kapsul ini memungkinkan masuknya bahan-bahan haram semisal gelatin dari babi atau bahan-bahan penolong lainnya yang diragukan kehalalannya.Para ahli fiqih membagi hewan dalam tujuh macam yaitu; Hewan yang mempunyai kuku, hewan yang memepunyai taring, burung yang mempunyai cakar, hewan jinak, seranggaewan yang haram atau makruh, dan hewan laut.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun