Saya mendapatkan novel ini sebagai hadiah ulang tahun dari sahabat saya. Awalnya saya kurang welcome dengan novel ini karena genre nya bukan genre yang biasa saya baca. Tapi setelah saya coba untuk membaca, ternyata novel ini memang ‘berbeda’ dari novel yang biasa saya biasa. Dilihat dari cover saja, saya bertanya-tanya mengapa cover belakang tidak menampilkan sinopsis yang biasa terdapat pada novel lain, malah menampilkan foto lelaki yang difoto dari samping. Setelah saya melihat-melihat isinya, barulah saya sadar. Ternyata novel ini memakai dua sudut pandang. Sudut pandang Kara, sang tokoh utama wanita, dan sudut pandang Adrian, sang tokoh utama prianya.
Cerita berawal dari kehidupan Kara setelah 5 tahun bercerai dari mantan suaminya. Karakter Kara yang seorang muslimah taat sangat terdeskripsikan dengan jelas. Bagaimana Kara setiap jam 3 pagi bangun untuk shalat tahajjud kemudia dilanjutkan membaca Al-qur’an hingga adzan subuh. Terpikir oleh saya untuk meneladani kebiasaan Kara ini. Hingga akhirnya, dalam sebah forum kecil-kecilan Kara dipertemukan dengan Adrian yang belakangan diketahui adalah kakak dari juniornya di kantor. Karakter Kara yang juga masih trauma dengan kehidupan pernikahannya yang kandas juga benar-benar terasa dengan dilema apakah ia mau menerima lamaran Adrian atau tidak. Dilema tersebut bukan tanpa alasan. Statusnya yang sudah janda di usianya yang masih relatif muda memaksanya harus menerima takdir bahwa tidak mudah memcari sosok pengganti. Disisi lain, Adrian yang terpesona dan mengagumi Kara sejak awal harus mati-matian berjuang untuk mendapatan Kara. Dengan Kara yang juga mati-matian menolak Adrian karena perbedaan status mereka, ditambah ibu Adrian ternyata tidak menyetujui hubungan mereka. Jadilah novel ini dikemas menarik dengan bumbu islami dan dilematis khas Kara.
Dari novel ini saya menyimpulkan bahwa ternyata masih ada kesenjangan yang terjadi pada seseorang dikarenakan statusnya yang ‘janda’. dan di mata masyarakat, janda seringkali dikucilkan dalam pergaulan. Karena janda biasanya sering dianggap sebagai pengganggu kehidupan rumah tangga orang lain. Selama ini kita juga tidak membayangkan bagaimana perasaan mereka. Bisa saja dia menjanda karena jadi korban, bukan karena keinginannya. Di luar itu semua, apapun yang terjadi, jangan menyerah. Selama kita masih mau berusaha memperbaiki diri dan tetap mendekatkan diri pada Allah SWT, insya allah semuanya akan baik-baik saja dan terasa lebih mudah. Karena tidak akan ada pelangi tanpa didahului hujan ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H