Jaminan kesehatan merupakan hak mendasar yang dijamin oleh konstitusi Indonesia. Namun, di balik komitmen ini, masih terdapat kesenjangan akses, terutama bagi pekerja perempuan di usia produktif. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 mengungkapkan hanya 24,8% perempuan pekerja usia 25--29 tahun yang memiliki akses ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meskipun kelompok ini merupakan bagian penting dari tenaga kerja produktif nasional. Adanya permasahalan tersebut artikel ini membahas tantangan, dampak, dan solusi atas rendahnya kepemilikan JKN oleh pekerja perempuan.
JKN dirancang untuk memberikan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk layanan preventif, kuraatif, dan rehabilitatif. Meski memiliki target cakupan 95% penduduk pada 2019, kenyataannya banyak pekerja perempuan usia produktif masih belum terakomodasi. Menurut SDKI 2017, hanya 24,8% kelompok ini yang tercakup JKN, jauh dari angka ideal. Rendahnya akses ini bertentangan dengan pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara atas layanan kesehatan. Akibatnya, pekerja perempuan menjadi lebih rentan menghadapi risiko kesehatan tanpa perlindungan memadai.
Kelompok usia produktif 25--29 tahun adalah yang paling terdampak oleh rendahnya kepemilikan JKN. Berdasarkan SDKI 2017, hanya 30,5% dari kelompok ini memiliki jaminan kesehatan. Mereka juga menghadapi beban ganda antara pekerjaan formal dan tanggung jawab domestik, meningkatkan kerentanan terhadap risiko kesehatan fisik maupun mental. Ketimpangan ini diperburuk oleh faktor pendidikan, status ekonomi, dan lokasi geografis. Misalnya, cakupan JKN lebih tinggi di Aceh (10,2%) dibandingkan wilayah terpencil atau pedesaan, di mana akses fasilitas kesehatan lebih terbatas.
Rendahnya akses JKN tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga produktivitas nasional. Ketidakmampuan pekerja perempuan untuk mendapatkan layanan kesehatan dapat berujung pada dampak finansial besar dan performa kerja yang menurun. Dalam jangka panjang, hal ini menjadi hambatan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor-sektor yang sangat mengandalkan tenaga kerja perempuan. Adanya kebijakan JKN adalah langkah positif, tetapi implementasinya perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketimpangan ini.
Kemudian terdapat beberapa indikator keberhasilan implementasi JKN yaitu pemerataan kepemilikan JKN yang sejalan dengan target nasional dari program JKN berupa tercapainya keseluruhan target nasional yang sebesar 95%. Akan tetapi, dari perolehan data yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya menunjunkan bahwa tingkat cakupan kepemilikan JKN pada perempuan usia 25--29 tahun saja masih rendah. Beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk menyikapi tantangan dan kondisi ini, di antaranya seperti pemerintah perlu lebih aktif dalam melibatkan pengusaha atau pemberi kerja untuk ikut serta dalam meningkatkan kepemilikan JKN, terutama bagi pekerja perempuan yang memiliki status sosial rendah, status ekonomi rendah, dari sektor informal. Kemudian koordinasi dan komunikasi yang lebih sitematis, terstruktur, dan transparan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka mencapai cakupan JKN yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu meningkatkan pengetahuan dan pemahanan masyarakat mengenai pentingnya JKN khususnya di wilayah yang memiliki keragaman geografis dan demografis tinggi.
Ditulis oleh: Intan Silmi Alya Mahmud, Zahra Amalia Putri, Sabrina Putri Fatonah, Rahma Rosita Dewi, Rayhan Ramadhan
Program Studi : S1 Reguler Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2022
Universitas Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H