Alih-alih memberikan kenyamanan tinggal untuk mengembalikan kesadaran hukum, justru kenyamanan tinggal tersebut diperluas maknanya menjadi 'kenyamanan' seperti halnya ketika mereka berada di luar sebelumnya.Â
Konsep pembinaan dengan 'persamaan perlakuan' diterapkan secara harfiah dengan memberikan materi yang sama-sama dibutuhkan, dalam kacamata masyarakat bebas.
Sejenak kita flashback pada beberapa kasus sel mewah narapidana yang seperti berulang, sehingga pada akhirnya masyarakat pun apatis bahwa hal tersebut adalah kongkalikong yang lumrah. Kasus OTT Kalapas Sukamiskin bukan yang pertama terjadi.Â
Mereka yang tersorot kamera 'menyulap' sel penjara menjadi senyaman kamar pribadi, hanya segelintir orang, yang kurang beruntung. Hanya karena kasus mereka kelas kakap sehingga demikian rentan sorotan jurnalis.
Tidak menutup kemungkinan ada narapidana atau petugas lain yang juga melakukan hal serupa, hanya lolos dari kejaran paparazi.Â
Dan fasilitas pun tidak terbatas pada kenyamanan kamar, masih banyak celah lain yang bisa dikondisikan misalnya alur pengobatan ke luar lapas hingga rawat inap, atau dalam hal kunjungan atau menerima barang kiriman.
Kembali kepada prevensi spesial dari tujuan pemidanaan untuk melindungi terpidana, tujuan dari kata 'melindungi' yang harus dicapai dalam hal ini adalah dengan tidak menyebut terpidana sebagai penjahat, melainkan sebagai orang yang tersesat.Â
Artinya, melindungi dalam hal ini seharusnya bukanlah melindungi perasaan subjektif narapidana yang tidak merasa harus dihukum, akan tetapi melindungi stigma sosial semata dengan status sebagai narapidana.
Salah kaprah memaknai perlindungan dan persamaan perlakuan inilah yang menjadi awal munculnya kenyamanan baru di dalam penjara.Â
Bukan berarti kondisi lapas tidak boleh nyaman. Nyaman dalam konteks bersih, asri, dan sehat adalah sebuah kewajiban.
Namun nyaman untuk kepentingan pribadi, meskipun berjamaah, tidak akan membantu seorang narapidana menyadari sebuah kesalahan besar sekalipun.Â