"Sudahlah Rusman, engkau memang selalu saja begitu!"
"Ah Zainab" Pekiknya "Kamu sih yang selalu cari perkara"
Zainab mulai mengepalkan tangannya.
"Apa maksudmu hah"
"Lah kenapa kamu malah tanya aku, kamu memang penyebab semua ini kan!" Jawab Rusman tak mau kalah.
Ketegangan tersebut berakhir tanpa kesimpulan yang jelas, Zainab pergi dengan tas merah yang sengaja ia tutupkan pada wajahnya.
Rusman tidak sama sekali beranjak dari posisinya, ia tak mengejar atau sekedar berucap "tunggu". Ia diam, dan hanya itu yang Rusman lakukan. Zainab makin jauh pergi meninggalkannya, menengok ke belakang seperti layaknya film-film drama pun tidak.
Tepat setelah sosok Zainab hilang di ujung tembok sana, Rusman tertunduk lesu. Ia merasakan seolah-olah kekuatan yang menopang dirinya berdiri lenyap. Rusman kini hanya menampakkan tatapan kosong yang tak jelas mencerminkan ekspresi apa.
Beberapa minggu sebelum peristiwa tersebut terjadi, Rusman dan Zainab masih menjalin komunikasi yang sehat. Setidak-tidaknya hal itu masih terjaga sampai bapaknya berpapasan dengan Zainab di pasar minggu.
"Lho dek Zainab toh!" Sapa Pa Karman.
Mendengar suara yang tak lagi asing, Zainab segera menghampiri Pa Karman.