Bersama dengan berjalannya untaian kehidupan dalam keseharian laku hidup para anggota KIMBERLI terus bermetamorfosa dari kelakuannya yang semula primitif menuju peradaban cukup modern. Hanya saja seperti galibnya, ikhwan mistis yang dalam hal ini terakumulasi dalam KIMBERLI selalu lekat dengan kepedihan hidup, terutama persoalan seputar akhwat.
Hari-hari ini, setelah Ical dan Wahyu mulai melepaskan diri dari jeratan status social sebagai kaum proletar, tentu saja secara tidak langsung cukup membuat sebuah ketidakseimbangan social. Kondisi ini mungkin terlihat biasa saja dan oleh banyak orang dianggap sebagai kewajaran atas akselerasi kelas. Tetapi secara filosofis dan tidak langsung jika diperhatikan kembali sebetulnya memberikan dampak yang cukup signifikan.
Contoh konkrit yang dapat dilihat secara kasat mata adalah tentang pembagian beban kecemasan secara tidak merata. Jika biasanya beban berat itu ditanggung oleh para kaum proletar yang ditopang oleh tiga sosok utama yaitu Dede, Ical, dan Wahyu, kini penanggungan beban tertumpu kepada Dede. Oleh karenanya jika tetap dibiarkan begitu, maka lama kelamaan pembagian beban kerja yang tidak seimbang akan berimbas kepada tingkat focus dan konsentrasi para anggota KIMBERLI dalam mengawal dan menjaga keamanan kampus, terutama ekosistem yang nyaman bagi para akhwat.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian tersebut, Dede beruntung menemukan Izal yang kini mulai cukup sering menemani kegundah gulanaannya selepas mulai jarang bersua Wahyu dan Ical. Kurang lebih selama dua minggu ini Izal cukup sering bersama Dede, tentu Dede pun merasakan sesuatu yang janggal, bukan karena ia tidak nyaman bersama Izal, hanya saja Dede merasa aneh karena biasanya Izal lebih banyak berkumpul bersama Babe dan Duls.
Pada sebuah kesempatan, saat Dede tak dapat lagi menahan rasa penasarannya ia mencoba mencari celah untuk menanyakan motivasi dan alasan Izal menjadi lebih sering bersamanya.
"Zal ko keliatannya lu sekarang jarang banget buka HP" Tanya Dede.
Izal terdiam sejenak, lalu menengok perlahan "Lagi males aja"
"Wah masa sih, biasanya HP udah kaya pake lem ditangan lu, nempel banget" Oceh Dede.
Izal menarik nafas dalam-dalam, pandanganya mendadak tertunduk, kedua tangannya mengepal perlahan "Hmmmm, sebenernya sih lagi mau cari ketenangan aja De" Jawab Izal dengan suara nyaris seperti berbisik.
Mendengar jawaban itu Dede mulai menegakan posisi duduknya, ia juga menggeser posisi bangku kantin agar lebih dekat dengan Izal. Cara bicaranya pun sedikit dirubah menjadi lebih bersahaja.
"Ada masalah kah Zal?" Tanya Dede.