Lanskap bentangan arah depan merentang memanjang, menjulang. Berdiri tegap, sigap menghalau para petualang, penggembala cerita. Jalur titian penggapaian tujuan tersekat garis pembatas, melayukan, meretas cucuran ide di kepala, mengaburkannya dengan kabut tebal keraguan, dengan arus kuat kegetiran.
Lampu penerang lajur perjuangan meredup, kelam, remang temaram. Panduan pintasan pemikiran terkatup, menutup. Serbuk sari pemberi muruah semangat, kehormatan tandas, tergilas malas. Kandas terlindas lemas. Irisan sempurna membentuk satu buah ketercelaan, mengombang-ambingkan hakikat, menggenapkan mudarat.
Tepian harapan menggantung terkatung-katung, kelopak cita-cita berguguran bergantian. Daya upaya tercekat terpaan angin dingin frustasi, tertimpa beban berat kekecewaan. Sepetak kehendak yang disemai sejak lama gagal bertumbuh, mati dalam penantian. Bekal kebernaian tak sanggup bangkitkan kegigihan memulai kembali.
Pekarangan halaman yang ramai oleh beragam gagasan masa depan terjangkit penyakit hingga tak mampu berkelit. Setiap hari antrian menuju kemandekan kian bertambah, menimbulkan kesesakan dalam himpitan derai air mata tiada akhir. Membanjiri lahan harapan hingga tergenang dan hanya mampu dikenang, dibayang, tanpa dapat diulang.
Meyakinkan pendirian agar selalu di garis depan medan pertempuran ibarat memastikan bisa menyelam tanpa sama sekali menghirup oksigen sembarang waktu. Setiap sebab selalu menghasilkan dampak, setiap dampak akan menghasilkan konsekuensi, setiap konsekuensi menentukan eksistensi. Kepedihan mengarahkan pada tendensi, menyetop nalar berkreasi. Membatu, membuntu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H