Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adagium Cinta: Caraka, Cilaka, dan Corona

15 Maret 2020   19:08 Diperbarui: 15 Maret 2020   19:08 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/InspiredImages

Beberapa hal besar mungkin terjadi belakangan ini, ada yang membuat hati gusar tak karuan, dan banyak yang lainnya secara terpaksa membuat kita mengelus dada saking ibanya, dan ada juga yang sampai-sampai pada akhirnya menjerat kita untuk takut kepadanya, serta mulai berpikir tentang akhir dari dunia ini.

Problematika yang terjadi menunjukan sekali bahwa kepunyaan dan segala sesuatu di dunia pada dasarnya adalah fana. Percaya atau tidak dunia semakin rusak seiring berkembangya zaman, majunya ilmu pengetahuan, dan ramainya aksi bela kemanusiaan, bukankah ini sebuah ironi?

Terdapat banyak hal yang luput dari cara berpikir kita selama ini sehingga membuat hal kecil yang tidak seksi untuk dipikirkan memberikan dampak besar terhadap degradasi multidimensi hari ini. Keberlebihan terhadap sesuatu hal memberikan dampak signifikan dalam krisis yang terjadi tersebut.

Hal yang saya soroti disini terutama tentang cinta. Tentu definisi cinta yang dimaksudkan tidak sebatas pada hubungan romansa antar dua sejoli. Makna cinta jelas-jelas lebih luas, dan adiluhung daripada itu. Cinta bertutur tentang sebuah ihwal akan keadilan dan kedamaian. Cinta juga berikrar soal urgensi kejernihan pola pikir dan keluhuran akal budi.

Cinta akan selalu menjadi topik yang relevan dengan permasalahan dunia. Cinta menjadi duta segala problema yang ada, ia bisa menjadi faktor penyebab utama kehancuran, atau justru menjadi juru selamat yang melindungi seluruh alam raya. Seperti sudah kita ketahui selama ini bahwa persoalan cinta banyak menyebabkan perkelahian dan bahkan memicu sebuah peperangan.

Hal ihwal tentang percintaan juga bisa kita kaitkan dengan problema yang kini sedang terjadi hampir di seluruh dunia, ya itulah virus corona. Pandemi yang menghantui jagad raya dengan menelan ribuan korban jiwa ini mau tidak mau harus membuat kebanyakan dari kita menjadi panik dan ketakutan. Bahkan banyak yang sesumbar dengan mengatakan bahwa inilah gerbang menuju akhir dunia.

Tentu saja kegetiran masyarakat bisa dipandang sebagai hal yang wajar. Akan tetapi tidak bisa pula kita hindari bahwa tidak setiap orang memiliki niat baik untuk bisa melalui krisis global ini dengan jiwa kooperatif. 

Banyak orang justru memanfaatkan momen serba susah ini untuk menyelamtkan dan menguntungkan diri pribadi misalnya dengan menimbun masker dan pembersih tangan.

Konsep cinta diri seperti yang pernah dikatakan oleh Fromm, jelas telah berubah menjadi egoisme diri. Kecintaan yang terdapat dalam diri pada gilirannya bermetamorfosa menjadi ketamakan. 

Ihwal ketamakan jelas bisa dikatakan adalah imbas dari pemikiran egois dan hasrat berlebih soal cinta, dalam konteks ini cinta yang melebur dengan materialisme secara jelas membuat orang tersebut sedikitnya tergerus rasa kemanusiaannya.

Lagi-lagi cinta menjadi sumber masalah. Perlu dipahami bahwa cinta menjadi sumber masalah karena pemahaman kita tentang cinta masih pada level yang rendah, belum sampai pada level kesadaran kritis apalagi makrifat. 

Sehingga dalam impelentasinnya terkadang kita secara tidak sadar melakukan kejahatan atas nama cinta, atau meminjam istilah Pierre Bordieu mungkin bisa dinamakan sebagai kekerasan simbolik berbasis cinta.

Seyogyanya kita memang perlu menempatkan secara bijaksana kecintaan kita pada konteks yang tepat. Akan berbahaya jika memaksakan kehendak atas nama cinta sehingga membuat problem yang rasional menjadi harus tergadaikan oleh ambisi dan egoisme pribadi. 

Tentu bukan hal mudah mengendalikan hasrat cinta, ada hal yang harus dikorbankan, akan tetapi atas dasar kemanusiaan justru kemuliaan cinta itu akan menemukan kesejatiannya.

Pada akhirnya sebuah adagium cinta mungkin bisa menjadi bahan refleksi kita untuk memperbaiki diri, seraya mulai memahami cinta dalam arti luas dan lebih mendalam "Cinta dan kemanusiaan adalah kebaikan, menerapkannya dalam hidup merupakan kemuliaan, bijaksana dalam penerapannya adalah sebenar-benarnya kesempurnaan".    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun