Sebagai analogi, kita bisa menyandingkan cinta yang mahal dan baik itu layaknya permata. Tidak semua orang dapat memberikannya secara cuma-cuma. Dibutuhkan perjuangan ekstra berat untuk sampai bisa mendapatkannya.
Jelas ini berbeda dengan cinta murahan yang dapat dengan mudah diperoleh setiap orang begitu saja dengan kualitas yang rendah dan kurang begitu bernilai guna, ya, layaknya batu kerikil di jalanan.
Digitalisasi cinta memang tidak bisa dipungkiri telah merubah pola cinta dan romantisisme ke arah yang efisien. Digitalisasi yang telah melahirkan sosial media sampai membuat orang keranjingan secara berlebihan menampakan keromantisan di depan khalayak.
Tentu saja bukan masalah, karena hal itu adalah hak, tetapi sesuatu yang berlebihan jika dikonsumsi oleh publik juga bisa menjadi bumerang dan preseden yang negatif ketika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di kemudian hari. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H