Khayal hari esok memang sarat keindahan, kebahagiaan. Angan mengharap masa depan akan berjalan tanpa hambatan, tanpa gangguan. Berpikir tentang suatu hal terlihat lebih mudah dari realitasnya. Tanpa merasakan kekecewaaan, tanpa lelah meniti perjuangan. Berimajinasi setidaknya mampu obati kegundahan atas ketidakmampuan.
Banyak orang bercita-cita menjadi orang besar, dipuja puji, dihormati. Dapat gelar disana sini, bergelimang harta di kanan kiri. Dalam khayal semua tampak dapat jadi kenyataan, jadi kekuasaan. Ia mendoktrinasi diri untuk lampaui kemustahilan, wujudkan ketabuan. Ia giring nalar langkahi pola empirik, ciptakan daya imaji.
Sayang, benturan antara delusi dan realisasi tak dapat terhindarkan. Fakta benamkan fantasi sampai tak lagi mampu berekspresi. Kenyataan tuntun rekaan pikiran ke depan pintu realitas kehidupan. Banyak tantangan terpampang, banyak kepedihan terlukis, banyak noda perjuangan berlumuran di sepanjang jalan kesungguhan.
Beragam derita menyapa, beragam cerita bertebaran. Ia arahkan pandangan sampai menjangkau segala ranah problematika. Beberapa yang kalah terbujur kaku, beberapa yang menyerah terbuang, beberapa yang bertahan tertatih, beberapa yang kuat terbebas sambil menahan luka.
Buaian angan telah terkadang jauhkan diri dari pil pahit kehidupan. Ia menolak sakit, menolak susah. Ia mendambakan jalan yang mulus dan mudah. Dari cerita pilu di depan pintu, hendaknya ia bisa menerima kesakitan dan kesusahan, ia harusnya mampu menelan pil pahit itu. Tapi kebanyakan enggan, kebanyakan menghindar. Niscaya ia kecewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H