Deretan peristiwa bergantian menghujam. Tanpa jeda, tanpa koma. Mereka mengalir deras. Menghempaskan sampai tergolek tak berdaya. Sampai terjungkal tak karuan. Sampai lumpuh dikoyak kebengisan. Tercabik hingga akhirnya jatuh terbengkalai.
Beragam hentakan, tamparan bergantian menerpa. Tak mengenal lelah, tak mengenal titik. Ia curahkan semua energi guna membasmi. Setetes keringat pun bukan demi suatu hal kecuali mencederai. Mengabaikan keadaan, fokus pada keinginan, kekejian.
Satu hal atas dasar stigma bermetamorfosa jadi tindakan amoral berkepanjangan. Modal negatif ciptakan problema dalam proses dan hasil di hari kemudian. Mengguratkan jejak sejarah kelabu, ragam intrik, juga dilematik. Menjadi artefak getir di sepanjang gua kehidupan.
Jalan berliku, bergelombang hempas modal prematur makin tak teratur. Keyakinan tercerai berai terbawa kuasa dan ego. Bola salju kepiluan terus bergulir, terus membesar. Tersirat banyak isi kekecutan pula di dalamnya. Tebarkan kegetiran, kepongahan.
Laju akal pikir kian tersendat. Ngeri melihat realitas kacau balau, tersentak pupusnya angan-angan, tergores luka akan usaha perbaikan. Fluktuasi rasa kemudian hinggap dalam nalar, sumbangkan gagasan kemunduran. Lemahkan ketajaman, nina bobokan keberanian.
Virus rasa benamkan diri hingga titik terendah kemauan, keinginan. Terjerembab pada lembah kepiluan. Terjebak tanpa tahu arah langkah dan pijakan. Tersekap tanpa bisa memandang dan meronta. Terpasung tanpa diberikan celah untuk dapat sekedar berharap. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H