Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Sebuah Paradoks) Untuk Gerakan Mahasiswa

7 Oktober 2019   20:42 Diperbarui: 7 Oktober 2019   20:48 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini pergerakan mahasiswa seolah kembali dari liang kuburnya. Ia bangkit dan menunjukan kepada masyarakat luas bahwa mahasiswa masih ada dan masih berperan sebagai penyambung lidah rakyat. Gerakan mahasiswa ini seolah menjadi titik balik atas kurang bernasnya gerakan mahasiwa, terutama pasca reformasi.

Banyak faktor mengapa mahasiswa menjadi "jinak" setelah reformasi. Salah satunya karena banyak diantaranya yang terjun ke dunia politik lalu idealismenya menjadi tumbang oleh kebutuhan partai, dibanding kebutuhan rakyat. Tokoh-tokoh yang kini berada pada posisi-posisi penting di jajaran birokrasi pemerintahan tak sedikit yang berasal dari mahasiwa jebolan era reformasi.

Namun, kalau kita lihat kenyataan bangsa setelah jatuhnya rezim orde baru apa yang terjadi? Penindasan, Ketidakadilan, dan Korupsi masih tetap tumbuh subur di persada nusantara. Bahkan beberapa pihak mengatakan kondisinya jauh lebih parah, misalnya soal kesenjangan ekonomi dan perilaku korupsi. Hal ini menandakan bahwa perjuangan mahasiswa era reformasi yang menginginkan kesjahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia masih belum dapat terwujud sampai saat ini.

Lantas mengapa cita-cita reformasi mahasiswa ini begitu sulit terwujud, padahal di lain pihak musuh bersama bernama orde baru itu sudah runtuh? Tentu dalam mendalami hal ini kita memerlukan analisis lebih mendalam, seperti dengan merefleksi kepada perjuangan para mahasiswa dan pemuda para era yang lebih lampau, sehingga nantinya kita akan mampu membandingkan gerakan-gerakan mahasiswa yang pernah terjadi, dan akhirnya mampu mengambil pelajaran dari capaian keberhasilan serta kesalahan kegagalan yang mereka lakukan.

Untuk itu mari kita lihat gerakan mahasiswa dan pemuda pada era pra kemerdekaan. Kita tahu bahwa pada zaman itu, pergerkan pemuda yang dimotori oleh para pelajar dan mahasiwa begitu menjamur di beragam daerah, misalnya Budi Utomo, Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera, Jong Islamiten Bond dan PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia).

Pada saat itu, tujuan utama mahasiswa dan pemuda adalah untuk memerdekakan bangsa Indonesia. Maka penjajah menjadi musuh bersama yang harus dilawan oleh mahasiswa kala itu. Karena desakan untuk segera memerdekakan Indonesia, mahasiswa memerlukan beragam strategi guna memuluskan langkahnya.

Banyak cara yang telah dilakukan, diantaranya adalah membentuk organisasi pemuda diberagam daerah untuk menghimpun massa dan mambuat kongres serta pernyataan sikap untuk kemerdekaan. Salah satu yang paling terkenal adalah peristiwa sumpah pemuda. 

Gerakan pemuda yang semakin gencar dan massif juga di ujung kekuasaan pemerintah Jepang. Maka mereka memerlukan sosok yang nantinya bisa dipercayai untuk memimpin bangsa Indonesia setelah merdeka.

Di sanalah mahasiswa dan pemuda merefleksi diri dan melakukan pencarian tokoh yang bisa dijadikan wakil mereka untuk mengurus negeri. Hingga pada saat menjelang kemerdekaan banyak pemuda yang bersepakat bahkan mendambakan seorang tokoh agar segera memproklamirkan kemerdekaan bangsa dan kelak menjadi presiden. Ya, dialah Soekarno.

Tak heran, saking percayanya mahasiwa dan pemuda kepada Soekarno, mereka sampai nekat menculiknya, yang kejadiannya kini kita sebut sebagai peristiwa Rengasdengklok. Poin yang bisa diambil pada kisah itu adalah bagaimana kepercayaan mahasiswa terhadap tokoh yang dipilihnya sebagai kepanjangan tangan mahasiswa dapat memberikan perubahan bagi bangsa teramat besar, sehingga gerakan mahasiwa tersebut dapat kita katakan berhasil.

Keberhasilan ini tak lain adalah karena selain mahasiswa dan pemuda mampu menyudahi rezim penjajahan, mereka juga mampu mempromosikan tokoh pilihannya sebagai pemimpin bangsa, sehingga tuntutan dan harapan mahasiswa dapat tersalurkan secara efektif.

Pertanyaannya, apakah pegerakan mahasiwa saat ini juga memiliki tokoh yang dipercayai, kompeten dan mampu menjadi pemimpin bangsa yang amanah? Sayangnya, saat ini mahasiswa masih bergerak dalam tataran menggertak saja, menawarkan solusi bagi pemerintah. Namun, bagi saya pribadi itu tidak cukup, bahkan jika elite pemerintahnya tidak jujur, tuntutan dan harapan mahasiswa tidak akan pernah di dengar, apalagi ditunaikan.

Maka gerakan mahasiswa sudah semestinya, selain bergerak membawa tuntutan, mereka juga perlu mempunyai tokoh bangsa yang tentu saja progrresif,  independen, jujur dan adil guna mereka percayai untuk nantinya bisa menjadi pemimpin negeri, layaknya perjuangan dan kepercayaan pemuda zaman revolusi kepada Soekarno. Di lain sisi pun, mahasiswa perlu benar-benar memilih tokoh bangsa tersebut yang memang karena kompetensinya, bukan karena kepentingan politiknya.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun