Ketegangan yang menyelimuti Izal, Ical, dan Iman makin lama makin memuncak. Pandangan sinis dari kaum bro terlihat jelas di pelupuk mata. Tatapan tajam penuh amarah itu dibuktikan dengan merahnya padamnya bola mata mereka. Tidak banyak berkedip, terus memelototi. Wajah datar serta kerutan di dahi menjadi tanda mutlak bahwa para kaum bro coba mengintimidasi para kaum pro yang ada. Maka tidak heran kondisi ini membuat suasana di selasar masjid menjadi sangat mencekam.
"Cepet hubungi Kamerad Wahyu zal" Bisik Ical. Izal mengangguk pelan, dengan segera ia mengirim pesan kepada Wahyu. Tangannya gemetar, sampai-sampai membuatnya sering salah mengetik. "Slow Zal" Ical coba menenangkan. Iman juga terlihat pucat pasi, mulutnya beku tidak berkata sedikit pun. Sorot matanya jelas menunjukan ekspresi kegetiran. Suasana memang masih menegangkan sampai saat ini.
Di lain tempat, rupanya Wahyu, Dede, dan Mou dengan santainya sedang berada di tukang mie ayam. Mereka duduk manis sambil menunggu pesanannya diantarkan. Wahyu dan Dede malah asyik memperbincangkan akhwat yang tengah mereka incar.
"Ituloh Yu, yang kemaren pake kerudung cokelat!" Sergah Dede.
"Oh itu De, gua kira yang kerudung item, tapi dia jomblo kan?" Tanya Wahyu.
"Dari hasil penyelidikan sih jomblo Yu"
"Wah perlu segera dieksekusi De, ntar keduluan Ikhwan bro nyesel lu"
Mou hanya terdiam tanpa kata, ia menatap langit-langit kedai tukang mie ayam. Dede dan Wahyu hanya keheranan, mengapa sikap Mou jadi pendiam.
"Kenapa Mou diem-diem Bae" Dede memulai percakapan.
"Nggak, Cuma ini kita apa nggak bakal telat ke pertemuan di selasar?" Tanyanya