Siang hari menjadi waktu luang yang kerap dimanfaatkan oleh sebagian mahasiswa untuk shalat, makan, tidur, atau sekedar berbincang - bincang sambil menunggu jam kuliah selanjutnya. Hal serupa pula yang sering dilakukan oleh para punggawa BINMAS dalam mengisi waktu luangnya itu.Â
Banyak dari mereka lebih memilih berdiam diri atau lebih tepatnya bermalas - malasan di selasar masjid, bersama para anggota BINMAS yang lain untuk sekedar menanyakan tugas, mencari - cari "Bibit Unggul" atau sekedar membully satu sama lain.
Inti dari kebiasaan mereka begitu hobi berdiam di selasar masjid dibanding berkeliaran kesana - kemari adalah karena dua alasan. Pertama, karena masalah rupiah. Kedua, pastinya karena mereka jomblo!Â
Itu pula yang menjadi dasar keresahan mereka sampai-sampai membuat BINMAS. Kesendirian membuat mereka menjadi solid. Kesendirian mengingatkan mereka bahwa pada hakikatnya mereka adalah makhluk sosial yang memang perlu bersosialisasi walaupun nahasnya lebih sering dengan sesama jenis.
Namun bukannya tanpa hasrat untuk mendapatkan dambaan hati. Sikap yang tak mau orang tahu sedang jatuh cinta menjadikan pola mereka ihwal bersosialisasi dengan akhwat (wanita) lebih intens dilakukan di dunia maya daripada di dunia yang seutuhnya. Bisa dikatakan bahwa mungkin mereka memegang prinsip ciri manusia abad ke-21 yang serba digital.Â
Atau mungkin mereka kurang berani untuk berinteraksi secara nyata. Alasan religius juga sering sekali dikatakan, namun tentunya banyak yang mencurigai tindakan ini sebagai pengalihan dengan dalih menjaga pandangan.
Hal ini pula yang terlintas dalam kepala Wahyu. Sebagai salah satu anggota BINMAS ia sering sekali menyayangkan tindakan teman - temannya soal urusan berinteraksi dengan akhwat. Sering ia mengatakan bahwa tidak lebih baik berbicara dengan sorang akhwat secara maya dibanding melalui obrolan langsung. Ia memandang dengan berbicara secara langsung maka potensi untuk menjadi baper menjadi lebih minim. Itu yang ia pikirkan.
Berbeda hal dengan Bursh, ia menilai bahwa lebih baik berkomunikasi secara tidak langsung dengan akhwat, baik itu lewat instagram, whatsapp, atau line. Dalam pertemuan yang biasa terjadi di selasar masjid topik berkenaan dengan hal ini sangat sering dibahas. Sampai pada satu waktu, Ical membawa kabar yang cukup menghentak semua anggota BINMAS.Â
Ia membawa pesan dari seseorang yang mengatakan bahwa Ikhwan (Pria) di kampusnya sebagai ikhwan yang cemen, hanya berani bicara lewat chat saja.
Sontak tatkala berita itu terdengar oleh semua anggota, kuping mereka menjadi merah, dan tentunya dengan kening yang mengkerut. Dede sebagai pihak yang tidak merasa terlibat ikut terpojokan juga. Masih dengan suasana hati yang tak berbeda jauh dengan Dede, Wahyu pun kemudian balik menyalahkan teman-temannya yang kerap mempermainkan perasaan wanita di kampusnya dengan gombalan penuh silat lidah.
Hingga kemudian munculah terminologi ikhwan mistis, sebagai bentuk kritik terhadap para pria yang hanya berani berinteraksi lewat dunia maya, namun mendadak tiada, seolah lenyap ditelan bumi tatkala hendak bertatap muka. Tentu cap ikhwan mistis langsung tersemat pada semua ikhwan di kampus.Â