Copy paste, atau sapaan akrabnya adalah "copas", sudah menjadi hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih dalam dunia maya, copas telah menjadi bagian dalam kehidupannya.Kita tidak pernah tau secara pasti kapan budaya copas itu terlahir, yang jelas pada saat ini kita sudah melihatnya dewasa sekali. Keberadaanya setiap hari selalu mendapatkan cibiran. Entah pencibir itu tak pernah melakukannya, atau malah sudah terbiasa. Pelaku copas tak pernah ada yang mau mengakui tindakannya. Karena tentu saja itu memalukan. Layaknya anak haram yang tak pernah diakui oleh orang tuanya.
Secara harfiah, copas adalah menyalin sebuah tulisan untuk ditempel ke tempat lain. Dalam hal ini copas terbagi dalam dua macam, yaitu copas dengan mencantumkan sumber tulisan dan copas tanpa mencantumkan sumber tulisan. Kedua macam copas ini tentu saja sama-sama haram, hanya saja tingkat keharamannya berbeda.
Copas dengan mencantumkan sumber tulisan tentu saja memiliki tingkat keharaman yang lebih rendah dari pada yang tidak mencantumkan sumbernya. Copas tipe pertama, tentu saja masih sedikit menghargai nilai intelektual sebuah karya, karena dia tidak mengakui bahwa tulisan tersebut adalah karyanya. Sehingga nilai plagiarismenya masih rendah. Akan tetapi copas tipe yang ke dua adalah copas dengan tingkat keharaman yang sangat tinggi. Karena selain dia tinggal mencopy, selebihnya dia bahkan mengakui tulisan itu sebagai karyanya.
Secara mendasar, copas itu adalah tindakan mencomot ide dari orang lain, yang kemudian diakui sebagai idenya sendiri. Kegiatan ini tentu saja tidak hanya dalam kegiatan tulis menulis saja, tapi bisa saja terjadi dalam tiap sendi kehidupan manusia, tergantung dalam bidang apa ide itu terlahir. Bisa di bidang ilmu pengetahuan, musik, sastra, atau bahkan perilaku.
Di kota-kota kecil dan pedesaan bahkan copas dalam pembuatan skripsi itu sudah biasa. Bahkan lahir penyedia-penyedia jasa pembuatan skripsi yang pembuatannya pun hanya sekedar copas. Seperti yang kita tahu, hanya dengan menu Replace, atau shortcutnya adalah Ctrl+h kita bisa merubah suatu kata dengan kata yang lain. Dengan menu ini, satu judul skripsi bisa digunakan oleh beberapa orang dari Perguruan Tinggi yang berbeda. Misalnya hanya dengan merubah tempat penelitiannya saja. Ini salah satu contoh copas di lingkungan akademik.
Dalam dunia blogging, copas sering kali kita temukan. Ketika saya melakukan search engine dengan keyword tertentu, tak jarang saya menemukan adalah lebih dari satu blog dengan konten yang persis sama sekali. Biasanya copas ini dilakukan oleh para blogger pemalas yang ingin segera memenuhi blognya dengan ratusan artikel, tanpa mau bersusah payah. Bahkan untuk memudahkan copas, kita mengenal yang namanya auto blogging. Auto blogging adalah sebuah proses posting (dengan cara mencopy dari blog lain) secara otomatis dengan cara-cara tertentu. Biasanya melalui sebuah plugin yang mendukung untuk tindakan auto blogging. Mereka bertujuan untuk memaksimalkan Searc Engine Optimation (SEO). Dengan banyak artikel, tentu saja kesempatan untuk muncul dalam sebuah penelusuran web akan lebih besar.
Dan sekarang, budaya copas telah terlahir, bahkan kini dia sudah tumbuh dewasa. Dia adalah sebuah budaya haram yang sudah terlanjur lahir. Dan sayangnya kita tak pernah tau kapan budaya itu akan mati, sebagaimana kita tidak tahu kapan matinya budaya korupsi. Sedangkan di sisi lain budaya malu yang seharusnya menjadi lawan tanding dari budaya copas dan korupsi, semakin hari sudah menipis dan menipis.
Ada beberapa usaha yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir kegiatan copas. Di antaranya adalah :
1. Berikan apresiasi positif terhadap karya-karya original.
2. Mari kita kampanyekan kalimat "Say No to Copas!"
3. Hilangkan menu copas dari semua program tulis menulis kita. Berani?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H