Mohon tunggu...
Rahma Nur Solehah
Rahma Nur Solehah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kajian Kritis terhadap Ketimpangan Akses dan Mutu Pendidikan di Indonesia

10 Desember 2023   08:43 Diperbarui: 10 Desember 2023   08:46 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kegiatan belajar di Indonesia (Sumber: Kompas/Agus Susanto)

Latar Belakang Masalah

Sosiologi pendidikan adalah ilmu sosiologi yang berusaha menjelaskan lembaga, kelompok sosial dan proses sosial yang diperoleh dan dialami oleh individu, terutama yang secara khusus berkaitan dengan sistem pendidikan yang selalu berevolusi dan berubah. Sosiologi pendidikan juga mempelajari bagaimana pendidikan memengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat, baik dalam aspek struktural, kultural, maupun interaksional. Dengan demikian, sosiologi pendidikan memiliki peran penting dalam mengembangkan pemahaman, prediksi, dan utilisasi fenomena-fenomena sosial dan pendidikan, serta mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.

Namun, sosiologi pendidikan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang melingkupinya. Sosiologi pendidikan juga tidak bisa mengabaikan kritik dan tantangan yang muncul dari berbagai perspektif teoretis, metodologis, dan ideologis. Oleh karena itu, sosiologi pendidikan perlu melakukan kajian kritis terhadap dirinya sendiri, serta terhadap objek dan subjek kajiannya. Kajian kritis ini bertujuan untuk mengungkap asumsi-asumsi, bias-bias, dan kepentingan-kepentingan yang terlibat dalam proses pendidikan, serta untuk menawarkan alternatif-alternatif yang lebih adil, demokratis, dan humanis.

Dalam artikel ini, saya akan membahas beberapa kasus yang relevan dengan sosiologi pendidikan, serta memberikan pembahasan yang mendalam dan argumen yang kuat mengenai ketimpangan akses dan mutu pendidikan di Indonesia.

Ketimpangan Akses dan Mutu Pendidikan di Indonesia

Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia adalah ketimpangan akses dan mutu pendidikan antara berbagai kelompok sosial, wilayah, dan gender. Ketimpangan ini terlihat dari data-data statistik yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal angka partisipasi, angka putus sekolah, angka melek huruf, angka lulusan, dan hasil ujian nasional antara kelompok-kelompok tersebut.

Misalnya, menurut data BPS tahun 2020, angka partisipasi sekolah untuk usia 7-18 tahun di daerah perkotaan adalah 97,88%, sedangkan di daerah pedesaan hanya 94,35%. Angka melek huruf untuk usia 15 tahun ke atas di daerah perkotaan adalah 99,67%, sedangkan di daerah pedesaan hanya 97,35%. Angka lulusan SMA/SMK/MA di daerah perkotaan adalah 83,31%, sedangkan di daerah pedesaan hanya 74,69%. Hasil ujian nasional juga menunjukkan adanya kesenjangan yang besar antara sekolah-sekolah di daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara sekolah-sekolah negeri dan swasta.

Ketimpangan akses dan mutu pendidikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi, faktor geografis, dan faktor sosial-budaya.

Kemampuan ekonomi keluarga memengaruhi kemungkinan anak-anak untuk mengenyam pendidikan yang layak. Keluarga yang miskin atau berpenghasilan rendah cenderung mengalami kesulitan dalam membiayai kebutuhan pendidikan anak-anak mereka, seperti biaya sekolah, buku, seragam, transportasi, dan lain-lain. Keluarga yang miskin juga cenderung menganggap pendidikan sebagai beban, bukan investasi, dan lebih memilih untuk mempekerjakan anak-anak mereka untuk menambah penghasilan keluarga. Hal ini menyebabkan anak-anak dari keluarga miskin memiliki akses dan mutu pendidikan yang lebih rendah daripada anak-anak dari keluarga kaya atau berpenghasilan tinggi.

Selain itu, lokasi geografis tempat tinggal memengaruhi ketersediaan dan kualitas fasilitas pendidikan. Daerah-daerah yang terpencil, terisolasi, atau sulit dijangkau cenderung memiliki jumlah dan kualitas sekolah, guru, dan sarana prasarana pendidikan yang lebih rendah daripada daerah-daerah yang mudah dijangkau. Hal ini menyebabkan anak-anak yang tinggal di daerah-daerah tersebut memiliki akses dan mutu pendidikan yang lebih rendah daripada anak-anak yang tinggal di daerah-daerah yang lebih terbuka dan terhubung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun