Lukah Gilo adalah kesenian tradisional masyarakat Minang, Sumatera Barat. Kesenian ini mirip dengan jailangkung yang dikendalikan oleh seorang pawang. Istilah lukah gilo berasal dari bahasa Minang, di mana lukah berarti alat tangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan dan gilo berarti gila. Dengan demikian, lukah gilo dapat diartikan sebagai alat tangkap ikan yang terbuat dari rotan dan dapat bergerak ke mana-mana seperti orang gila.
      Lukah gilo adalah ritual mistis yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang suku Minang. Asal muasal adanya lukah gilo adalah ketika Pulau Sumatera dikuasai oleh Raja Adhityawarman. Kesenian ini penuh dengan kekuatan-kekuatan animisme dan dinamisme. Tentu tidak relevan dengan kepercayaan yang ada sekarang ini. Lukah gilo menebarkan aura mistis dan magis.
      Peralatan utama yang digunakan dalam lukah gilo adalah lukah. Lukah adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan. Lukah memiliki bentuk memanjang dan menyerupai kerucut. Lukah didandani seperti manusia. Bagian ujung lukah yang lancip akan diberi batok kelapa yang merupakan lambang kepala. Di kanan dan kiri dipasang kayu melintang yang merupakan lambang tangan. Seperti manusia, lukah juga dipakaikan baju.
      Proses pementasan lukah gilo terdiri dari :
- Persiapan
- Pelaksanaan
- Penutup
Kesan dan pesan penulis setelah menonton video rekaman Lukah Gilo :Â
Kesan yang saya dapatkan ketika selesai menonton video sastra lisan ini adalah, saya merasa tersihir. Lukah Gilo yang ditampilkan sangat baik dan saya menjadi tenggelam ketika menonton video dokumentasinya. Selain itu, saya bersyukur bahwa Lukah Gilo masih ada dan dilestarikan oleh masyarakat Minang. Karena saya hanya melihat penampilan Lukah Gilo ini lewat rekaman dokumentasi, saya belum mendapatkan sepenuhnya perasaan dan getaran yang ingin disampaikan oleh para penampil. Hal ini menjadikan saya tertarik untuk menonton Lukah Gilo ini secara langsung.
Pesan yang ingin saya sampaikan setelah menonton Lukah Gilo adalah supaya Lukah Gilo masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Minang. Karena jika tidak dijaga dan dilestarikan, budaya ini sewaktu-waktu bisa menghilang. Dengan menjaga budaya, kita menjaga identitas bangsa kita sendiri. Selain itu, saya berharap masyarakat luas menjadi mengenal Lukah Gilo dan sastra lisan lain yang ada di Minangkabau. Saya berharap semoga sastra lisan ini terus berkembang dan menjadi terkenal oleh masyarakat bukan hanya masyarakat dalam negeri, tapi juga masyarakat luar negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H