Hari itu di sore hari, tubuh ini terasa seolah membeku. Jemari tangan seolah tak sanggup lagi meremas koplen motor tuaku. Hujan deras yang terus mengguyur di sepanjang perjalanan pulang dari mengajar, terasa tak pernah lekang hingga kini. Maklum saat itu saya hanyalah seorang guru swasta. Dan sedang menikmati proses mencari jati diri, meski dengan penghasilan pas-pasan, jika berlebihan dikatakan "Miris."
Keesokan harinya, pasca membersihkan motor tua yang blepotan dengan lumpur itu,sayapun istirahat sejenak di bawa pohon rumpun bambu. Sembari jemari tangan melipat-lipat dedaunan bambu yang telah kering berguguran, pikiran sayapun seolah mengembara ke negeri antah berantah. “Tuhan, bilakah nasib ini akan berubah?” Ucap saya membatin.
Aneh tapi nyata, itulah faktanya. Jawaban spotan saya rasakan terbetik dalam hati saya, dengan seolah berbisik, “Rahman Patiwi, mengapa kamu tidak belajar dari rumpun bambu itu!”Saya jadi speechless dan merenung, sambil menatap pohon bambu dengan dedaunannya yang telah berguguran.Sayapun akhirnya tahu, apa keunggulan yang dimiliki bambu itu.
Yah, dalam kalisifikasinya ia termasuk dalam jenis tanaman rumput. Namun bambu lebih memilih cara bertumbuh yang benar-benar berbeda. Mulai dari Keberaniannya untuk bertumbuh menjulang hingga mencapai 30 meter, elastisitasnya dalam bergerak hingga tak mudah patah, sampai pada eksistensinya bagi kehidupan yang begitu banyak manfaatnya. Sungguh sebuah pilihan hidup yang benar-benar menjadikannya berbeda dengan jenis rumput lainnya.
“Hmmm… Tuhan, Aku ingin memilih jalan hidup yang berbeda dari yang lainnya, seperti bambu itu. Tuhan, tunjukkan saya jalannya. Aku tahu ada harga yang harus dibayar dibalik sebuah perubahan, namun dibawah bimbingan-Mu, akusiap mempersandingkan antara hasrat vs resiko.” Pintaku dalam hati sembari menatap sehelai dun bambu kering yang masih di genggaman jemariku.
Tak tahu entah kenapa. Sejak saat itu jalan yang ingin saya tempuh untuk bisa menjadi guru yang berbeda, adalah dengan menulis. Apalagi setelah membaca sebuah ungkapan mengatakan: “MEMBACALAH, maka engkau akan mengetahui dunia, dan MENULISLAH, maka dunia akan mengetahui engkau.”
Dengan prinsip itu, sayapun terus menulis. Alhamdulillah puji Tuhan, di bulan Juli kemarin, dibawah penerbit Mizan, buku pertama saya berjudul METAMORFOSA; Change Your Life Touch Your Dream, Berhasil mengorbit di berbagai toko buku dan Gramedia di Indonesia. Anehnya, setelah itu sayapun terus ketagihan menulis.
Beku Kedua berjudul, REVOLUSI PARENTING; Formula Jitu Menjadikan Anak Expert Profesi di usia 19 Tahun atau Kurang, kini tinggal menunggu waktu yang masih sedang dalam proses di dapur Gramedia Pustaka, Jakarta.Kini saya sedang menggarap buku ketiga berjudul, REVOLUSI PENDIDIKAN; Menyingkap Pendidikan yang Mengubah Hidup Anak.
Alhamdulillah, puji Tuhan. Dengan itu perlahan saya merasa berbeda dengan lainnya. Luar biasanya lagi, rezeki pun juga terasa berbeda dari sebelumnya. Disamping masih berprofesi sebagai guru, saya kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai events. Mulai darimenjadi narasumber tetap dalam acara talk show di radio, menjadi kolom pengasuh dalam sebuah majalah, hingga pada undangan untuk memberikan training tentang “Be Inspiring Teacher” dan lain sebagainya. Belum lagi dengan royalty dari buku.
Hmmm… Terimakasih Tuhan. Pertanyaannya, Mengapa saya bisa menulis buku? Apakah saya orang hebat dalam hal tulis-menulis. Maaf, awalnya tidak, tidak sama sekali. Bahkan saya termasuk orang yang alergi membaca, apalagi menulis. Namun mengapa bisa berubah 180 derajad? Berikut 5 step sebagai the first hand experience saya, yang mungkin bermanfaat untuk menjadi tips anda dalam ber-METAMORFOSA, di lintasan transformasi kehidupan.
1.Miliki Prinsip The Reason Behind
Alasan mendasar dibalik keputusan menjalani hidup, dengan profesi tertentu, itulah yang pada akhirnya mencipta pembeda abadi.Apa alasan anda memilih profesi guru? Jika hanya sekedar bisa bertumbuh dan menjadi “rumput” biasa, maka hentikan membaca tulisan saya, dan habislah cerita. Saya memilih bertumbuh secara berbeda seperti rumput bambu, akhirnya sayapun merasakan perbedaan itu perlahan nampak begitu nyata adanya.
Lebih jauh lagi, bapak Sukanto Tanoto juga memilih prinsip menjalani hidup yang sungguh berbeda. Membuat saya speechless dan terus ingin belajar dari beliau. Bahkan, perbedaan itu menjadi begitu nyata, ketika beliau menunjukkan kepeduliannya bagi sesama, melalui Tanatoto Foundation. “Hmm… Tuhan, kutitip salam untuknya, alangkah bahagianya hati ini, jika suatu saat Engkau ijinkan bisa bertemudan terus belajar dari kemuliaannya.”
Pertanyaannya, Bagaimana dengan kita? Jika anda juga memilih bertumbuh secara berbeda, maka saya ucapkan SELAMAT, You can if you think you can, begitu kata David J Schwartz, dalam bukunya, Berpikir dan Berjiwa Besar. Dan kata “MENULIS” adalah entry point awal yang paling tepat untuk memulainya. Bagaimana teknisnya? Yuk, lanjut pada step berikutnya.
2.Miliki Landing Page
Setelah mantap dengan step 1, maka Landing Page, adalah pintu pembuka yang menakar keseriusan anda. Landing Page yang saya maksud disini adalah tempat bagi anda untuk mendaratkan tulisan-tulisan, dari ide yang kerap muncul secara tiba-tiba. Dan memudahkan anda mengaksesnya kembali, sekaligus orang lain juga bisa melihatnya. Ya, itulah website atau blog. Milikilah itu, paling tidak wajib setiap gurumemiliki blog di Kompasiana. Hitung-hitung disamping gratis, anda juga telah berbagi pada yang lain, sekecil apapun itu.
Saya banyak memiliki Landing Page. Mulai dari: www.kompasiana.com/RahmanPatiwiwww.RahmanPatiwi.netdan www.TrainerLaris.com. Cobalah, anda akan mendapatkan suntikan energi baru, ketika tulisan anda di komentari orang lain. Kemarin saya memosting tulisan di JamilAzzaini.com berjudul “Kuliah, Investasi Atau Biaya”di komentari oleh puluhan lebih orang. Hmm… sayapun semakin keranjingan menulis.Namun anda mungkin bertanya, “Pak, dengan apa saya mengisinya?” Lanjutkan…! step 3 adalah solusinya.
3.Hidupkan Elemen Konektor
Ketika angkatan laut Jerman merasa bingung dengan kapal selamnya yang lamban saat bermanuver, makalumba-lumba disekelilingnya memberikan inspirasi melalui manuvernya. Alhasil, mereka mampu meningkatkan kecepatan kapalnya hingga 250%. Yup, mereka belajar dari lumba-lumba. Itu karena elemen konektor mereka selalu ON. Apa itu elemen konektor?
Yess..! Itulah Panca Indra. Penglihatan, penciuman, perkataan, dan perasaan, pastikan itu selalu ON. Dengan kata lain, apa yang anda lihat dan rasakan, cobalah untuk “mengikat makna” dengan cara menulisnya lalu abadikan ke step 2. Simpel kan? Percayalah, jika ke 4 elemen anda diatas sudah ON, anda akan terheran-heran melihat begitu banyak pembelajaran Tuhan yang berseliwiran untuk menaikkan derajad kita, pada orbit yang lebih fantastic. Tak percaya? Coba dulu dong. He..he..he..
4.Tetaplah lapar, Tetaplah Bodoh..!
Agar step 3 anda tidak mudah kolaps karena kehabisan bahan, dan step 2 anda terus ter update, maka gunakan prinsip step ke 4, Tetaplah Lapar, tetaplah bodoh. Yah, Ungkapan kalimat menohok itu, pertama kali dilontarkan dari bibir almarhum Steve Jobs, ketika ia diundang oleh salah satu Universitas ternama di Amerika, untuk memberikan ceramah dalam suatu upacara wisuda pada tanggal 12 Juni 2005.
Orang Lapar sangat mengerti akan arti sesuap nasi, sehingga mereka selalu bersyukur. Orang yang merasa seolah bodoh, ia tak akan pernah berhenti belajar dan terus bertumbuh dengan segenap kerendahan hatinya. Seperti air yang selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah, begitu pula ilmu. Rendah hatilah, dan anda akan mudah keciprat ilmu yang tak pernah habis untuk ditulis. So, stay humble keep improving, itulah kata kuncinya.
5.Get it Done, Do it Now..!
Tak ada perwujudan di tataran realitas fisik, tanpa aksi. So, sekarang action-lah..!Lakukan ke 5 tips ini secara maksimal dan kronologis, maka yakinlah anda akan menjadi berbeda dengan lainnya. Menulis lalu memostingnya ke Kompasiana tak pernah ada ruginya. Asal tahu saja, Buku METAMORFOSA saya yang kini telah beredar dari Mizan, berasal dariakumulasi postingan saya, di www.RahmanPatiwi.net. Saya tinggal mengambilnya kembali lalu mengelompokkandan jadi deh sebuah buku.
Jadi, pesan penutup saya kepada para sahabatku, guru Indonesia. Mari memilih bertumbuh secara berbeda. Jika rumput bambu mampu bertumbuh secara distingtif alias berbeda telak dari jenis rumput lainnya, mengapatidak untuk kita GURU yang notabene merupakan profesi yang bersinggungan langsung dengan ILMU.
Mari terusbelajar, salah satunya dengan terus membaca dan menulis. Ketahuilah, dengan MEMBACA kita mengetahui dunia, dengan MENULIS dunia mengetahui kita. So, Kepada sahabatku sesama guru, tetaplah MEMBACA..! Tetaplah MENULIS..!
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Dari seorang guru yang memilih bertumbuh secara berbeda
Rahman Patiwi
- Praktisi Parenting, dan Pemerhati Pendidikan
- Guru & WTS (Writer, Trainer, Speaker)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H