Mohon tunggu...
Rahman Patiwi
Rahman Patiwi Mohon Tunggu... profesional -

Writer, Trainer, Speaker (WTS) I Praktisi Parenting dan Pemerhati Pendidikan I Fouder KOMUNITAS PARENTING COACH I Penulis Buku METAMORFOSA; Change Your Life, Touch Your Dream (Mizan) I MOTTO: Jangan jadi orang INSTANT yang suka enaknya saja. Jadilah orang INTAN yang sukses karena proses. \r\nJangan lupa berkunjung kembali disetiap kesempatan yang mungkin, karena kami akan selalu meng-update hot artikel dengan spesifikasi khusus dibidang PARENTING dan PENDIDIKAN yang mengubah hidup anak. Salam METAMORFOSA...! I \r\n www.RahmanPatiwi.Com, Mari Bergabung di Komunitas Parenting Coach I \r\n 0823-4415-1480. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Parenting Coach: Memprogram Karakter Unggul Anak Sejak dalam Rahim

22 Februari 2016   01:45 Diperbarui: 22 Februari 2016   02:08 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di akihir pekan, saatnya untuk menemani kualuarga. Karena itu saya ingin berbagi tentang artikel keluarga kepada sahabat Parenting Coach (Parcoach) khususnya. Secara alamiah, manusia memang tak pernah bisa terlepas dari sentuhan. Mari kita bercermin dan mentadabburi sejenak akan pembelajaran Tuhan yang dititip melalui proses kelahiran setiap anak.

Menurut penelitian Frances M. Carlson yang dituangkan dalam bukunya Essential Touch, ia mengatakan bahwa, sentuhan sangat penting bagi manusia. Bahkan sentuhan itu sendiri telah dimulai secara alamiah jauh sebelum manusia itu terlahir secara fisik di dunia. Ya, Semenjak manusia masih berada dalam rahim, maka janin mendapat sentuhan dari kontraksi uterus.

Ketika ibu tenang, emosi stabil, maka kontraksi uterus kepada janin bergerak lebih lembut. Dan pada saat yang sama, disanalah awal terjadinya pembentukan karakter anak yang kelak cenderung lebih lembut. Sebaliknya, jika kondisi ibu saat hamil selalu tegang, gelisah, meledak-ledak, maka sentuhan kontraksi uterus pada janin lebih keras pula. Itu kemudian menjadkian karakter anak kelak lebih keras.

Ketika Isteri saya sedang hamil anak pertama kemarin, ada SOP yang kami sepakati. Setiap malam sebelum menjelang tidur, tugas saya melakukan sentuhan pada perut bundanya. Mengelusnya sembari berkomunikasi secara self talk, “Anakku, sesaat lagi akan isterahat tidur, yang nyeyak yah saying. Selamat bobok, Assalamu alaikum.” Begitu terjaga di pagi hari, gantian tugas isteri yang mengelus dan menyapanya dengan cara yang sama sebelum kami beranjak bangun.

Begitu pula saat pisah sejenak untuk urusan training, apakah dirumah atau di bandara, saya pun tak lupa pamitan dengan mencium isteri saya pada jidatnya. Iapun lalu membalas dengan mencium kedua belah pipi kanan-kiri saya. Hmm.. Rasanya begitu bahagia, seolah tidak kerasan berlama-lama diluar. He..he..he.. Tidak percaya? Coba dulu dong.

Ketika sentuhan kita berikan kepada keluarga maupun anak, seperti diusap, dipijat, pelukan, ciuman, dan sebagainya. Maka pada saat itu tubuh akan memicu produksi hormon Serotonin dan dopamine, yang menumbulkan efek anak merasa nyaman, aman dan seolah merasa dihargai keberadaanya.

Ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan otak dan mental anak. Dalam kondisi seperti ini frekuensi pikiran anak, dominan pada gelombang alfa. Pada saat yang sama, Lapisan selaput dendrit pada sel otak lebih mudah terjadi sambungan listrik secara maksimal, melalui prinsip neo chemical. Sehingga dengan demikian anakpun lebih mudah dalam belajar.

So, mari kita program karakter unggul anak sejak dalam Rahim, dengan memberikannya sentuhan lembut, maupun self talk. Karena ketahuilah akan terjadi transfer energy dan spectrum, yang direspon sampai ke Rahim, melalui kontraksi uterus sang bunda.

Akhirnya, saya sangat berterima kasih jika sekiranya sahabat berkanan Like, Share dan Komen. Semoga kebaikan sahabat Parcoach dalam berbagi, senantiasa bernilai pahala disisi Allah. Amin…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun