Mohon tunggu...
Rahman Patiwi
Rahman Patiwi Mohon Tunggu... profesional -

Writer, Trainer, Speaker (WTS) I Praktisi Parenting dan Pemerhati Pendidikan I Fouder KOMUNITAS PARENTING COACH I Penulis Buku METAMORFOSA; Change Your Life, Touch Your Dream (Mizan) I MOTTO: Jangan jadi orang INSTANT yang suka enaknya saja. Jadilah orang INTAN yang sukses karena proses. \r\nJangan lupa berkunjung kembali disetiap kesempatan yang mungkin, karena kami akan selalu meng-update hot artikel dengan spesifikasi khusus dibidang PARENTING dan PENDIDIKAN yang mengubah hidup anak. Salam METAMORFOSA...! I \r\n www.RahmanPatiwi.Com, Mari Bergabung di Komunitas Parenting Coach I \r\n 0823-4415-1480. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Manusia vs Sekolah Monyet, Hebat Mana?

8 Mei 2015   12:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:15 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14310629611971323059

Kemarin kita telah membahas sebuah judul“Anak Manusia vs Anak Lebah, Hebat Mana?” Namun rupa-rupanya berakhir dengan skor1 : 0 untuk Anak lebah.Semoga itu, membuat kita sadar untuk terus berbenah.“Mas, Rahman Patiwi, kemarin kan baru set pertama, gak adil dong kalau baru satu set kita langsung menjustifikasi kekalahan?”

Baiklah… Baiklan..! Karena itu, saya membuat tulisan ini sebagai set keduanya. Semoga Skornya nanti bisa berbalik atau paling tidak bisa seri. Biar gak malu-maluin di bantai di kandang sendiri. Hehehe….. Bagaimana? Sudah siap? Kalau begitu mari kita cermati “permainan” ini lebih jauh….

Thailand dikenal sebagai negara penghasil perkebunan nomor satu di Dunia. Karena itu mereka memiliki sangat banyak karyawan. Dan asal tahu saja, hampir separoh karyawan mereka bukan manusia. Lalu apa? Yap anda benar, Monyet. Untuk mencapai kompetensi maksimal, maka seorang bapak bernama Khuru Samporn, mendirikan Yayasan Pendidikan Monyet.

Sekolah itupun lalu diberi nama, Samporn Monkey Training College. Didirikan sejak tahun 1957 dan terletak di Kancha Nadit, Propinsi Surat Thani.Jadi jangan heran jika sebagian keluarga disana memiliki dua jenis anak. Ada anak manusia, dan ada anak monyet. Serunya lagi, ketika pagi setelah pada serapan, Kedua-duanya lalu di berangkatkan sekolah.

Monyet-monyet itu disekolahkan, untuk mengorbitkan kompetensinya, guna di pakai di perkebunan. Luar biasanya lagi adalah

[caption id="attachment_364907" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber: Dokpri Rahman Patiwi"][/caption]

Alhasil, dalam waktu singkat berhasil menyedot perhatian dari berbagai manca negera. Orang banyak datang berkunjung kesana sekedar untuk studi banding. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang datang tersebut, adalah berprofesi sebagai guru di negaranya.

Ketika pendirinya, Khuru Samporn ditanya tentang apa konsepnya dalam mengajar di sekolah monyet, maka inilah kesimpulannya:

·Sekolah itu dibuat senyaman mungkin, sesuai dengan habitat alamiah monyet. Karena itu, setiap monyet yang baru masuk sekolah, maka tugas guru bukan langsung MENGAJAR tetapi MENGAMATI. Gunamenemukan gaya belajarnya, kecepatan belajarnya, hal paling disukainya, dan sebagainya. Observasi itu bertujuanmenemukan profiling masing-masing monyet. Untuk apa? Yap, itulah yang mereka jadikan basis dalam merumuskan STRATEGI PEMBELAJARAN. Wao… Amazing…

·Saat tiba penerimaan siswa baru, Khuru Sampon, tidak pernah membeda-bedakan calon siswanya. Baik yang jinak, setengah liar,liar, bahkan sangat liar sekalipun. Semuanya di terima, dan hanya punya du persyaratan. Pertama selama kapasitasnya belum penuh (siapa yang cepat) dan kedua apabila sudah mencapai usia monyet dua tahun. Sebab menurut Khuru, jika monyet masih dibawa dua tahun maka belum bisa di pisahkan, ia masih harus memperoleh kasih sayang dari orang tuanya.

·Khuru Samporn selalu menekankan untuk mengajar dengan kasih sayang, bukan kekerasan, meski pada monyet yang liar sekalipun. Bahkan selalu mendahulukan pendidikan etika moral diatas pendidikan kompetensi. Bahkan ketika ada monyet yang bandel terkena kecanduan merokok, akibat kebiasaan buruk pengunjung yang suka membuang puntung rokok sembarangan. Maka dengan penuh kesabaran merekapun melakukan proses terapi hingga berubah total.

·Institusi sekolah monyet ini berani menggaransi kompetensi output pendidikannya. Pada saat setelah bekerja, Jangankan terkait kompetensi, terkait sikap pun jika ada komplen, baik dari perusahaan maupun dari pemiliknya,maka pihak sekolah mengambil tanggung jawab itu secara totalitas 100 %.Yap, monyet itu di sekolahkan kembali, tanpa dikenakan biaya tambahan sepeserpun pada pemiliknya.

Hmmm…. Sungguh luar biasa bukan? Sekarang tibalah saatnya kita bandingkan denganSekolah Manusia, yang ada pada umumnya. Jreng… Jreng… kira-kira hebat mana yah. Hehehe… Nantikan pembahasannya pada postingan saya berikutnya.

Terima Kasih, Semoga Manfaat.

Rahman Patiwi

Inspirator ParenDik; Parenting-Pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun