Mohon tunggu...
Rahman Nur
Rahman Nur Mohon Tunggu... profesional -

seneng nulis soal bola. thats it..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Pemain (Katanya) Profesional Main di Amatir

25 Juni 2013   13:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:27 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Mungkin banyak yang bingung saat membaca berita, ada banyak pemain PSIM Yogya membela beberapa klub asal DIY dan Jawa Tengah, yang berkompetisi di Divisi I Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) 2013. Sebagai tim Divisi Utama, PSIM adalah klub profesional dan pemainnya pun berstatus sebagai pemain bola profesional pula. Lalu, bagaimana bisa mereka memperkuat klub amatir?
Usut punya usut, ternyata BLAI selaku operator kompetisi sepakbola amatir memang memberlakukan aturan baru. Pada liga amatir Divisi I yang akan dimulai pada 16 Juni lalu, setiap klubnya mempunyai kuota maksimal 7 pemain dari klub profesional.
Hal inilah yang membuat banyak pemain dari klub Divisi Utama PT Liga Indonesia yang tidak lolos ke babak 12 besar, yang ramai-ramai nimbrung main di kompetisi Divisi I. Dari PSIM, ada 6 pemain resmi plus 3 pemain magang yang memperkuat Tunas Jogja. Selain itu, kabarnya ada 5 pemain PSIM lain, juga memilih membela klub amatir di seputaran Jawa Tengah, seperti Persibat Batang, Persekap Pekalongan dll.
Bukan rahasia lagi, jika PSSI maupun operator liga sepakbola di Indonesia sering mengeluarkan aturan yang nyleneh, kontra produktif, tak mempunyai tujuan jelas serta sarat muatan kepentingan dari pihak-pihak tertentu. Dalam aturan kuota 7 pemain profesional untuk klub amatir Divisi I ini, entah apa tujuan yang diinginkan oleh BLAI.
Memang, dengan adanya aturan baru itu, kompetisi mungkin bakal lebih seru. Namun dampak negatifnya sepertinya lebih banyak. Yang utama, tentu pemain-pemain yang murni amatir semakin sulit untuk unjuk kemampuan karena klub lebih memilih pemain profesional yang pastinya punya jam terbang lebih banyak. Mereka sulit mengasah diri melalui kompetisi karena tak ada kesempatan.
Selain itu, aturan ini menguntungkan klub-klub amatir yang punya sokongan dana besar dari APBD. Mereka akan jor-joran mendatangkan pemain senior yang sudah punya jam terbang tinggi di tim profesional, dan membuat gap perbedaan yang sangat besar dengan klub-klub berdana minim serta hanya murni mengandalkan pemain lokalnya sendiri. Kompetisi jadi kurang fair. Apalagi banyak klub Divisi I yang memanfaatkan kuota ini, jadi kompetisi Divisi I hanya akan mirip dengan kompetisi Divisi Utama, karena pemainnya itu-itu saja. Hanya beda kostum saja.
Di sisi lain, yaitu di sisi pemain klub profesional, tentu aturan ini juga ditanggapi beragam. Ada pemain yang bertahan dan tidak tergoda turun di liga amatir, demi alasan prestise alias gengsi. Namun bagi pemain lain, ini adalah kesempatan menarik untuk menambah pendapatan. Apalagi dari klub aslinya yang Divisi Utama, gajinya mungkin juga seret.
Permasalahan dalam sepakbola nasional memang sudah sistemik, bagai benang kusut yang sulit diurai karena saling simpul. Lebih susah lagi, karena sampai saat ini masih saja aturan diubah-ubah demi keuntungan dari pihak-pihak tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun