Mohon tunggu...
Rahman Kamal
Rahman Kamal Mohon Tunggu... Jurnalis - Freelance Graphic Designer and Social Media Marketing Expert

Menulis, bercerita, dan berbagi kekuatan. Pecinta bola yang kadang romantis dan menulis berbagai topik ringan sehari-hari. #COYG

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Media Sosial untuk Jiwa Tenang dan Tubuh Produktif

30 Maret 2024   14:17 Diperbarui: 30 Maret 2024   14:18 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media sosial.(Foto: dole777/Unsplash)

Pernahkan kita mendengar kata puasa media sosial? Apa sih itu? Makna dan manfaatnya apa untuk kehidupan kita, sih? Yuk, ngobrol bareng-bareng soal puasa media sosial, cekidot!

Apa itu Puasa Media Sosial?

Mengutip dari detik, puasa media sosial merupakan salah satu terapi psikologis yang sudah teruji dapat mengembalikan semangat serta kekuatan diri seseorang. Puasa media sosial termasuk upaya konkrit dalam menjaga kesehatan mental di tengah perkembangan teknologi.

Puasa Media Sosial dan Isu Kesehatan Mental

Isu mental health tentu bukan suatu hal asing bagi kita semua. Banyak yang beranggapan bahwa generasi milenial dan Z adalah generasi yang mudah rapuh dan rentan terkena gangguan mental. Namun, kita tidak bisa men-generalisir hal tersebut. 

Terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika berbicara tentang isu mental health gen Z, salah satunya adalah digitalisasi dan perkembangan teknologi. Dosen psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Alfiah Nabilah Masturah beranggapan jika tantangan itu berkaitan dengan dunia digital.

"Hidup di tengah perkembangan zaman yang serba modern ini memang penuh tantangan, namun kita tidak bisa langsung menilai bahwa generasi milenial dan generasi Z adalah generasi yang lemah," ujar Alifah sebagaimana dikutip dari laman resmi UMM. 

Faktanya, setiap dari kita hampir terpapar oleh lebih dari 800.000.000 bit informasi setiap harinya. Jumlah itu tentu sungguh luar biasa jika diukur dengan standar computer science dimana istilah bit berasal. Uniknya, meski terpapar dengan ratusan juta bit informasi setiap hari, kita dapat beradaptasi dan masih 'waras' terlepas dari realita tersebut. 

Kemajuan teknologi dan informasi membuat proses pertukaran informasi menjadi lebih cepat dan dapat menampung lebih banyak massa dalam waktu bersamaan. Namun, disaat bersamaan, teknologi hadir dengan distraksi yang lebih besar seperti Media Sosial.

Kita adalah apa yang kita tonton dan nikmati

Tanpa disadari, apa yang kita tonton adalah apa yang kemudian membentuk kita. Hal itu sesuai dengan teori usage and gratification yang menjelaskan bahwa kita adalah hasil dari apa yang kita nikmati/tonton. 

Tontonan kita (mayoritas dari media sosial) adalah kemudian apa yang menjadi pembentuk kita. Menurut Choosing Therapy, sekitar 3,96 miliar orang di seluruh dunia menggunakan media sosial dan menghabiskan rata-rata 144 menit sehari untuk berinteraksi secara daring. 

Di saat bersamaan, perkembangan algoritma, machine learning, dan trend terus berkembang tanpa bisa kita kendalikan. 

Tidak heran, mental health menjadi sebuah isu penting bagi generasi saat ini. Mempertimbangkan kondisi dan realita yang terjadi. Oleh karenanya, perlu ada respon dan tindakan sehingga kita bisa menghadapi tantangan zaman, seperti banjir informasi dalam paparan di atas. 

Kendati demikian, dengan kontrol diri dan kemauan, kita dapat menangkal atau mendetoksifikasi pengaruh-pengaruh itu sehingga tidak terbawa arus dan tetap 'waras'. Puasa Media Sosial adalah salah satu metode ampuh yang bisa dilakukan. 

Puasa Media Sosial untuk Kewarasan Mental Kita

Sebuah studi  dipublikasikan oleh Computers in Human Behavior pada 2020  menemukan, puasa media sosial selama seminggu meningkatkan kesejahteraan mental yang lebih baik.

Penggunaan media sosial dapat menyebabkan rasa tidak mampu yang membuat seseorang merasa kesepian, kecemasan, dan depresi.

Dengan menjauhi media sosial membantu seseorang mengurangi kecemasan dan kesepian yang disebabkan oleh Fear Of Missing Out (FOMO), yang merupakan rasa takut tertinggal.

Mencegah Risiko Depresi, Kecemasan, dan Tekanan Psikologis

Seorang peneliti pada 2019 mengatakan, perilaku umum media sosial, seperti terus-menerus memeriksa pesan dan ketagihan menggunakan medsos adalah faktor risiko kecemasan, depresi, dan tekanan psikologis.

Sementara itu, sebuah studi pada 2018 menemukan bahwa membatasi penggunaan medsos hingga sekitar 30 menit setiap hari secara signifikan mampu mengurangi perasaan kesepian dan depresi pada mahasiswa sarjana setelah tiga minggu.

Kesimpulan

Banyak sekali penelitian menarik tentang puasa media sosial dan manfaatnya untuk kesehatan mental. Kalian suka merasa cemas dan takut? Atau, kadang suka merasa sendirian dan stress? Cobalah untuk rehat sejenak dari Media Sosial, berinteraksilah dengan orang-orang sekitar, bangun hubungan emosional positif dan rasakan manfaatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun