Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya merupakan hal yang niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama?
Memahami proyek pembangunan jembatan di sebuah desa bagi Kabul, insinyur yang mantan aktivis kampus, sungguh suatu pekerjaan sekaligus beban psikologis yang berat. "Permainan" yang terjadi dalam proyek itu menuntut konsekuensi yang pelik. Mutu bangunan menjadi taruhannya, dan masyarakat kecillah yang akhirnya menjadi korban. Akankah Kabul bertahan pada idealismenya? Akankah jembatan baru itu mampu memenuhi dambaan lama penduduk setempat?
Novel "Orang-Orang Proyek" karya Ahmad Tohari, seorang sastrawan ternama Indonesia yang juga dikenal lewat karyanya "Ronggeng Dukuh Paruk", hadir sebagai potret hidup masyarakat yang terpinggirkan. Tohari, yang gemar mengangkat isu-isu nasional, khususnya mengenai kaum marjinal, kembali menghadirkan karya menarik dengan sentuhan keseharian.
Jalan cerita novel ini berpusat pada proyek pembangunan jembatan yang dipenuhi nuansa politik, dimana penyimpangan seringkali dianggap sebagai bentuk pengorbanan demi golongan tertentu. Kabul, seorang insinyur bercita-cita tinggi terhadap kebenaran, ditempatkan sebagai pemimpin proyek. Idealismenya bertabrakan dengan pandangan mayoritas yang telah terkontaminasi oleh keserakahan.
" ...Dan karena kemiskinan terkait erat dengan struktur maupun kultur masyarakat, menghilangkannya harus melibatkan semua orang dalam semangat setia kawan yang tinggi."
Proyek jembatan yang dikelola Kabul menjadi ladang hambatan dari berbagai pihak, termasuk pihak partai dan mandor proyek itu sendiri. Penguasa menganggapnya sebagai sekadar bagian dari kampanye, sehingga kualitas menjadi hal sekunder. Korupsi dalam pengadaan bahan material semakin membingungkan Kabul, yang terjebak dalam konflik batin sepanjang cerita. Keputusannya mempertahankan prinsip atau mengakhiri keterlibatannya dengan hal yang bertentangan dengan idealismenya menjadi pilihan sulit yang harus dihadapinya.
Pertanyaan mendasar muncul: apakah mempertahankan kejujuran setara dengan mempertahankan kemiskinan? Novel ini mengajukan pemikiran tersebut dengan cerdas. Tohari menyoroti bahwa kejujuran tidak selalu identik dengan kesederhanaan hidup. Banyak yang hidup sederhana namun memiliki kekayaan batin yang melimpah. Sebaliknya, ada yang mengutamakan gaya hidup mewah tanpa memiliki kekayaan jiwa.
"Lalu, apakah kejujuran yang sering diminta dibuktikan dengan kesahajaan sama dengan mempertahankan kemelaratan? Ah, tidak. Pasti tidak. Banyak orang memilih cara hidup bersahaja dan mereka sangat kaya akan rasa kaya. Atau hati dan jiwa mereka memang benar-benar kaya. Dan kau, Dalkijo, yang begitu membenci kemiskinan dengan cara hidup jor-joran, tak peduli dari mana ongkosnya, apakah kau punya rasa kaya? Jangan-jangan kau membenci kemiskinan, sementara hati dan jiwamu memang benar-benar melarat."
Melalui karakter Dalkijo, pembaca dihadapkan pada pertanyaan filosofis. Bagaimana seseorang dapat membenci kemiskinan sambil hidup mewah tanpa mempedulikan asal-usul biaya yang dikeluarkannya? Keberlimpahan materi tidak selalu mencerminkan kekayaan hati dan jiwa.
"Orang-Orang Proyek" tak hanya memainkan unsur politik, namun juga meracik sedikit nuansa romansa antara Kabul dan Wati, serta sentuhan humor dari Tante Ana, seorang banci yang sering menghibur di lokasi proyek. Keberhasilan Ahmad Tohari menyatukan beragam karakter dalam satu alur cerita memberikan kesan yang kuat.
Berkat karakter-karakter yang saling melengkapi, pembaca dapat menyaksikan kisah mengenai idealisme, keserakahan, kebijaksanaan, kecurangan, dan kesederhanaan hanya dalam sekali baca. "Orang-Orang Proyek" bukan sekadar novel politik, tetapi juga sebuah karya yang mengajarkan tentang prinsip hidup, keberanian melawan ketidakjujuran, dan tantangan dalam mengejar kejujuran di tengah arus keserakahan. Karya ini memberikan pengalaman membaca yang mendalam dan memikat bagi para pecinta sastra Indonesia.