Belakangan ini, tren perseteruan antara mahasiswa jurusan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) dan Teknik menjadi perbincangan hangat di TikTok.
Konten-konten ini berisi sindiran, parodi, hingga debat ringan yang menggambarkan perbedaan gaya belajar, beban kerja, dan budaya kedua jurusan tersebut. Fenomena ini memicu berbagai respons, mulai dari gelak tawa hingga perdebatan serius.
TikTok sebagai platform berbasis video pendek sangat mendukung penyebaran tren seperti ini.
Narasi "jurusan berat vs jurusan ringan" memanfaatkan pemikiran lama tentang bagaimana Teknik sering dikaitkan dengan beban studi yang tinggi, seperti laporan praktikum yang rumit, sedangkan PGSD kerap dianggap lebih santai karena fokus pada materi untuk anak-anak.
Tren ini menunjukkan stereotip perbedaan beban akademik dan gaya hidup mahasiswa Teknik dibandingkan dengan mahasiswa PGSD.
Humor dalam tren ini jelas menarik, terutama bagi mahasiswa yang merasa terwakili oleh konten tersebut. Namun, di sisi lain, beberapa pihak merasa bahwa sindiran ini dapat merendahkan atau menciptakan stigma terhadap jurusan yang menjadi pondasi pendidikan di Indonesia.
Meski sebagian besar konten bersifat parodi, tren ini mengangkat isu yang lebih besar.
Tren tentang bagaimana stereotip antar jurusan dapat memperkuat ketimpangan persepsi di masyarakat.
Ketika mahasiswa Teknik dianggap "lebih berat" dan PGSD "lebih ringan," ada risiko pengerdilan kontribusi masing-masing bidang. Padahal, keduanya memiliki peran vital dalam pembangunan, baik dari sisi infrastruktur maupun pendidikan.
Tren ini memicu respons dari fakultas dan jurusan lainnya. Sebagian mahasiswa dari jurusan lain, seperti fakultas jurusan kesehatan, menganggap tren ini sebagai bukti bahwa persaingan antar jurusan lebih sering diwarnai oleh stereotip daripada fakta nyata.
Ada pula mahasiswa yang memanfaatkan momen ini untuk menciptakan tren serupa dengan "tema tandingan," seperti memperbandingkan pengalaman jurusan non-Teknik dengan Teknik untuk merespons tren yang ada.