Ada sedikitnya 10 prinsip dasar bagi para jurnalis dan bagi para jurnalis untuk menyusun kalimat-kalimat jurnalistik dalam setiap tulisannya, Yaitu :
1.Berciri padat, singkat, tajam, dan lugas
2.Berciri sederhana dan tidak berbelit
3.Membatasi kalimat luas
4.Menggunakanbentuk yang tidak verbalitis
5.Memiliki bpreferensi pada bentuk-bentuk pendek
6.Mengutamakan bentuk positif dan bentuk aktif
7.Berciri jelas dan tidak kabur makna
8.Membedakan secarajelas bahasa tutur dan bahasa tulis
9.Memiliki preferensi bentuk sederhana dan pendek, berdasarkan kaidah linguistik
10.Membatasi bentuk-bentuk kebahasaan atas interferensi bahasa asing
Penulisan kalimat jurnalistik terlebih didasarkan dengan pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman penulis sebagai seorang linguis.
Seorang jurnalistik harus bisa mengganti frasa atau kata-kata tertentu yang cukup panjang, dan mengerti bahwa frasa itu ada sinonimnya yang lebih singkat, dan memiliki makna yang lebih jelas dan tegas, hindari kata-kata yang mubazir dan seorang jurnalis harus kritis terhadap kata-kata yang sifatnya kontaminatif, yang sifatnya racun dan redundant,yang kehadirannya kadangkala tidak mengubah arti dan makna. Sang jurnalis juga harus bisa merubah susunan penulisan yang terlampau panjang, ruet, dan berbelit menjadi susunan kalimat-kalimat dan bahasanya sedemikian rupa agar mudah dicerap, gampang di pahami, bentuknya sederhana, dan sama sekali tidak terbelit-belit wujudnya. Karna seorang jurnalis ,menulis bukan untuk diri mereka sendiri , melainkan untuk khalayak dan masyarakat yang latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang cukup signifikan.
Jika tidak mungkin diungkapkan dengan kalimat sederhana, baru Anda dipersilakan menggunakan kalimat-kalimat luas, baik yang setara maupun kalimat yang tidak setara. Akan tetapi, sekali lagi, preferensi Anda sebagai Jurnalis haruslah pada kalimat-kalimat yang sederhana, kalimat yang lugas, dan kalimat yang tidak ganda makna. ketika berkata-kata dan berbicara dengan bahasa yang sangat tidak sederhana, orang telah membangun inkredibilitas dirinya di depan khalayak publiknya.Maka hindarkanlah keklisean atau keprototipean, hindarkanlah bentuk-bentuk berulang yang hanya itu-itu saja, hindarkanlah keverbalistisan, dan hindarkanlah kemuluk-mulukan, ketika Anda menyajikan tulisan di media massa.
Kenyataan kebahasaan demikian ini sesugguhnya menegaskan, bahwa sosok bahasa itu memang pada hakikatnya sangatlah tajam, sangatlah runcing, bahkan dia bisa menghunjam dalam-dalam dan tajamnya melebihi sebilah sembilu bambu warna biru.Jelas sekali, preferensi mereka itu memang berada pada dimensi-dimensi kesingkatan, kepadatan, kelugasan, dan kesederhanaan.Bahasa jurnalistik memang harus tegas terhadap kemubaziran, dia juga harus berani memangkas keruwetan pengungkapan. Jadi di dalam bahasa ragam jurnalisiik, hanya bentuk-bentuk kebahasaan yang sifatnya mubazir sajalah yang harus dibuang, dikurangi, ditanggalkan.Perlu sekali disadari bahwa bahasa media massa itu juga dimaksudkan untuk mendidik masyarakat umum di dalam praktik berbahasa. Sehingga bahasa media massa cetak itu tidak serta merta bebas dan merdeka, lepas dari kaidah-kaidah kebahasaan atau aturan linguistik yang ada. Baik bahasa ragam jurnalistik tulis maupun bahasa ragam jurnalistik lisan atau tutur, harus senantiasa memerhatikan kelima ciri bahasa jurnalistik atau bahasa pers. Tanpa memerhatikan dan mencermati itu semua, maka bahasa yang digunakan di dalam media massa, entah cetak entah elektronik, akan dapat kehilangan ruh-ruh mendasarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H