Mohon tunggu...
Maman Gendeng
Maman Gendeng Mohon Tunggu... Lainnya - Sukmajati Institute

Suka bermusik, Traveling dan Berkebun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Hujan Reda

14 Agustus 2022   18:55 Diperbarui: 14 Agustus 2022   18:54 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari tampak mengusir mega yang habis sudah airnya. Jalanan basah. Pepohonan basah. Tetapi hati tetap kering kerontang. Seakan kemarau panjang.

"Di..kau tambah cantik saja setiap hari" Seorang lelaki berkata kepada perempuan disampingnya.

"Sungguh rayuan yang tidak perlu" wanita itu menjawab dengan senyuman dan memandang jauh di bola mata si laki-laki.

"Memang batu kau ini, apakah kau masih saja menyangsikan cintaku? Haha"

"Tentu...dan harus kusangsikan semua kata-kata cinta setiap laki-laki yang terdengar ditelingaku".

"Kau terlalu naif soal cinta Pram!!"

"Bukan aku saja, tetapi semua orang yang ada di bumi. Aku menyadari itu. Aku mencintaimu bukan hanya dalam kata, bahkan sejak masih dalam pikiran"

"Aku tak percaya pada cinta yang diucapkan, dan sengaja ditunjukkan, lalu apa yang kau harapkan dengan menyatakan cinta padaku? Atau hanya mengobral kata saja?"

"Di..aku tak pernah berharap apapun dari cinta. Bahkan darimu sekalipun. Cinta itu memberi tanpa harus diminta, dan tak berharap kembali apapun, mungkin terdengar naif dan tanpa makna, tetapi hanya itu yang aku kenal soal cinta".

Burung-burung terbang dengan bahagia. Dengan kekasih mereka hinggap di ranting-ranting Cemara. Sementara bukit bukit mulai tertutup kabut di jalan antara Kota Batu dan Kabupaten Mojokerto. Cangar.

"Tetapi Pram, cinta suci, cinta abadi, adalah cinta yang tak pernah bisa saling memiliki. Karena kita sama-sama sadar bahwa rasa yang menghinggapi hati, bukanlah milik kita. Itu juga hanya titipan yang harus dirawat dengan segenap ketulusan."

"Apakah bebarti kau juga memiliki rasa yang sama, Di?"

"Setiap pertanyaan tidak harus dijawab lewat mulut pram.Yakinkanlah saja hatimu."

Perempuan itu hanya memandang jauh pada areal persawahan yang ditumbuhi sayur. Dengan mata berbinar dan senyum manis yang selalu tersemat diwajahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun