Mohon tunggu...
Rahmanda Ary Adi
Rahmanda Ary Adi Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa

Manusia yang ingin berkontribusi bagi kemanusiaan Email : rahmanda17tarigan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mungkinkah Miskin Tapi Bahagia?

6 Agustus 2024   18:29 Diperbarui: 6 Agustus 2024   18:31 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar CNN Indonesia

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut bahwa masyarakat Indonesia kebanyakan hidup dalam kemiskinan, tetapi hidup mereka bahagia. Hal itu terekam dalam skor kemandirian masyarakat Indonesia yang masih rendah. Tingkat kemandirian berkaitan dengan kemampuan masyarakat di bidang ekonomi.

Hasto Wardoyo menyampaikan hal itu dalam acara peringatan Hari Keluarga Nasional ke-31 pada Rabu (17/7/2024).

"Kita ini miskin tetapi bahagia, dan itu kenyataan, masih bisa bersyukur, meskipun masih miskin tetapi tidak sedih," kata Hasto.

Skor kemandirian masyarakat Indonesia berdasarkan iBangga hanya sekitar 51. Angka ini menandakan rata-rata tingkat perekonomian masyarakat Indonesia masih menengah ke bawah.

Sementara itu, indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia menyentuh angka 72. Angka itu cenderung tinggi karena masyarakat Indonesia dinilai bisa bersosialisasi, melakukan gotong royong, berwisata, rekreasi, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan sesama.

Pernyataan diatas menjadi paradoks, mungkinkah miskin tapi bahagia?

Masyarakat yang miskin kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya apalagi kebutuhan sekunder dan tersier. Jadi ada semacam romantisasi kemiskinan dari pernyataan diatas seolah orang miskin masih bisa bahagia meskipun kebutuhannya tidak bisa dipenuhi. sejatinya manusia pasti untuk dia bahagia, kebutuhan dasarnya harus terpenuhi dahulu baru kemudian kebutuhan yang lainnya menyusul. Bila perut lapar apa bisa orang bahagia? ini kan pandangan idealis seolah perut lapar bisa kenyang dengan kata-kata. 

Romantisasi ini sebenarnya mengalihkan tanggung jawab untuk menyejahterakan masyarakat, alih-alih masyarakat di sejahterakan malah disuruh untuk bersyukur. Konsep bersyukur inilah seringkali dijadikan tameng ditengah kemiskinan dan pengaburan realitas. masyarakat jadi terkecoh dengan kondisi hidup yang dijalaninya seolah hidup baik-baik saja padahal fakta dan data menunjukkan sebaliknya.

Romantisasi kemiskinan ini terus diupayakan agar masyarakat yang miskin tidak teriak untuk menuntut tanggung jawab negara untuk menyejahterakan mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun