Mohon tunggu...
Abdul Rahman
Abdul Rahman Mohon Tunggu... -

Name: Abdul Rahman Birthday : Pontianak, 27 Mei 1984

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menangani Kisruh DPT Pemilu 2014

28 November 2013   10:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:35 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak terasa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya Boediono akan segera berakhir di tahun 2014 mendatang. Setelah memimpin Negara Indonesia selama 2 periode (5 tahun) berturut-turut, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan rela hati harus rela untuk tidak dipilih lagi karena masa jabatannya sebagai presiden berakhir sudah. Tahun 2014 merupakan tahun politik atau tahun kampanye bagi mereka-mereka yang “berkepentingan” untuk berkompetisi meraih dukungan masyarakat sebanyak-banyaknya agar bisa duduk sebagai anggota legislatifpada periode mendatang.

Tahun politik 2014, saat ini sudah mulai begitu terasa. Hal ini ditandai dengan betapa antusiasnya para petinggi bangsa ini untuk mencalonkan dirinya sebagai calon presiden yang layak dan pantas untuk dipilih, hanya dengan mempertimbangkan aspek popularitas dan mengesampingkan aspek elektabilitas yang melekat pada diri. Namun, persoalannya tidaklah segampang apa yang diduga. Masyarakat mungkin sudah begitu jengah dengan tampilnya wajah-wajah lama atau munculnya orang-orang yang begitu pede hanya dengan bermodalkan materi, ketenaran, dan kekuasaan belaka.

Persoalannya tidak hanya itu saja. Membicarakan pemilu 2014 ibarat menyusun puzzle di antara tumpukan puzzle yang berantakan. Carut marut data pemilih, adanya pemilih ganda dan tidak adanya NIK yang ditemukan di beberapa wilayah menjadi persoalan yang harus cepat diselesaikan mengingat jadwal pemilu legislatif dan pemilu presiden tinggal menunggu hitungan bulan.

Jika Aku menjadi ketua KPU Nasional, maka Aku tidak akan sulit untuk menyelesaikan permasalahan tentang carut-marut DPT. Aku tidak akan repot-repot untuk turun kelapangan mengcroscek data pemilih. Sebaliknya, Aku akan membuat suatu aturan baru yang bersifat ekstrim dengan dengan cara merubah sistem yang ada saat ini.

Adapun aturan ekstrim yang Aku maksud adalah sebagai berikut:

1.Aku akan mengusulkan ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji UU yang hasilnya bersifat final dan mengikat yangintinya melarang seluruh PNS untuk memilih baik untuk pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Alasannya hampir sama dengan TNI dan Polri, dimana seorang PNS merupakan abdi atau aparatur Negara yang harus bebas dari segala kepentingan dan intervensi siapapun. So, jika seluruh PNS diberikan hak khusus untuk tidak boleh memilih, maka jumlah DPT yang bermasalah otomatis akan berkurang dengan sendirinya.

2.Aku akan membuat sebuah gebrakan dengan merubah aturan teknis yang berkaitan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Artinya 3 bulan sebelum pelaksanaan Pileg dan Pilpres dilaksanakan, maka seluruh rakyat Indonesia yang telah berusia minimal 17 tahun dipersilahkan untuk mendaftarkan diri ke kelurahan masing-masing dengan membawa Kartu keluarga dan KTP untuk mendaftar menjadi pemilih dalam pemilu legislatif dan pilpres yang dilaksanaan oleh KPU setempat. Jadi, jika ada masyarakat yang tidak mendaftarkan diri sesuai dengan jangka waktu dan persyaratan yang telah ditetapkan, maka otomatis masyarakat tersebut tidak terdaftar sebagai pemilih dalam Pileg maupun Pilpres yang diadakan oleh KPU. Dengan demikian, permasalahan DPT bisa menjadi lebih sederhana untuk diselesaikan karena tidak akan ditemukannya lagi kasus-kasus seperti: adanya pemilih ganda, tidak terdatanya seseorang dalam DPT atau tidak adanya NIK, karena penetapan DPT berdasarkan data yang masuk ke KPU melewati kelurahan atau kecamatan yang pendaftarannya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

3.Selain 2 solusi tersebut, Aku juga akan membuat sebuah kebijakan dengan mendelete semua DPT yang berasal dari luar negeri baik itu melalui para mahasiswa yang belajar di luar negeri maupun dari para TKI. Buatku, adanya DPT yang berasal dari luar negeri maupun Lapas tidaklah berguna, karena mereka yang ada di luar negeri tidak memiliki “beban” alias tidak memiliki pengaruh mengenai siapa yang menjadi caleg maupun presiden. Toh, mereka juga tidak berdomisili di wilayah Indonesia. Jadi, untuk apa kita membuang waktu dan tenaga dengan mendata calon DPT yang tidak berdomisilidi Negara Indonesia.

4.Indonesia adalah Negara demokrasi, maka segala bentuk apatisme maupun golput adalah hak setiap warga Negara. Intinya, dalam sebuah Negara demokrasi tidak ada yang memaksa dan dipaksa dengan alasan apapun. Wassalam…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun