Setelah kemacetan akibat semrawutnya tata kelola transportasi kota dan banjir, penyebab berikutnya kemacetan di Jakarta adalah angin ribut. Â Hari hari belakangan ini ketika angin kencang melanda Jakarta dan sekitarnya, banyak sekali pohon pohon yang tumbang dan patah dahannya. Jika tidak memakan korban jiwa, kejadian ini secara langsung akan berdampak pada macetnya ruas ruas jalan yang teduh dan hijau yang semakin jarang di Jakarta. Apakah sebaiknya kita tebang saja pohon pohon di kota kita ?
Pertanyaan mengelitik (untuk kelancaran dan keselamatan warga kota) ini seolah menafikan pentingnya pepohonan sebagai salah satu elemen ruang terbuka hijau kota, yang oleh berbagai pihak digadang gadang memiliki banyak sekali nilai tambah bagi warga kota. Setara-kah nilai tambah itu dengan resiko yang harus ditanggung ? Siapakah yang bertanggung jawab jika terjadi hal – hal yang tidak diinginkan ?
Beberapa waktu yang lalu Pterocarpus indicus (Angsana) dikambing-hitamkan sebagai jenis yang rapuh dan mudah patah, sehingga penanamannya dihindari. Jika Pohon Angsana bisa berbicara, maka pasti ia akan menolak mentah mentah seluruh anggapan itu.
Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan itu kita harus melihat kondisi pepohonan di kota kita. Lebih dari 80% pohon kota di Jakarta dalam kondisi rusak, yang sewaktu waktu bisa mencelakakan warga kota. Celakanya kerusakan ini seolah tidak disadari oleh pemerintah dan warga kota. Seluruh aktifitas pembangunan kita turut andil dalam kerusakan pohon pohon di kota kita, dan tidak ada satu mekanisme apapun yang dirancang untuk menguranginya. Kerusakan pohon pohon kota disebabkan oleh banyak faktor, mulai penanaman, pemeliharaan hingga banyak aktifitas lain yang secara kasat mata terlihat tidak berkaitan dengan pohon itu sendiri.
Berbeda dengan sebuah bangunan gedung, Â pohon adalah sebuah sistem struktur yang seimbang dan berkembang. Sebuah gedung yang strukturnya dipersiapkan untuk 2 lantai tidak mungkin dibangun menjadi 8 lantai. Sementara pohon memiliki struktur yang berkembang yang memungkinkan diri-nya mampu tumbuh, dari ketinggian 2 meter, hingga 30 meter tanpa mengalami kesulitan. Maha Suci Allah yang telah menciptakan sistem struktur yang mampu berkembang sedemikian rupa.
Selain dari sistem percabangan, sistem perakaran adalah kunci kekuatan pohon. Namun sayangnya sistem perakaran pohon di perkotaan, diberangus sedemikian rupa hingga tidak mampu berkembang dengan baik, malah sering kali dirusak. Jalan I Gusti Ngurah Rai di Jakarta Timur merupakan salah satu jalan dimana telah terjadi perusakan sistem perakaran yang dahsyat. Galian saluran air baru berukuran lebar 1 meter dan kedalaman 2 meter dibangun di sepanjang jalan berdampingan dengan pohon pohon besar disana.
Di tempat yang sama, juga terjadi pengrusakan sistem percabangan yang tidak kalah dahsyatnya. Dengan alasan pemangkasan rutin, cabang cabang pohon yang berpotensi patah dipotong. Namun yang terjadi sebenarnya adalah pengrusakan pohon. Mulai dari teknik pemotongan yang tidak terukur dan sembrono, yang menyisakan luka luka pohon akibat terkelupasnya kulit pohon, hingga tidak adanya perlakuan khusus pada dahan dahan yang baru dipotong pasca pemotongan pohon. Jika dianalogikan dengan penderita diabetes mellitus yang menderita luka, maka vonis tidak tertolong akan jatuh, dan cepat atau lambat pohon pohon yang bersangkutan akan memakan korban. Bukan bualan jika dalam tahun tahun mendatang pohon pohon di sana akan meminta korban dan menyebabkan kemacetan yang luar biasa.
Pembangunan jalan layang Antasari dan Casablanca juga akan membawa dampak serupa. Mohon diingat bahwa galian pondasi jalan tersebut akan merusak seluruh pohon pohon di sana. Miris rasanya menyaksikan kita menggali lobang jebakan untuk diri kita sendiri.
Dalam dunia profesi arsitek lansekap (di luar negeri), terdapat banyak persyaratan yang harus dilakukan agar sebuah desain dan pembangunan yang berkaitan langsung dengan keberadaan pohon dapat disetujui. Di Inggris, British Standard No. 5837 (1991 dan 2005) adalah salah satu standar yang harus diikuti. Standar yang setara SNI di Indonesia ini merupakan mensyaratkan kewajiban untuk melakukan survey pohon oleh Arborist terdaftar untuk memberikan laporan tertulis pada kondisi pepohonan di area pembangunan. Â Dalam laporannya Arboris akan memberikan penilaian tidak hanya pada kondisi pohon, namun juga saran saran perlakuan pada pohon yang bersangkutan.
Dalam laporan ini salah satu bagian yang paling penting adalah daerah perlindungan akar (Root Protection Zone). Dimana dan berapa besar area ini ditentukan dari jenis dan ukuran pohon. Perencana diharuskan untuk untuk memperhatikan area ini dalam setiap desainnya. Jika daerah perlindungan akar sebuah pohon terganggu dalam jumlah besar, maka dapat dipastikan pohon tersebut harus ditebang! Sementara jika gangguan yang terjadi tidak terlalu besar, maka standar standar konstruksi tertentu akan secara ketat diberlakukan.
Sudah saatnya Dinas Pertamanan kita mencoba melakukan pengelolaan pohon kota dengan lebih baik. Penulis menyangsikan bahwa dalam tidakan pemeliharaan pohon kota, pemupukan pernah dilakukan. Padahal dalam kondisi tanah seperti di Jakarta, dapat dipastikan bahwa pohon pohon kita mengalami malnutrisi. Â Dinas Pertamanan harus berada di garda depan untuk menjaga asset kota, dan tidak hanya fokus pada pembangunan fisik kosmetik belaka. Arsitek lansekap di dinas pertamanan harus mengawasi dengan ketat seluruh pembangunan fisik Jakarta yang dilakukan dinas dinas lainnya untuk memastikan bahwa tindakan pencegahan, perlindungan dan penngelolaan pohon telah dilakukan dengan seoptimal mungkin, untuk mencegah munculnya bom bom waktu di Jakarta. Â Jika tidak Dinas Pertamanan hanya akan menjadi dinas pencuci piring kotor akibat pekerjaan dinas lainnya yang tidak terkontrol. Semoga!!!