Dalam mengatasi kasus resistensi obat antimalaria dan tingginya angka malaria di Indonesia, Tim PKM-RE Universitas Negeri Malang yang diketuai oleh Teresa Godeliva Giantana di bawah bimbingan Bapak Dr. Muh Ade Artasasta, S.Si., berinovasi untuk mengoptimalkan aktivitas antimalaria menggunakan jamur endofit Aspergillus flavus yang diisolasi dari jahe merah. Bersama Rahmalia Ayunin, Rafki Afza Amri, Finkka Dhiyausyifa, dan Graciana Rachel Putri memanfaatkan media biji-bijian untuk menumbuhkan jamur endofitik Aspergillus flavus yang telah diketahui memiliki aktivitas antimalaria.
Tingginya kasus malaria  dapat disebabkan karena adanya resistensi terhadap obat antimalaria. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi senyawa antimalaria baru berbasis bahan alam untuk dapat menekan kasus malaria. Salah satunya yaitu menggunakan jamur endofit yang memiliki siklus hidup yang pendek dan mampu menghasilkan senyawa bioaktif dalam jumlah yang besar dengan waktu yang singkat. Berdasarkan studi pendahuluan, jamur endofit dari jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) telah diidentifikasi salah satunya merupakan jamur Aspergillus flavus yang memiliki bioaktivitas dalam menurunkan persen parasitemia Plasmodium berghei dari 5,3% menjadi 0,9%.
Teresa dkk., menjelaskan penggunaan jamur endofitik dapat berpotensi menghasilkan senyawa antimalaria baru berbasis bahan alam dengan memberikan stress lingkungan pada media biji-bijian yang berbeda. Hal ini dapat mengaktifkan cluster gene silent pada jamur sebagai bentuk adaptasi sehingga dapat dihasilkan perubahan dalam produksi dan keragaman senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur endofit tersebut. Yang dimana senyawa metabolit sekunder tersebut dapat berpotensi sebagai sebagai sumber senyawa obat antimalaria.
"Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, jamur yang ditumbuhkan dalam media padat mampu menghasilkan ekstrak kasar satu sampai dua kali lipat lebih tinggi daripada ditumbuhkan dalam media cair, dan media beras merupakan salah satu media padat yang tampaknya lebih konsisten dalam menghasilkan metabolit dalam jumlah tinggi" tambah Teresa.Â
Melalui penelitian ini, Ia dan tim berharap hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan menjadi alternatif pengobatan dalam menekan kasus malaria.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H