Nama: Rahma Khanifatul Baroroh
Nim: 222121190
Kelas: HKI 4E
PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
Pendahuluan
Kompilasi Hukum Islam (KHI)  mengatur  tentang perkawinan beda agama pada Pasal 40 Huruf C : "Laki-laki Islam dilarang menikah dengan perempuan non-Muslim. Selanjutnya, dalam Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam, undang-undang tersebut menjelaskan hal ini kepada perempuan Islam: Dilarang menikah dengan laki-laki yang beda agama.
Pernikahan beda agama yang tercakup dalam KHI Berbanding lurus dengan ketentuan pasal-pasal Hukum Islam tersebut di atas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1980 melarang perkawinan antaragama baik jenis kelamin, termasuk laki-laki dan perempuan Muslim berkebangsaan negara tersebut. mengeluarkan fatwa: Wanita ahli kitab artinya wanita Yahudi dan Nasrani. Fatwa MUI ini berbunyi: (1) Pernikahan antara wanita muslim dengan pria non muslim Haram. (2) laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan muslim.
Sebagaimana dijelaskan di atas, peraturan mengenai perkawinan beda agama sudah ada, namun baik pendukung maupun non pendukung masih banyak terjadi perbedaan pendapat. Terdapat perbedaan definisi karakter dalam buku ini. Beberapa pendukung keberadaan perkawinan beda agama mengemukakan pendapat-pendapat baru yang berupaya meredam pendapat-pendapat sebelumnya dengan membuka pemahaman-pemahaman baru mengenai perkawinan beda agama. Argumen mereka didasarkan pada rujukan Surah al-Maidah pasal 5 yang memuat pernyataan dalam teks Al-Qur'an yang membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita non-Muslim.
 Faktanya, sudah banyak ulama yang membahas ayat ini secara detail. Secara umum, jika kita berbicara tentang "ahli kitab", hanya merujuk pada orang Yahudi dan Nasrani, namun dalam ayat ini,  tidak disebut sebagai "ahli kitab", tetapi sebagai orang yang memiliki kitab suci. Bila membahas perkawinan beda agama, berdasarkan perbedaan pandangan antara  M.Quraysh Shihab dengan kompilasi hukum Islam  , maka penulis  tertarik untuk mengkaji hukum perkawinan antar agama.
Alasan
Karena skripsi ini merupakan srikpsi yang mengandung tentang polemik pada masa saat ini. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pernikahan beda agama ini sudah dilarang keras oleh negara, tetapi masih ada pasangan yang menikah beda agama. Maka dari itu saya memilih skripsi ini untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama tentang menikah beda agama ini.
Pembahasan
Perkawinan beda agama menurut M.Quraish Shihab dan Kompilasi Hukum Islam
Perkawinan Beda Agama
Dari sudut pandang sosial, perkawinan merupakan menyatunya dua keluarga yaitu  keluarga suami dan keluarga istri yang sebelumnya tidak saling mengenal sehingga membentuk satu keluarga besar. Dari sudut pandang sosiologi, perkawinan  pada mulanya berfungsi sebagai pedoman terjalinnya sebuah keluarga antara dua insan, namun juga sebagai sarana menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga yang utuh dan menyatu.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pernikahan dalam Islam. Sebab, untuk mengamalkan Sunnah Nabi Muhammad SAW, maka keluarga dan masyarakat Islam harus terus menerus atau berlanjut terus dibentuk secara turun-temurun melalui perkawinan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menurut kaidah hukum Islam, perkawinan  adalah ikatan lahir dan batin seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  kekal berdasarkan ketuhanan  Yang Maha Esa. dalam khi,perkawinan adalah suatu akad yang sangat kuat atau mitsaqan galizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Rukun dan syarat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan  dalam perbuatan hukum. Sebab, kedua kata tersebut merupakan  unsur yang harus ada dalam suatu perbuatan hukum, terutama yang berkaitan dengan sah atau tidaknya. Sebagai suatu perbuatan hukum, perkawinan juga mempunyai syarat-syarat tersendiri. Jika kedua-duanya tidak terpenuhi maka perkawinannya tidak sah.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 6 menjelaskan bahwa:
 a. Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahu harus mendapat izin kedua oang tua.
c. Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
d. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izi diperoleh dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya.
e. Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dalam point b,c, d ini, atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan oang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang tersebut dalam point b,c,d ini.
 Sementara itu menurut Hukum Kompilasi Islam alam pasal 14 mengatur bahwa untuk melaksanakan peerkawinan harus ada: (1) Calon suami. (2) Calon istri. (3) Wali nikah. (4) Dua orang saksi. (5) Ijab dan Kabul.
Menurut istilahnya, perkawinan beda agama  adalah suatu proses perkawinan antara  antara dua orang, laki-laki dan perempuan, dan selalu berlaku hukum yang berbeda karena berbeda agama.
 Perkawinan beda agama  juga dapat terjadi antara warga negara Indonesia, misalnya antara warga negara Indonesia laki-laki dan perempuan warga negara Indonesia yang berbeda agama atau kepercayaan. Beberapa orang menikah dengan orang asing dan  kedua mempelai menganut agama atau keyakinan yang berbeda. Sebelum UU Perkawinan diberlakukan pada tahun 1974, terdapat undang-undang perkawinan yang berbeda di Indonesia.
 Hukum perkawinan setiap kelompok penduduk berbeda secara signifikan dengan hukum perkawinan kelompok lainnya. Permasalahan ini menimbulkan pertanyaan hukum mengenai hukum perkawinan mana yang berlaku terhadap perkawinan antargolongan, khususnya perkawinan antara dua orang  yang berbeda golongan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Surat Keputusan Kerajaan tentang Perkawinan Campuran (Stb.1898 No. 158) tanggal 29 Desember 1896 (Regulasi op de Gemengde Huwelijken).
Perkawinan Beda Agama Dalam Tafsir Al-Misbah.
Dalam penafsiran al-Misbah ini, Quraisy Shihab menggunakan metode Talili (metode analitis), yang menjelaskan isi ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai aspek tergantung pada pandangan, kecenderungan, dan keinginan penafsir, serta memberikan konsistensi metode tersebut digunakan. Berbeda dengan karya M. Quraysh Shihab lainnya yang  menggunakan metode Maudu'i, seperti bukunya yang Membumikan Al-Qur'an dan Wawasan Al-Qur'an, beliau menerjemahkan tafsir ini ke dalam al-Misbah sebenarnya diedit oleh Metode Tahlili. Tentu saja, menurutnya, meskipun metode Maudu'i memiliki kelebihan yaitu memperkenalkan konsep-konsep Al-Quran secara langsung pada topik tertentu, namun metode ini juga  memiliki kekurangan.
Menurutnya, ayat-ayat Al-Qur'an mengandung pokok bahasan yang jumlahnya tidak terbatas, sehingga begitu suatu topik tertentu ditentukan, maka fokus kajian hanya terbatas pada mata pelajaran itu saja, dan akibatnya pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur'an Kemungkinannya hilang.
M.Quraysh Shihab juga mengklaim adanya pernikahan beda agama dalam tafsir al-Misbah. M.Quraysh Shihab menegaskan bahwa dibolehkan menikah hanya dengan wanita Ahli Kitab dan wanita Mukhshanat, yaitu wanita yang menjaga kehormatan atau wanita yang  merdeka. Namun tentu saja, preferensi diberikan kepada perempuan Muslim, meskipun mereka adalah  budak atau pembantu.Hal ini menunjukkan bahwa wanita muslim lebih unggul dibandingkan wanita Ahli Kitab, meskipun mereka hanya sebagai budak.
Alasan lain yang disampaikan M.Quraysh Shihab adalah pernikahan dengan Allah Kitab Suci merupakan salah satu jalan Jihad dan Dakwah Islam.
 Tanpa memaksa istrinya untuk masuk Islam pun, seorang suami dapat menunjukkan keutuhan ajaran Islam dengan menunjukkan akhlak mulianya terhadap istrinya, sehingga istrinya pun bersimpati kepada Islam dan juga tidak mustahil diharapkan bisa menerima Islam.
M.Quraysh Shihab juga menyatakan bahwa meskipun Allah SWT membolehkan terjadinya pernikahan beda agama dimana seorang pria muslim  menikahi seorang wanita, namun hal tersebut bukannya tanpa syarat. Wanita-wanita dalam buku ini yang menikah haruslah suci. Orang mukmin dan wanita dalam kitab ini adalah wanita yang menjaga kehormatannya.
 Yang lain lagi mengartikannya sebagai wanita religius yang memberi isyarat bahwa dia harus didahulukan. Bagaimana pun, kesamaan agama dan pandangan hidup sangat menyumbang bahkan  menentukan kesamaan agama dan pandangan hidup dan melanggengkan rumah tangga.
Terlepas dari tafsirnya terhadap ayat  nikah beda agama, M.Quraysh Shihab sebenarnya tidak mendukung nikah  tersebut. M.Quraysh Shihab tentunya memahami konsep Saad-adzZaria yang merupakan salah satu metode Istinbat hukum dalam ilmu Ushl-Fiqh. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya mafsadat  dan  menjaga keuntungan. Dari segi efektivitas, Ibnu Qa'im membagi sad as-Zaria menjadi empat jenis, seperti dikutip  Bambang Hermawan dalam buku hariannya:
Suatu perbuatan yang memang pada dasarnya pasti membawa dan menimbulkan mafsadat, seperti minuman yang memabukkan yang pasti merusak akal.
Suatu perbuatan yang pada dasarnya adalah mubah, namun secara sengaja dijadikan sebagai perantara untuk terjadi sesuatu perbuatan buruk yang menimbulkan mufsadat, seperti praktek perkawinan muhalil.
Suatu perbuatan yang pada dasarnya mubah, namun pada akhirnya sampai juga pada mafsadat, yang mana mafsadat menimbulkan lebih besar dari maslahatnya, seperti seorang istri yang berhias setelah ditinggal mati suaminya, padahal dia masih dalam masa iddah.
Suatu perbuatan yang pada dasarnya mubah, namun terkadang bisa menimbulkan mafsadat, walaupun memang mafsadatnya lebih kecil daripada maslahatnya, seperti melihat wajah wanita saat dipinang.
Kompilasi Hukum Islam Â
Indonesia menganut kata hukum dalam bahasa Arab, yaitu undang-undang dalam bentuk tunggal dan ahkam yang berarti undang-undang, keputusan, dan peraturan dalam bentuk jamak. Hukum merupakan suatu sistem cita-cita dan nilai yang memuat aturan-aturan dan norma-norma untuk mengatur dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat guna terciptanya keadilan.
Abdurrahman menjelaskan istilah redaksi pada pernyataan .Ini adalah kegiatan mengumpulkan bahan tertulis dari buku dan kitab suci tentang topik tertentu. Kosnoe mengungkapkan istilah "editing" dalam dua bentuk.Pertama, sebagai  hasil upaya mengumpulkan berbagai pendapat dalam suatu bidang tertentu, dan kedua, penyuntingan diartikan sebagai suatu bentuk perwujudan suatu buku yang memuat pendapat-pendapat dalam bidang tertentu.
Menurut Harun Nasution, Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia oleh Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril. Islam mengajarkan berbagai ketentuan dalam melakukan aktivitas secara horizontal dan vertikal, termasuk berinteraksi dengan manusia. Dari pengertian di atas, Kompilasi  Hukum Islam  diartikan sebagai rangkuman beberapa hal yang berkaitan dengan hukum Islam. Secara sistematis membuat pedoman pembuatan kalimat dan pasal yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan.
 Kompilasi Hukum Islam adalah suatu istilah yang mengacu pada kaidah-kaidah hukum Islam yang berbentuk kitab yang ditulis dalam terminologi hukum oleh empat mazhab: Imam Malik, Imam Hanbali, Imam Hanafi, dan Imam Syafii. Para ahli sejarah menunjukkan, kemunculan KHI dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap putusan Inkuisisi yang mengutamakan tingkat pertama dan  tingkat banding karena penekanan pada kitab klasik sebelum kepastian hukum.cenderung berbeda atau tidak konsisten antar pengadilan Ini akan membantu  dalam proses pengambilan rujukan memutus keputusan.
Mengenal M.Quraish Shihab
Biografi M.Quraish Shihab
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraysh Shihab dan lahir  pada tanggal 16 Februari 1944 di Lappan, Sulawesi Selatan. Berlatarbelakang keturunan Arab, beliau juga seorang ulama dan  ulama  Indonesia yang dikenal  ahli di bidang tafsir. Ayah Quraish Shihab, Profesor KH Abdulrahman Shihab, adalah seorang ulama tafsir dan guru besar  bidang tafsir di Sekolah IAIN Alauddin, Ujung Pandan. Abdulrahman Shihab dianggap sebagai  pendidik yang mempunyai reputasi tinggi di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Selain berkiprah sebagai wirausaha, Abdulrahman Shihab juga  aktif mengajar dan berdakwah sejak masa mudanya. Namun, meski jadwalnya padat, ia tetap menyempatkan diri untuk membaca Alquran dan kitab tafsir di pagi dan sore hari. Sebagai anak seorang guru besar,  Quraisy Shihab dan saudara-saudaranya menerima nasehat dan nasehat agama dari ayah mereka sejak dini. Quraisy Shihab pun mengetahui bahwa nasehat agama yang selalu diberikan orang tuanya berdasarkan ayat Alquran dan hadis Nabi Muhammad Saw. Maka dari petuah dan nasehat sang ayah yang sering mengajak anak-anaknya  duduk bersamanya, lahirlah kecintaan terhadap bidang  tafsir.
Pendidikan Quraisy Shihab dimulai di kampung halamannya. Ia mengenyam pendidikan dasar di kampung halamannya di Ujung Pandan. Ia kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di kota Malang, belajar Alquran di  Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihya. Setelah lulus sekolah menengah di Malang, beliau pergi ke Kairo, Mesir untuk studi lebih lanjut. Pada tahun 1967, beliau memperoleh gelar LC dari Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al-Azhar  Fakultas Ushuluddin. Ia juga menerima gelar masternya pada tahun 1969. Gelar tersebut diperolehnya dengan melanjutkan studi di departemen yang sama dengan tesis doktoralnya yang berjudul "alI'jaz al-Tasyri'iy li al-Qur'an al-Karim" (Keajaiban Al-Quran Al Karim dari segi hukum).
Pada tahun 1973, ia kembali ke Ujung Pandan untuk membantu ayah mendapatkan pelatihan langsung di IAIN Alauddin. Karena ayahnya adalah rektor universitas pada saat itu, ia menjabat sebagai wakil rektor bidang akademik dan kemahasiswaan hingga tahun 1980. Berbagai jabatan penting pernah dijabatnya, antara lain koordinator universitas swasta (Wilayah  Indonesia Timur 7) dan wakil direktur universitas. Bidang pengembangan intelektual Kepolisian Indonesia Timur dan berbagai posisi di luar kampus lainnya. Pada tahun 1980, Quraisy Shihab kembali ke Kairo untuk melanjutkan pengajaran dan penelitiannya di almamater lamanya, Program  Pascasarjana , Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushruddin, Universitas Al-Azhar. Ia berhasil menyelesaikan program doktoralnya dalam waktu singkat dua tahun dan menerima gelarnya pada tahun  1982. Judul disertasi doktor yang diselesaikannya adalah ``Nazm al-Durar li al-Biqa'iy, Tahqiq wa Dirasah". Untuk tesis ini, ia menerima gelar doktor dengan kehormatan cumlaude "Summa cumlaude".
Pada tahun 1984, Quraisy Shihab  kembali ke Indonesia untuk melanjutkan karir tahap kedua, berpindah dari IAIN Ujung Pandan ke IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta. Beliau aktif mengajar di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana. Selain itu beliau juga mendapatkan kepercayaan yang luar biasa dari luar universitas dan pernah menduduki berbagai jabatan, antara lain Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI)  (sejak 1984) dan anggota Majelis lajnah Pentashih Al quran Kementerian Agama (sejak 1989), Anggota Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989).
M.Quraysh Shihab adalah seorang ulama dan intelektual yang  fasih  berbicara dan menulis. Beliau sangat produktif dalam menulis ilmiah dan juga pernah memberikan ceramah dan presentasi di berbagai forum ilmiah. Karya-karya Quraish Shihab yang telah dipublikasikan ialah :
1. Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984).
2. Filsafat Hukum Islam (Jakarta:Depang, 1987).
3. Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surah al-Fatihah (Jakarta:Untagma,1988).
4. Membumikan al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung:Mizan, 1992).
5. Studi Kritik Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994).
6. Lentera Hati :Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung :Mizan, 1994)
7. Untaian Permata Buat Anakku: Pesan al-Quran untuk Mempelai (Jakarta: al-Bayan, 1995).
8. Wawasan al-Quran: Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:Mizan, 1996). 9. Hidangan Ilahi Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 1997).
10. Tafsir al-Quran al-Karim: Tafsir Surah-surah Pendek Berdasar Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997).
11. Mukjizat al-Quran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997).
12. Sahur Bersama Quraish Shihab di RCTI (Bandung: Mizan, 1997)
13. Menyingkap Tabir Ilahi : Asma al-Husna dalam prespektif al-Quran (Jakarta : Lentera, 1998).
Tafsir Al Misbah
Kitab suci Al-Quran berfungsi sebagai pedoman kehidupan manusia di seluruh dunia. Selain bimbingan ilahi, diyakini juga  dapat membantu manusia mencapai kesejahteraan fisik, mental, duniawi, dan spiritual. Apalagi Al-Qur'an juga disebut Ma'dhubatullah (Penghakiman Tuhan) oleh Nabi. Namun, benar juga bahwa masih banyak umat Islam yang tidak memahami isi ajarannya dan tidak mampu menikmati santapan Tuhan. Di sebagian masyarakat, khususnya umat Islam, Al-Quran selalu  diagungkan dan dipuja, sehingga  banyak pula yang memahami isinya. Namun, sebagian orang hanya  mengagumi bacaannya dan terpikat saat dilantunkan Seolah-olah kitab suci Al-Qur'an diturunkan hanya untuk dibaca.
Kita perlu memahami dan mengamalkan Al-Quran, mengingat turunnya wahyu yang pertama merupakan perintah untuk membaca dan mengkaji.
 Padahal membaca Al Quran saja sudah mengandung amal shaleh yang dijanjikan Allah SWT. Padahal, membaca ayat-ayat Al-Quran harus dibarengi dengan penghayatan terhadap keagungan Al-Quran, disertai  pemahaman dan penghayatan. Al-Quran juga mengutuk orang-orang yang tidak menggunakan hati dan pikirannya untuk merenungkan dan menghayati pesan-pesan Al-Quran, yaitu orang-orang yang berpikiran tertutup.
Seiring berjalannya waktu, kajian tafsir telah berkembang, dan jumlah kitab serta gaya tafsir menjadi sangat beragam. Para ulama membedakan gaya penulisan tafsir berdasarkan jenis metode yang digunakan dalam penulisannya. Metode tafsir digolongkan menjadi empat jenis: metode Manhaj-Tahlili, metode Ijmali, metode Muqarin, dan metode Maudu'i.
Analisis Pemikiran M.Quraish Shihab Dan Kompilasi Hukum Islam Tentang Perkawinan Beda Agama
Perkawinan Beda Agama menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah
Pernikahan beda agama dalam tafsir al-Misbah mencakup hukum yang berbeda. Oleh karena itu, ada tiga kategori  istilah "non-Muslim" yang dimaksud.Pertama, kaum musyrik dan ahli kitab ini. Hukum perkawinan antara  muslim dengan musyrik dilarang sepanjang diharamkan karena perbedaan agama dalam penafsiran perkawinan al-Mishbah, namun dalam surat Al-Baqarah ayat 221 Allah SWT sudah menjelaskannya.
 Ayat di atas menjelaskan bahwa pilihan dalam mencari jodoh adalah landasan fondasi keluarga. Harus sangat stabil. Jika tidak, bangunan  akan cepat runtuh dengan benturan sekecil apa pun, apalagi jika beban pada bangunan menjadi berat, misalnya karena kelahiran anak.
Ketika kita berbicara tentang fondasi yang kokoh, kita tidak berbicara tentang kecantikan atau ketampanan. Keduanya bersifat relatif dan akan segera hilang. Kekayaan mudah didapat, namun mudah hilang. Ini juga bukan tentang status sosial atau kebangsawanan, karena ini juga bersifat sementara dan dapat hilang dengan cepat. Namun landasan kokoh yang dimaksud  adalah selalu landasan yang dilandasi keimanan kepada Yang Maha Esa.
Memilih pasangan hendaknya didasari oleh agama, keimanan yang kuat, dan Al-Quran untuk menjamin kelancaran rumah tangga  berjalan  sesuai ajaran Islam. Oleh karena itu tidak mengherankan jika dalam Tafsir al-Misbah pesan pertama bagi mereka yang ingin berkeluarga adalah: Dan wahai laki-laki muslim, janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik. Dengan kata lain, jangan menikah dengan wanita musyrik, meskipun dia musyrik. Jika dia (wanita musyrik) menarik hati anda karena  cantik, mulia, kaya raya, dsb. Dan para wali tidak boleh menikah dengan orang-orang kafir dan orang-orang beriman yang penyembah berhala sampai mereka telah berpindah agama dengan iman yang kuat dan  benar. Sesungguhnya seorang hamba yang beriman lebih baik dari pada seorang musyrik, meskipun orang musyrik itu menarik karena keluhurannya, keberaniannya, dan sebagainya.
Larangan tersebut mengacu pada pernikahan antara pria dan wanita  Muslim dan pria dan wanita non-Muslim, menurut pernyataan dari Tafsir al-Misbah. Dalam kitab Tafsir bin Qasir dijelaskan bahwa Allah melarang orang beriman  menikahi wanita musyrik yang tergolong musyrik. Jika pengertian tersebut bersifat umum dan mencakup semua makna, maka arti wanita musyrik adalah sama bagi wanita musyrik baik Kitabiah maupun Wasaniyah. Mujahid, Ikrimah, Said ibn Jubair Makhfr, al-Hasan, ad-Dahak, Zayd ibn Aslam, al-Rabi Ibnu Anas, dan lain-lain dikabarkan juga mengatakan hal serupa.
Perkawinan Beda Agama dalam Kompilasi Hukum Islam
Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diartikan dalam Pasal 1 sebagai "hubungan batin dan lahiriah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa".
 Kompilasi Hukum Islam mengartikan perkawinan dalam Pasal 2 sebagai berikut: ``Perkawinan menurut hukum Islam adalah perkawinan, akad yang sangat tegas atau Mitsaqan Ghalidan, dan mentaati serta melaksanakan perintah Allah adalah ibadah". Menurut Saeed Sabiq, perkawinan adalah perkawinan yang penuh hikmah, termasuk fakta bahwa seks adalah naluri kita yang paling kuat dan kita membutuhkan jalan keluar, dan pernikahan juga hebat dalam menyalurkan hasrat tersebut, jadi itulah jalur biologis alami terbaik.
Pada dasarnya pernikahan tidak hanya bersifat fisik, namun juga berkaitan erat dengan agama dan dianggap sakral karena mempunyai peranan yang sangat penting. Selanjutnya agama adalah suatu keyakinan dan pola tingkah laku yang dianut masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan penting, suatu sistem yang mengatur peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan suatu kebudayaan yang diasosiasikan masyarakat sebagai tatanan hidup dan pedoman hidup.
Kompilasi hukum Islam juga menyebutkan perkawinan beda agama, yang termasuk dalam Bab 6, Pasal 39 sampai 44, ``Larangan Pernikahan,'' dan termasuk hubungan keluarga, Disebutkan bahwa ada perkawinan yang dilarang atas dasar hubungan kekerabatan, hubungan seksual.
 Ia telah menikah dengan 4 orang wanita, istri sebelumnya sudah bercerai, dan istri terakhirnya adalah laki-laki non muslim, sehingga hubungan dan perkawinannya dengan wanita yang masih mempunyai hubungan darah yang sama dengan istrinya.
 Pasal 40(c) kemudian menyatakan bahwa ``Perkawinan antara laki-laki dan  perempuan dilarang karena keadaan tertentu (bagi perempuan non-Muslim); sebaliknya, perkawinan antara perempuan Islam dilarang . Laki-laki non-Muslim dilarang sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 KHI. Dengan kata lain, "Wanita muslim dilarang menikah dengan  pria non-Muslim."
Kesimpulan
Menurut M.Quraish Shihab di dalam Tafsir Al-Mishbah cenderung membolehkan perkawinan beda agama sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Miadah ayat 5, namun perlu diketahui kebolehan tersebut bukanlah suatu anjuran yang mutlak untuk dilakukan.
 Kompilasi Hukum Islam secara tegas menyatakan perkawinan beda agama tidak sah dan dilarang walaupun ada ayat dalam Al-Quran yang membolehkan.
Rencana Skripsi
Rencana skripsi yang akan saya buat adalah tentang dampak keharmonisan dan mental health bagi pasangan perjodohan di kalangan pesantren, alasannya karena permasalahan tersebut masih ada saja sampai sekrang dan menjadikannya adat disetiap kalangan pesantren. Selain itu belum ada juga penulis yang membicarakan tentang dampak psikis bagi kedua pasangan tersebut dan anak turun mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI