Kedua orang tua Rosa memang masih bersama, namun keberadaan keduanya dalam hidupnya tidak banyak memberikan gambaran atas peran yang ideal antara ayah dan ibu. Ia begitu terharu ketika menyaksikan ada orang tua teman-temannya yang mampu menjalankan peran masing-masing: ayah memimpin keluarga, dan ibu memastikan keharmonisan keluarga. Baginya, gambaran semacam itu terasa begitu ‘jauh’ dari apa yang ia saksikan selama ini dalam keluarganya, bahkan juga membuatnya bertanya-tanya, “Apakah boleh bagiku mengharapkan agar ayah dan ibuku bisa menjalankan peran mereka semestinya? Ataukah itu memang kondisi yang terlalu jauh bagiku untuk sekadar kuharapkan?”
Rosa tahu bahwa keberadaan kedua orang tuanya merupakan suatu nikmat yang perlu ia syukuri. Saat ia sedang tidak melihat alasan untuk mensyukurinya, maka itu berarti ia memang belum mampu menerima pesan di balik ujian tersebut. Selama ini, ia telah berusaha keras untuk menemukan alasan-alasan agar selalu bersyukur atas kondisi keluarganya. Ia mencoba menganggapnya sebagai sebuah ujian untuk membuatnya lebih menghargai makna penting dari pasangan dan keluarga.
Namun di sisi lain, Rosa juga ingin menyampaikan bahwa tidak semua anak dari orang tua yang masih lengkap bisa merasakan kebahagiaan dan terbebas dari situasi sulit. Pembicaraan mengenai kerentanan keluarga biasanya hanya dibahas pada kondisi anak dari orang tua yang tidak lengkap. Tentu saja, kehidupan anak dari orang tua yang tidak lengkap memang sulit. Namun, kehidupan anak-anak dari orang tua yang sebenarnya bisa saja bercerai namun memang tidak mengambil opsi tersebut juga tidak bisa diabaikan. Justru, dalam kondisi seperti ini, anak biasanya akan terpapar pada sumber stresor yang begitu intens sepanjang hidupnya akibat hubungan yang buruk antar orang tua, sehingga cenderung rentan mengalami hambatan perkembangan, terutama secara emosi dan sosial. Anak-anak ini memang jauh dari sorotan, karena keberadaan orang tua yang masih lengkap dilihat sebagai kondisi yang ‘baik’ dan membuat mereka dianggap tidak membutuhkan pertolongan dibandingkan dengan anak dari orang tua yang tidak lengkap.
Maka, saat berbicara tentang keluarga, yang perlu dilihat bukan lagi sekadar lengkap atau tidaknya orang tua, melainkan pada bagaimana kualitas hubungan antar anggota keluarga. Begitu banyak keluarga yang lengkap namun sebenarnya mengalami kerentanan luar biasa dalam dinamika hubungan mereka. Sehingga, deteksi kerentanan keluarga perlu dilakukan oleh setiap keluarga, baik keluarga yang lengkap maupun tidak lengkap, seawal mungkin untuk mengantisipasi kerentanan yang lebih besar dalam keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H