Mohon tunggu...
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa Mohon Tunggu... Freelancer - Writer, Psychologist

Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan psikolog pendidikan lulusan Universitas Gadjah Mada. Menulis tentang psikologi, tumbuh kembang, keluarga, perkembangan moral, pendidikan, sosial, dan refleksi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pola Asuh "Secure Attachment" sebagai Bekal Mendasar bagi Anak dalam Mempersiapkan Eksplorasi Pendidikan

7 Juli 2019   10:46 Diperbarui: 7 Juli 2019   11:27 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: islamicity.org

Bentuk pembelajaran aktif mulai diterapkan di Indonesia dengan diberlakukannya Kurikulum  2013. Dalam penerapannya, bentuk pembelajaran ini menekankan pada kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran inovatif. 

Berbagai inovasi pembelajaran dikembangkan untuk meningkatkan ketertarikan dan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar. Namun, hingga kini fungsi pembelajaran aktif masih belum dapat diterapkan secara maksimal. Kondisi di lapangan menunjukkan berbagai kendala yang masih dijumpai dalam pelaksanaan proses pembelajaran aktif tersebut.

Salah satu kendala terbesar yang menghambat implementasi proses pembelajaran aktif adalah peserta didik yang  cenderung pasif, meskipun model pembelajaran telah didesain untuk melibatkan seluruh peserta didik. 

Peserta didik yang semestinya mengembangkan kecakapan berpikir melalui latihan analisis, sintesis, evaluasi, dan mencipta (Trisdiono, 2015), belum mampu memanfaatkan fasilitas sistem pembelajaran secara maksimal. 

Siswa yang pasif dalam proses pembelajaran ditandai dengan keengganan untuk berpendapat, tidak memiliki keberanian untuk mengeluarkan ide atau gagasan, tidak berpartisipasi aktif, percaya diri yang rendah, serta kurangnya kreativitas dalam belajar (Rizkina, 2013). Hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi belajar peserta didik untuk menguasai materi pelajaran (Prabawati, 2016).

Motivasi Belajar Anak

Menurut Santrock (dalam Damanik, 2010), motivasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah ketika seseorang melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain, seperti imbalan atau hukuman. 

Sedangkan motivasi intrinsik yaitu ketika seseorang melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri. Dalam hal belajar, motivasi intrinsik terlihat ketika peserta didik belajar karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan dari sistem pembelajaran yang ada.

Menurut Marsudi (dalam Wicaksono, 2017), motivasi belajar adalah daya penggerak psikis dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar sehingga timbul perubahan energi dalam diri mereka dan menjadikan dorongan untuk melakukan kegiatan belajar. 

Wicaksono (2017) juga menjelaskan bahwa motivasi belajar intrinsik berperan lebih kuat daripada motivasi belajar ekstrinsik. Siswa  yang memiliki motivasi belajar intrinsik yang tinggi dapat terlihat melalui keaktifan dalam pembelajaran, meliputi berani bertanya ketika tidak paham mengenai suatu materi, mengerjakan tugas sebaik-baiknya, dan memanfaatkan waktu luang untuk membaca buku literatur  untuk menambah pengetahuan mereka. 

Dengan demikian, motivasi belajar intrinsik perlu dikembangkan pada anak, ditunjang dengan penciptaan kondisi yang mendukung anak dalam mengembangkan kemampuannya untuk menyalurkan keingintahuan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun