Maqamat dan ahwal adalah dua konsep penting dalam tasawuf (sufisme) yang merujuk pada tahapan dan keadaan spiritual yang dilalui seorang murid dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Tuhan.
 Maqamat
Maqamat adalah tahap-tahap atau posisi spiritual yang dapat dicapai oleh seorang sufi. Setiap maqam menggambarkan pencapaian tertentu dalam proses penyucian diri dan pengembangan spiritual. Beberapa maqamat yang umum dikenal antara lain:
1. Tawbah (Pertobatan): Menyadari dosa dan kembali kepada Allah.
2. Zuhd (Menjauh dari Dunia): Mengurangi ketertarikan pada hal-hal duniawi.
3. Sabar (Kesabaran): Mampu menghadapi ujian dan cobaan dengan tenang.
4. Syukur (Rasa Syukur): Menghargai segala nikmat yang diberikan oleh Allah.
5. Mahabbah (Cinta): Mengembangkan cinta yang mendalam kepada Allah.
 Ahwal
Ahwal adalah keadaan-keadaan spiritual yang dialami seorang sufi saat berada di maqam tertentu. Ahwal lebih bersifat temporer dan sering kali berkaitan dengan pengalaman batin yang mendalam. Contoh ahwal termasuk:
1. Huzur (Kehadiran): Merasakan kehadiran Allah yang sangat dekat.
2. Fana (Kehilangan Diri): Kehilangan ego dan identitas diri dalam cinta kepada Allah.
3. Baqa (Kekekalan): Keberlanjutan dalam kesadaran akan kehadiran Tuhan setelah fana.
 Hubungan Antara Maqamat dan Ahwal
Maqamat memberikan struktur dan arah dalam perjalanan spiritual, sementara ahwal adalah pengalaman yang memberi makna dan kedalaman pada setiap tahap tersebut. Seorang sufi akan terus bergerak antara maqamat dan ahwal, berusaha untuk mencapai kedekatan yang lebih dalam dengan Allah.
Melalui pemahaman dan penghayatan maqamat dan ahwal, seorang sufi diharapkan dapat lebih mendalami ajaran agama dan memperbaiki diri secara spiritua
Maqamat, dalam konteks tasawuf, merujuk pada tahapan-tahapan spiritual yang dilalui oleh seorang sufi untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Berbagai sufi terkenal telah mengidentifikasi maqamat yang berbeda, meskipun ada kesamaan dalam inti ajaran mereka. Berikut adalah beberapa pandangan dari para sufi mengenai maqamat:
 1. Al-Ghazali
Al-Ghazali, seorang tokoh penting dalam tasawuf, menjelaskan maqamat sebagai langkah-langkah menuju penyucian jiwa. Ia menyebutkan maqamat seperti tawbah (pertobatan), zuhud (menjauh dari dunia), dan mahabbah (cinta kepada Allah).
 2. Ibn Arabi
Ibn Arabi mengembangkan konsep maqamat dengan lebih mendalam. Ia menjelaskan bahwa setiap maqam memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri, dan menekankan pentingnya pengetahuan dan pengalaman langsung tentang Tuhan. Maqam-maqamnya termasuk kecintaan, pengetahuan, dan pengalaman mistis.
 3. Junaid Al-Baghdadi
Junaid, salah satu sufi awal, mengategorikan maqamat sebagai tahapan dalam perjalanan spiritual, di mana setiap maqam membawa seorang murid lebih dekat kepada Allah. Ia menekankan pentingnya keikhlasan dan ketulusan dalam setiap langkah.