Manusia?
Ya namanya juga hidup diera digital. Era dimana orang peduli dibilangnya kepo, ketika simpati katanya caper, bahkan bersikap masa bodoh berbisik sombong. Lalu bagaimana bersikap antar sesama jika hanya asumsi sampah yang tercetus di pikiran mereka.
Syahid hanya tersenyum kecil mendengar celoteh kawannya itu. Wajar saja, Syahid adalah pria dewasa yang cukup lama mengenyam pendidikan ilmu agama dan umum, bahkan saat ini ia sedang menempuh S2nya di kampus ternama di Surabaya. Sehingga dia lebih bijak dalam memahami realitas dan perubahan zaman.
Berbeda dengan Adham, S1 saja dia tak lulus, bukan karna dari golongan keluarga tak mampu memang karna Adham lebih suka berbisnis dan menghasilkan uang yang banyak.
Sembari mengeluarkan dua pack rokok dari tas kerjanya Adham menyambung kembali pembicaraan yang sempat terputus sebab petugas JNE yang datang mengantarkan pesanan kitab milik Syahid.
Kang Syahid, bagaimana menurutmu menyikapi manusia-manusia macam tadi?
Lagi-lagi Syahid hanya tersenyum mendengarnya, bahkan kali ini senyumannya disertai ejekan kecil kepada Adham.
Ya namanya juga manusia modern, Ketika melakukan hal kecil saja pikirnya harus mendapat balasan setimpal atau bahkan lebih. Jawab Syahid sambil menyedot rokok favoritnya.
Aku ihlas, aku tidak mengharapkan imbalan kok. Sontak Adham memotong pembicaraan Syahid sambil menatap wajah temannya dengan dahi agak mengkerut.
Sayahid ngakak terbahak-bahak. Lah, yang bilang kamu siapa? Aku hanya bilang manusia modern kok kamu merasa. Sudah, sedot dulu rokoknya. Sejak tadi dia memanggil namamu agar dihisap keburu mati ntar. Syahid menggoda Adham sambil tertawa cekikikan.
Aku serius minta pendapatmu tentang ini kang, karna aku resah dengan model orang macam begini. Sahut Adham dengan nada agak kesal.