Ayahku, pria yang dulu begitu kukagumi sebagai sosok yang kuat, tegas, dan tangguh. Aku masih ingat jelas, masa kecilku penuh dengan kenangan di mana kau adalah pusat dunianya. Kau mengajarkanku banyak hal---berjalan, berbicara, membaca, dan yang terpenting, menghadapi kehidupan. Saat itu, aku melihatmu sebagai pahlawan, seseorang yang tak pernah lelah bekerja demi keluarga, tak pernah mengeluh meski beban hidup terasa berat, dan selalu punya cara untuk membuatku merasa aman.
Waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin kau memegang tanganku, membimbing langkah kecilku. Tapi kini, tangan yang dulu begitu kokoh itu mulai bergetar, langkahmu yang dulu penuh percaya diri kini terasa lebih pelan dan hati-hati. Rambutmu yang dulu hitam pekat mulai memutih, suaramu yang dulu lantang kini terdengar lebih lembut. Aku sadar, ayahku, waktu telah mengambil sebagian dari kekuatanmu.
Namun, apa yang membuatku tertegun adalah perubahan kecil yang sering kali tidak kusadari. Terkadang kau seperti kembali menjadi seorang anak kecil---lebih manja, lebih sensitif, bahkan kadang-kadang bersikap keras kepala seperti yang dulu kulakukan padamu. Ada kalanya kau lupa hal-hal sederhana, mengulang pertanyaan yang sama, atau melakukan sesuatu yang tak terduga. Awalnya, aku merasa bingung, bahkan kadang-kadang kesal. Tapi kemudian aku sadar, ini bukan kelemahanmu. Ini adalah perjalanan hidup yang alami, di mana kau mulai membutuhkan perhatian yang lebih, seperti aku yang dulu bergantung padamu saat masih kecil.
Ayah, aku harus mengakui, ada rasa takut yang tumbuh dalam hatiku. Aku takut kehilanganmu. Aku takut tidak cukup sabar, tidak cukup kuat untuk menjadi pendampingmu di masa tuamu. Aku takut waktu yang kita miliki tidak akan cukup untuk menunjukkan betapa aku mencintaimu, menghargaimu, dan berterima kasih atas semua yang telah kau lakukan untukku. Ketakutan ini sering kali datang di malam-malam sepi, membuatku merenung dan berdoa lebih lama dari biasanya.
Namun, aku tahu satu hal yang pasti: aku akan selalu mencintaimu, Ayah. Kau adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Bahkan ketika kau mulai lupa pada hal-hal kecil, aku tak pernah lupa pada semua yang telah kau ajarkan padaku. Aku ingat bagaimana kau mengorbankan banyak hal demi kebahagiaan keluarga. Aku ingat setiap tawa, setiap cerita yang kau bagikan, dan setiap nasihat yang dengan sabar kau sampaikan.
Kini, peran kita mungkin telah berganti. Jika dulu kau adalah pelindungku, kini aku ingin menjadi pelindungmu. Jika dulu kau yang merawatku, kini aku ingin merawatmu. Jika dulu kau selalu sabar menghadapi keinginanku yang tak masuk akal, kini aku ingin sabar menghadapi setiap perubahanmu. Aku ingin menjadi anak yang bisa membuatmu merasa bangga, meski aku tahu, apa yang telah kau lakukan untukku tidak akan pernah bisa kubalas, bahkan dengan seluruh hidupku.
Ayah, aku berdoa setiap hari agar Tuhan memberimu kesehatan dan kebahagiaan. Aku memohon agar Dia memberiku kekuatan untuk selalu sabar dan ikhlas menjagamu. Aku ingin selalu ada di sisimu, memastikan kau merasa dicintai, dihargai, dan tidak pernah merasa sendiri.
Setiap kali aku melihatmu tertawa atau tersenyum, hatiku terasa hangat. Namun, setiap kali aku melihatmu termenung atau merasa lelah, ada rasa sesak di dadaku. Aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi. Aku ingin menjadi orang yang kau percaya, tempat kau bersandar, seperti kau yang selalu menjadi tempatku bersandar sejak aku kecil.
Ayah, hidup ini tidak akan sama tanpamu. Kau adalah bagian terbesar dari hidupku, dan aku tidak bisa membayangkan hari-hari tanpa mendengar suaramu, melihat wajahmu, atau merasakan kehadiranmu. Semoga Tuhan memberikan kita lebih banyak waktu bersama, lebih banyak kesempatan untuk saling berbagi cerita, dan lebih banyak momen untuk tertawa bersama.
Terima kasih, Ayah, untuk segalanya. Untuk setiap pelukan hangat, untuk setiap nasihat yang bijak, untuk setiap pengorbanan yang tak terhitung jumlahnya. Aku mencintaimu lebih dari yang bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Semoga kau selalu sehat dan bahagia, meski waktu terus berlalu. Tetaplah bersamaku, Ayah, karena aku masih ingin belajar banyak darimu, dan aku masih ingin mencintaimu dengan cara terbaik yang aku bisa.