Di suatu masa ketika setiap benda dapat berbicara dan berbincang-bincang dengan enaknya, terdengarlah pembicaraan antara gergaji, palu, dan kapak. Siang itu mereka sedang bepergian mencari sesuatu yang sangat langka sampai akhirnya perjalanan mereka terhalang oleh benda yang besar seperti baja. Lalu, mereka berebut unjuk kekuatan menghancurkan baja itu agar perjalanannya bisa kembali dilanjutkan.
" Biar aku saja yang menghancurkannya," ucap gergaji dengan congkaknya. Tapi, belum lama ia melakukannya, gigi-giginya sudah berguguran tanpa menyisakan satu pun. Baja itu tetap kokoh. Gergaji akhirnya menyerah.
" Kamu kan lemah. Biarlah aku yang menghancurkannya," uajr si palu tak kalah sombongnya dengan gergaji yang sudah babak belur. Tapi, baru sesaat saja kepalanya langsung copot dan ia kehilangan kesadaran untungnya masih bisa selamat. Palu pun ikut rombongan pesakitan si gergaji. Menyerah.
" I told u, kalian semua lemah. Lihat sini orang jago mau menghancurkan baja ini, " kata si kapak dengan kesombongan yang melebihi kedua temannya . Baru satu hentakan saja, kapak itu pun terpental dan patah. Ia pun juga ikutan menyerah.
Tiba-tiba dari arah yang tak diduga-duga datanglah nyala api. Ia menawarkan bantuan untuk menghancurkan baja itu. Gergaji, kapak, palu yang sudah tak berdaya tentu saja mengiyakan permintaan si makhluk baru ini. " Ah paling juga si api gk bisa," ucap si pesakitan sebelumnya. Api kemudian mulai mengeluarkan aksinya, ia menggeluti, memeluk, mendekap erat-erat dan tak melepaskan sedikit pun baja tersebut. Akhirnya baja itu meleleh dan mencair.
Begitulah. Hati manusia laksana baja. Hanya bisa diluluhkan dengan api. Bukan api secara harfiah, melainkan: Api Cinta..
Cintalah yang menguatkan, menyatukan, juga memisahkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI