Mohon tunggu...
Rahmadi Suardi
Rahmadi Suardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pembaca dan penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasehat Karni Ilyas untuk Pemuda

31 Maret 2017   00:25 Diperbarui: 1 April 2017   06:29 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika ditanya oleh temannya saat kecil apa cita citanya, Karni Ilyas menjawab, " ingin menjadi orang yang terkenal", jawabnya. Maka impian itulah yang membawa Bang Karni hingga bisa sukses seperti hari ini. Berawal dari impian menjadi terkenal lalu menjadi wartawan hingga menjadi tokoh jurnalis nasional yang disegani. Ia bukan bercita cita menjadi kaya atau jadi pejabat tinggi negara. Keinginan untuk menjadi terkenal juga  yang menuntun hidupnya menjadi wartawan dan terus menanjak hingga menjadi tokoh jurnalis yang terkenal di negeri ini.

Saat acara ILC di Mata Publik di Auditorium Universitas Andalas (Kamis,30/03) Karni memotivasi agar para mahasiswa atau pemuda memiliki cita cita dalam hidupnya. Kelak apa yang kita cita citakan akan menjadi nyata dalam hidup ini. Tidak sekedar berbicara saja, host yang terkenal ini memang telah membuktikannya sendiri dalam hidupnya. " Untuk meraih kesuksesan dalam hidup kita harus kerja keras dan kerja keras. Tidak ada kesuksesan yang dapat diraih dengan cara instan", katanya saat tampil di ILC di Mata Publik.

Dalam mengabdikan diri terhadap profesi Karni Ilyas memang penuh dedikasi. Hingga ia memberi istilah bahwa pekerjaan dalam dunia jurnalistik adalah istri pertamanya sedangkan istrinya sendiri menjadi istri keduanya. Totalitas terhadap pengabdian memang harus dilakukan oleh Karni sebagai bagian dari kerja keras menuju sukses. Prinsip dan nilai nilai seperti inilah yang dipegang oleh Karni dalam mencapai kesuksesannya.

Salah satu nilai yang diterapkan dalam hidup oleh Karni bahwa setiap hari harus bisa melakukan lebih baik dari hari sebelumnya. Nilai tersebut juga sesuai dengan nilai-nilai Islam agar kita mau terus berbuat lebih baik dari hari sebelumnya. "Setiap pencapaian yang kita peroleh janganlah cepat puas. Sebab rasa puas terhadap pencapaian seringkali melalaikan. Lalukanlah setiap harinya lebih baik daripada hari sebelumnya", kata Bang Karni memberi nasehat di depan ribuan mahasiswa.

Nasehat Bang Karni agar tidak cepat puas dikuatkan pula oleh pengalamannya sendiri saat kembali berkunjung dari Jepang. Ia menemukan saat pergi ke Jepang ada satu perusahaan yang membuat kue. Kuenya sangat laku dan terkenal di Jepang bahkan hingga keluar Jepang. Ketika itu ditanya mengapa toko kue tersebut bisa membuat produk yang begitu laku dan terkenal. Setelah dicari tahu, teryata toko kue tersebut mampu sukses karena seluruh karyawannya selalu dimotivasi agar bisa membuat kue lebih baik dari hari sebelumnya. "Dalam hidup jangan mau cepat puas. Kita harus terus melakukan pekerjaan lebih baik dari sebelumnya", kata Bang Karni.

Rasa puas dan tidak mau berkembang untuk mencapai yang lebih baik bisa melalaikan bahkan menghancurkan diri sendiri. Hal ini telah dialami oleh perusahaan Nokia dengan produk telepon genggamnya seperti yang dikisahkan oleh Bang Karni. Saat itu Nokia merajai pasar penjualan telepon genggam dan tidak ada yang mampu mengalahkannya. Lalu perlahan ada orang lain yang terus bergerak. Pihak Nokia tetap merasa nyaman dengan keberhasilannya. Mereka tidak lagi mau menggunakan kreatifitas yang menguruas otak untuk membuat lebih baik bagi perusahaan. Lama kelamaan mereka tidak menyadari bahwa ada pihak lain yang terus berkembang dan melampaui pencapaian Nokia. Pada akhirnya Nokia mengumumkan bahwa perusahaannya bangkrut. Nokia merasakan sendiri akibat tidak berusaha menciptakan inovasi dan kreatifitas untuk memajukan perusahaan. Mereka menelan pil pahit akibat kelalaiannya dan merasa puas dengan pencapaiannya.

Terakhir Bang Karni menasehatkan bahwa dalam setiap pekerjaan atau profesi pasti memilki resiko. Seperti dirinya menjadi jurnalis yang berisiko dibenci oleh banyak pihak karena pemberitaan yang tidak disukai. Baginya untuk menghadapi resiko dalam pekerjaan kita harus memiliki jiwa yang kuat setegar karang. kalau takut dengan ombak yang besar maka janganlah membangun rumah di tepi pantai. Bagi Bang karni pekerjaanya hari ini sebagai pemimpin redaksi bukan lagi membangun rumah di tepi pantai tetapi ditengah laut. “ pekerjaan saya itu bukan lagi membangun rumah di tepi pantai, tetapi saya seperti sudah membangun rumah di tengah laut. Makanya saya sering dihantam ombak dan gelombang dari berbagai arah”, katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun