Mahasiswa adalah kelompok intelektual yang menjadi salah satu unsur yang ada dalam kelompok masyarakat. Sebagai seorang intelektual, mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka harus menyebarkan ilmu pengetahuan yang dikuasai terutama kepada masyarakat awam. Ilmu pengetahuan yang didapat digunakan untuk mengabdi kepada masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Sedangkan untuk melakukan itu semua maka seorang mahasiswa harus punya kemampuan menulis yang baik.
Keahlian menulis yang baik akan membantu seorang mahasiswa dalam menyebarkan ilmu pengetahuan, gagasan, ide, informasi, dan kritikan pada khalayak. Sayangnya budaya menulis di tengah mahasiswa hari ini kian luntur. Adapun mahasiswa yang menjadi aktivis hari ini malah sangat jarang ditemukan yang memiliki kemampuan menulis. Membuat tugas dengan menulis seperti membuat laporan, resume, dan makalah memang sering dikerjakan, namun tidak jarang pula yang hanya copy paste dari internet. Kemudian ada pula tugas akhir menulis skripsi, kebanyakan itu dilakukan terpaksa karena syarat untuk bisa wisuda. sehingga kepandaian untuk bisa menulis tidak kunjung terlatih.
Tradisi lisan masih tetap membudaya di tengah kita, padahal apa yang dibicarakan hanya dapat diketahui orang lain saat mendengarnya saja. Setelah itu apa yang dikatakan bisa hilang terbang bersama angin dan lupa dalam waktu yang tidak lama. Berbeda saat kita tulis di atas kertas misalnya, ia tidak akan pergi kemana-mana dan bisa dibaca banyak orang. Masih banyaknya kita suka bicara menandakan bahwa kita masih menganut budaya lisan atau cuma bicara. Entah kapan negeri kita memiliki budaya menulis yang baik agar bisa lebih maju.
Sebagai contoh, hampir semua mahasiswa yang aktif di kampusnya mengetahui tokoh mahasiswa pergerakan yang aktif menulis. Salah satunya So Hok Gie, ia memiliki sebuah buku yang banyak dibaca oleh mahasiswa hari ini yang berjudul Catatan Seorang demonstran. Gie adalah contoh nyata mahasiswa pergerakan yang memakai tulisan sebagai sebuah kekuatan perjuangan. Ia sering mengkritisi kebijakan pemerintah orde lama dan membela rakyat kecil lewat tulisannya. Bapak proklamator negeri ini Bung Hatta juga menjadikan menulis sebagai sebuah media perjuangan memerdekakan Indonesia. Selain itu masih banyak tokoh-tokoh yang berjuang lewat tulisan.
Terkadang dalam kegiatan mahasiswa sering berdiskusi. Saat diskusi banyak yang semangat berbicara menyampaikan ide-idenya dan pemikirannya. Pembicaraannya tentu hanya didengar oleh orang-oranga yang hanya ada pada saat itu saja. Seandainya dituliskan maka banyak orang lainyang akan dapat tahu dari membacanya. Saya ingat sebuah kata-kata indah dari Sayyid Qutub tentan menulis yang sangat memotivasi. “satu peluru bisa menembus satu kepal, satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala”, katanya.
Kita bisa menebarkan ide kebaikan lewat tulisan. Ingat juga apa kata maestro sastra Indonesia Pramoedya Ananta Toer, “orang boleh pandai setinggi langit, namun selama ia tidak menulis maka ia akan hilang dari masyarakat dan sejarah”. Memang menulis adalah satu cara agar bisa abadi walau sudah mati.
Saya pernah bertanya pada beberapa rekan mahasiswa dan mengingatkannya agar mau menulis terutama mereka yang jadi aktivis. Sebab menurut saya seorang aktivis adalah orang yang sibuk dalam dunia pergerakan. Mereka orang-orang yang memiliki banyak ide untuk kemajuan yang seharusnya disebarkan lewat tulisan. Daya kritis para aktifis juga berguna dalam mengkoreksi segala fenomena yang terjadi. Sudah seharusnya mereka bisa menulis sebab dengan kemampuan menulislah mereka dapat menyebarkan ide dan gagasan perjuangan menuju kemajuan.
Pemuda adalah masa depan negara dan mahasiswa adalah bagian dari pemuda. Kualitas mahasiswa hari ini akan menggambarkan masa depan negeri ini nantinya. Maka mahasiswa harus menggunakan potensi intelektualnya untuk menciptakan ide-ide bagi pengembangan dari segala lini pembangunan negeri ini. Kemampuan kritis juga harus dikembangkan. Kritis berarti memikirkan segala sesuatu yang datang padanya. Lalu memikirkan apakah itu baik atau buruk sehingga baru mau mempercayainya setelah yakin bahwa itu sebuah kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H