Mohon tunggu...
rahmadiseptatiana
rahmadiseptatiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Es Teh, Menemukan Pelajaran: Sebuah Refleksi Diri dalam Kehidupan

20 Desember 2024   14:04 Diperbarui: 20 Desember 2024   14:04 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bercanda adalah tindakan atau perkataan yang dimaksudkan untuk menghibur dan mencairkan suasana. Bercanda sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita, namun di balik tawa itu, kita harus selalu ingat bahwa ada batas yang tidak boleh dilanggar. 

Belakangan ini, unggahan potongan video ceramah yang menampilkan sosok ulama ternama tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Dalam video tersebut, seorang ulama menjadi sorotan karena candaan yang dianggap tidak pantas terhadap seorang pedagang es teh dan air mineral di suatu pengajian. Pernyataan kasar dan merendahkan yang dilontarkan oleh ulama tersebut langsung menuai kritik tajam dari sejumlah netizen, yang menganggapnya sebagai bentuk penghinaan terhadap pedagang tersebut. Dari peristiwa ini, banyak hal yang bisa kita jadikan bahan untuk merefleksikan diri, karena setiap kesalahan adalah ruang untuk belajar dan memperbaiki diri. 

Mendukung pedagang kecil bukan hanya dengan membeli dagangannya, tetapi juga dengan menjaga perasaan mereka. Ketika bercanda, kita perlu menyadari siapa yang ada di sekitar kita, bagaimana perasaan mereka, dan sejauh mana candaan kita bisa diterima tanpa menimbulkan luka. Bercanda memang bisa mencairkan suasana, tapi jika tidak hati-hati, ia bisa menambah beban yang tak terlihat. Humor yang baik adalah humor yang bisa membuat orang tertawa tanpa membuat mereka merasa dihina atau terinjak martabatnya. 

Es teh adalah minuman yang sederhana dan harganya pun tidak terlalu mahal bagi kebanyakan orang. Namun, ketika kita meneguknya di tengah panasnya hari, minuman yang tampaknya biasa ini bisa menjadi sangat berharga dan menyegarkan. Di balik segelas es teh yang menyegarkan itu, ada perjuangan seorang pedagang kecil yang mencari nafkah dengan keringat dan doa untuk kelangsungan hidup keluarganya. Lelah karena keliling dan berdiri berjam-jam menawarkan barang dagangan kepada pembeli. Selain itu, terkadang ada momen di saat dagangan mereka tidak laku, sementara harapan mereka begitu besar. Itu semua mengajarkan kita untuk menghargai setiap usaha kecil, karena di baliknya ada kerja keras yang seringkali tak terlihat. 

Setiap ulama pasti memiliki pendekatan dakwahnya masing-masing, ada yang tegas, lembut, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan seorang ulama yang menjadi sorotan belakangan ini, ia memiliki pendekatan dakwah yang unik. Dalam gaya yang berbeda itu, terkadang ada kekhilafan yang perlu diperbaiki. Namun, mari kita mengapresiasi langkah ulama tersebut yang segera meminta maaf atas kejadian itu. Karena tidak semua orang berani meminta maaf, apalagi di tengah ramainya sorotan publik. Langkah itu menunjukkan tanggung jawabnya. 

Dalam setiap kegiatan kita harus memiliki sikap saling menghormati dan menghargai. Pedagang kecil yang mencari nafkah di sekitar acara tidak seharusnya menjadi objek candaan yang menyakitkan. Menghargai seseorang itu tidak harus memandang bulu. Kemudian, pedagang juga perlu menjaga aktivitasnya agar tidak mengganggu acara tersebut. Di sini kita belajar, sikap menghormati dan menghargai itu harus dilakukan oleh semua orang, bukan hanya satu atau beberapa orang saja agar tercipta keseimbangan dan kedamaian. 

Segelas es teh mengajarkan kita untuk menghargai hal-hal kecil yang sering kali kita anggap remeh. Begitu pula kehidupan, seharusnya dijalani dengan keseimbangan antara tawa dan rasa hormat. Peristiwa ini menjadi pelajaran bersama, bukan untuk menjatuhkan tetapi untuk belajar menjadi lebih baik. Es teh bukan hanya sekedar minuman, karena dibalik segelas es teh ada pelajaran besar tentang kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun