Mohon tunggu...
rahmad nasir
rahmad nasir Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Seorang aktivis mahasiswa Cipayung. Tinggal di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Tuna Asmara

9 Januari 2016   02:05 Diperbarui: 9 Januari 2016   02:05 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sosok laki-laki itu tergeletak tak berdaya di sudut ruangan dengan mata yang berkaca-kaca. Entahlah, apa yang membuat kondisinya demikian rapuh dan penuh kenelangsaan. Laki-laki memang jarang mengeluarkan air mata dan menunjukkan kesedihan di depan publik. Kendati demikian jika sekali ia teteskan bening matanya maka itulah ketulusan dan kondisi yang sesungguhnya yang dirasakan. Keegoan kelaki-lakian untuk menunjukkan kelemahannya adalah satu fakta yang mungkin berlaku untuk hampir seluruh kaum adam.

Rupa-rupanya lelaki itu sedang tertimpa musibah asmara yang menjadi langganan dalam hidupnya dari waktu ke waktu. Mulai dari tak pernah satu pun perempuan yang menerima cintanya, diberikan harapan manis penuh kepalsuan hingga segala ikhtiar cintanya yang tak dihargai. Ia tergeletak sambil komat-kamit mulutnya “kalau emang tak menerima cintaku mengapa harus kau cabik-cabik perasaanku dengan penghinaan itu”. Apa boleh buat jika lelaki tersebut tak begitu menyayangi wanita pujaannya itu maka pasti sudah dipukul atau bahkan dilaporkan ke pihak yang berwajib dengan pasal penghinaan atau tindakan tidak menyenangkan. Rasa sayangnya telah membutakan dirinya bahkan hanya meratapi nasibnya tanpa niatan sedikit pun untuk membalas sakit hatinya.

Dia terus berujar dengan isakan “Aku emang tak pantas, aku emang buruk rupa serta berasal dari kalangan di bawah garis kemiskinan seperti yang kau katakan. Namun bukankah rasa kemanusiaanmu tak berbicara sehingga sayatan bahasa itu harus keluar dari lidah tak bertulangmu?”. Perempuan manis itu dikejarnya sejak semester satu (1) kuliah di perguruan tinggi. Apa yang tidak dilakoninya untuk memikat perempuan manja itu? Mulai dari menjadi tukang ojek sehari-hari untuk keperluan sang gadis, membimbing tugas kampus, mengantarnya berbelanja, mentraktirnya hingga menyiapkan dana khusus per bulan untuk pembelian pulsa demi menjalin komunikasi yang lebih intens dengan incarannya tersebut. Ia bahkan menjadi pahlawan kesiangan dan kemalaman dalam mengadvokasi segala kepentingan keluarga dan teman-teman dari gadis itu.

Apa yang membuatnya gigih memperjuangkan gadis itu? Ternyata ia pernah mendengar perkataan gadis tersebut bahwa ia akan melihat keseriusan perjuangannya baru bisa dipertimbangkan untuk menerima cintanya. Di lain sisi perempuan itu juga pernah mengatakan bahwa ia adalah orang yang baik akhlaknya karena berbeda dengan umumnya pria lain. Bahasa ini menjadi satu pengaharapan yang sangat baik bagi sang lelaki sehingga menjadi dasar perjuangannya selama ini.

Kejuhudan cinta lelaki terlihat dengan memiliki prinsip jika ia dibohongi dengan harapan palsu pun tetap percaya dan akan berjuang, jika disakiti pun ia tak perduli. Entahlah cinta macam apa ini? apakah ini yang dinamakan kegilaan cinta? Kebutaan cinta hingga bodoh dalam cinta. Cinta kadang membuat orang yang bodoh menjadi cerdas dan yang pintar menjadi bodoh hingga waras dan gila pun bisa dipertukarkan posisinya. Kebaikan seseorang yang berlebihan memang sangat mudah untuk dimanfaatkan hingga menjadi korban tanpa merasa berdosa sedikitpun dari pihak yang memanfaatkan.

Setelah mendengar kata-kata manis yang membuat hatinya berbunga-bunga dan hidungnya kembang kempis, dalam benaknya “inilah mungkin jodoh yang sudah disiapkan Tuhan buatku”. Setelah hampir sekitar empat (4) tahun ternyata belum ada juga kejelasan atau kepastian dari gadis itu sehingga mulai membuat hatinya resah dan gelisah serta galau merana. Akankah kesia-siaanlah yang ia dapat?. Ia pun berkonsultasi pada para konsultan cinta termashur di kota ini dan umumnya mendapat jawaban yang beragam diantaranya adalah ada yang menyarankan untuk terus berjuang sampai titik darah penghabisan namun banyak juga yang menyarankan untuk mundur perlahan secara terhormat sambil menaikan bendera setengah tiang di depan kamar kosnya atau bahkan membuang handuk putih miliknya di arena/ring kehidupan.

Setelah ditelusuri ternyata terkuaklah bahwa gadis itu sedang didekati sahabat dekatnya sendiri. Dia lalu berfikir jika maju terus maka akan berbenturan dengan sahabat baiknya itu yang konon memiliki segala keunggulan di atas dirinya. Keunggulan face, materi serta gaya hidup membuatnya hampir putus asa karena realita rivalitas yang tak seimbang harus terjadi dalam kehidupannya. “ini benar-benar kapitalisasi dan kriminalisasi cinta”. Sahabatnya hanya punya satu celah yakni sebagai predator cinta dalam kesunyian atau bahasa rakyatnya adalah playboy dalam hening. Namun apakah ia harus tampil membuka aib temannya hanya demi seorang perempuan? Apakah ia juga harus merusak hubungan persahabatan dengan sahabatnya tersebut? Sungguh ia terjebak dalam kedilemaan berkepanjangan, ditambah lagi dengan wataknya yang tak suka menyusahkan orang lain apalagi temannya. “sungguh aku emang terlalu baik untuk sebuah kekonyolan dan kemahabodohan”. Laki-laki bernasib malang itu pun memutuskan untuk bertarung secara sehat dengan temannya tersebut meskipun ia sadar 95% kemenangan sudah dipastikan ada di tangan lawan.

Akhir dari pertarungan ternyata sudah bisa ditebak seperti yang diprediksikan lembaga survey cinta tersebut. Gadis pujaan yang selama ini dikejar akhirnya jatuh ke tangan sahabatnya. Meski sakit ia hanya bisa meradang sambil “telan ludah” saat dari kejauhan rivalnya itu sedang mesra menggenggam tangan lentik gadis ayu itu sambil tertawa penuh suka cita. “Ah... sayatan apalagi yang terus menyayat batin ini?” ia terus menjerit-jerit dalam hati sambil membungkusnya dengan senyum manis seolah-olah tak terjadi apa-apa. Ia cuma sekedar membohongi realitas eksternal meskipun untuk para psikolog tak bisa dibohongi sementara realitas internal mewujud tangisan bisu penuh derita.

Dunia memang kadang tak adil bagi sebagian pencinta (lovers) seperti sosok laki-laki bernama “Udin”. Cinta kasih yang tulus tak selamanya linear dibalas dengan ketulusan juga, karena itu manusia harus bisa belajar menjadi bijaksana untuk menerima kenyataan meskipun pahit terasa. Tenang saja kata para leluhur “badai pasti berlalu” serta “Tuhan sedang menyiapkan yang terbaik tanpa kau sadari”. Kata teolog cinta bahwa lelaki yang baik hanya untuk perempuan yang baik demikian juga sebaliknya perempuan baik hanya untuk lelaki yang baik. Mungkinkah demikian?.

Akulah fakir cinta yang dipelihara negara lewat dinas sosial dengan dijuluki “tunas asmara”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun