Mohon tunggu...
Rahmad Ikhwan
Rahmad Ikhwan Mohon Tunggu... wiraswasta -

kadang-kadang menulis, lebih bertipe memoar dan statusnya abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ustad Rasa Berandal

18 Oktober 2011   09:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:48 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dengan terjemahan bebas, ustad diartikan guru. maknanya menyempit terkhusus untuk guru-guru agama di pendidikan non formal. meski mengajar pendidikan agama, seorang guru di pendidikan formal biasanya dipanggil guru agama. ceritanya lain, jika kita mengajar pendidikan formal di sekolah rasa madrasah. dalam pengembaraan saya di pati -- di map ajar saya, yang diberikan cuma-cuma oleh sekolah, di situ tertulis ustadz rahmad ikhwan. pada map rekan-rekan saya yang perempuan tertulis ustadzah fulanah. etimologi memang sedikit menyulitkan, untuk mendapatkan kedalaman, terjemahan bebas sering kali merusak arti. miriplah seperti mentranslate jurnal bahasa inggris dengan google translate. semisal istikomah, dapat diterjemahkan bebas dengan kata kontinyu, terus menerus. tapi rasa-rasanya kita tidak dapat membuat kalimat seperti ini : anggota dpr yang terhormat istikomah untuk melakukan korupsi di jajaran kementerian yang diduduki partainya. karena repotnya etimologi maka arti ustad saya kembalikan ke pengertian umum kita, ustad ya orang yang (dianggap) tau banyak tentang agama dan memberikan pengajaran kepada kita di pendidikan non formal, bisa pondok pesantren atau sekedar ceramah agama. maaf klo becandaan saya tidak lucu, berbelit, maksa dan ngabisin waktu, ternyata ngga kepake juga iya ustad rasa berandal, ustad yang berdakwah dan ceramah mengadopsi tindak prilaku para berandal. ngga, saya tidak berniat ngatur-ngatur ustad yang sudah punya tata nilai baik, tapi cerita ini sedikit membuat saya tergelitik sekaligus berbagi unek-unek, seorang pria bertato yang ternyata pinter banget ngaji lengkap dengan tajwidnya dan paham betul ilmu fikih mengungkapkan kedongkolannya pada ustad. rumah orang tuanya terbakar, keluarga kaya yang kemudian jatuh miskin. jiwanya labil, kembali lah ia ke pondok pesantrennya. ia perlu banyak dukungan. ia datangi orang-orang baik ini. ia mendapat banyak bekal, nasehat untuk kuat. "yang sabar. ini cobaan, Allah pasti punya maksud. ada hikmah dibalik semua ini." yah tentu saja tidak ada yang salah dengan ustad dengan ucapannya. selanjutnya ia menemukan komunitas lain. entah berita baik atau buruk, ia berkenalan dengan komunitas, sebut saja berandal. ia akrabi, dan lain hari si berandal bertanya " apa yang kamu butuh?" "saya laper." "ini nasi." "kamu masih butuh apa lagi?" "klo ada pasti kita bantu, yang penting kita tau sama tau." "ini dulu bang, makasih banget." fakta yang tidak bisa ditutupi adalah tidak semua ustad cuma bisa memberikan ceramah dan terlalu banyak berandal yang tidak punya kesetiakawanan. tapi anda tentu tau apa yang saya maksud ustad rasa berandal. (terinspirasi obrolan senja sore menuju tengah malam kunjungan idul fitri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun