Mohon tunggu...
rahma binzel029
rahma binzel029 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Hai, saya sangat menyukai mempelajari suatu hal yang baru. Karena itu sangat menarik dan menantang. Semoga karya saya dapat membantu anda☺.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sastra Cyber sebagai Ekpresi Budaya Digital

1 Agustus 2023   19:12 Diperbarui: 1 Agustus 2023   19:23 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Secara tradisional, sastra mengacu pada karya-karya kreatif seperti puisi, prosa, drama, dan novel. Akan tetapi, pada era digital, cara sastra diproduksi, didistribusikan, dan di konsumsi telah berubah secara signifikan. Dalam konteks digital sastra membutuhkan pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan teknologi digital untuk mengakses, mengolah, serta berinteraksi dengan karya sastra. 

Sastra dalam bentuk digital membuat karya sastra dapat diakses oleh para pembaca di manapun ia berada. Distribusi online melampaui batas-batas geografis dan memungkinkan penyebaran sastra ke seluruh dunia. Dengan meningkatnya akses ke internet, perangkat seluler, dan media sosial, gaya sastra tradisional berkembang menjadi bentuk yang lebih terhubung dengan teknologi. 

 Sastra cyber, juga dikenal sebagai sastra digital, ialah bentuk sastra yang muncul dari interaksi teknologi digital dan ekspresi kreatif. Seperti PlukMe, Wattpad, Cabaca hingga Webtoon. Istilah "cyber" mengacu pada dunia maya atau dunia digital dan dalam konteks sastra, tertuju pada penggunaan teknologi dan platform digital sebagai sarana penciptaan, pendistribusian, dan konsumsi karya sastra.  Sastra cyber sendiri mulai dikenal oleh kalangan masyarakat Indonesia baru beberapa dekade terakhir. Walaupun pada saat itu kemunculannya tidak secepat dan sepesat saat ini. 

Di dalam bukunya Neuage yang berjudul Influence of the World Wide Web on Literature (1997) menyebutkan bahwa sastra cyber diperkirakan lahir untuk pertama kalinya pada tahun 1990, namun baru semenjak tahun 1998 mulai mencapai popularitasnya. Kebanyakan para pembaca di platform digital lebih menyukai bab yang lebih pendek atau singkat, sehingga gaya penulisan pada sastra cyber seringkali lebih ringkas dan langsung pada intinya. Sastra siber mendorong pembacaan yang lebih interaktif dan kolaboratif, yang mana para pembaca secara aktif berpartisipasi dalam menafsirkan dan membentuk alur cerita. 

Sastra siber juga telah memanfaatkan berbagai elemen multimedia seperti audio, video, gambar, animasi, dan hyperlink. Dengan demikian karya sastra dapat disajikan dengan lebih dinamis dan mengandung berbagai bentuk ekspresi seni. Kehadiran sastra cyber membawa keunikan tersendiri bagi kesusastraan di Indonesia maupun di dunia karena melalui mediumnya yang dianggap baru, dan terus berkembang di bawah pengaruh perubahan dan perkembangan zaman yang semakin modern. Selain itu, sastra cyber juga dianggap sebagai jalan yang telah menjadi jawaban dari dinamika kehidupan sosial yang berlangsung di masyarakat dalam segala hal dan segenap isu permasalahan yang ada.

Saat ini publikasi dan distribusi sastra cyber di dunia maya telah berubah serta mengalami transformasi besar karena perkembangan teknologi digital. Dahulu, penerbitan sastra cyber bergantung pada penerbitan yang masih tradisional. Sedangkan saat ini penulis memiliki akses ke berbagai platform digital yang memungkinkan mereka menerbitkan dan mendistribusikan karya mereka dengan lebih mudah dan cepat. Para penggiat sastra memiliki kebutuhan yang besar untuk berkreasi dan menerbitkan karya-karyanya dan akhirnya kini mereka telah menemukan secercah harapan akan keberadaan Internet sebagai ruang sosialisasi yang tidak ada batasnya. 

Tidak dapat dipungkiri, di tengah pesatnya perubahan digital, tidak sedikit tantangan yang dihadapi. Diantaranya ialah: 1) Persaingan sastra cyber dengan konten digital lainnya seperti video, game, musik, dan konten visual lainnya. Kemajuan teknologi telah menyebabkan ledakan konsumsi digital, dan sastra harus bersaing agar tetap relevan diantara segudang pilihan hiburan. 2) memberikan pengalaman membaca yang berbeda. Membaca di layar dapat menawarkan pengalaman yang berbeda dari membaca buku fisik.

Tantangan sastra siber ialah memastikan bahwa membaca di platform digital tetap menarik dan berkesan seperti membaca buku kertas. 3) Sastra cyber rentan terhadap hak cipta dan hak kekayaan intelektual karena karya digital dapat dengan mudah digandakan dan didistribusikan. Pencipta harus memastikan bahwa karyanya dilindungi dan diakui keasliannya di era digital. 4) Terdapat batasan aksesibilitas. Meskipun internet sudah semakin mudah untuk diakses oleh sebagian besar masyarakat, masih ada beberapa daerah atau kelompok yang akses teknologi digitalnya masih terbatas. Hal ini dapat menghambat penyebaran literatur dunia maya kepada khalayak yang lebih luas.

Sastra cyber merupakan salah satu jenis sastra kontemporer yang muncul di era digital dan terkait dengan perkembangan teknologi informasi dan internet. Sastra cyber mencerminkan interaksi antara manusia dan teknologi dan bagaimana teknologi digital mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan sastra. Ia mencerminkan perubahan dalam cara berinteraksi dengan sastra dan bagaimana sastra menjadi bagian dari ekosistem digital kita saat ini. Sastra cyber membawa gaya penulisan yang berbeda dari sastra tradisional. Sastra cyber sering kali menggabungkan teks, gambar, video, animasi, dan elemen-elemen multimedia lainnya untuk menciptakan pengalaman membaca yang unik.

Tidak hanya itu, sastra cyber sangatlah bergantung dengan media digital sebagai media ekspresi. Para penulis sering menggunakan blok, situs web, atau platform khusus untuk menerbitkan karyanya. Sastra cyber menggunakan teknologi interaktif seperti hyperlink, augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan aplikasi mobile. Menggunakan teknologi ini memungkinkan pembaca untuk lebih terlibat dengan cerita dan menciptakan pengalaman membaca yang lebih menarik dan imersif. 

Sastra cyber dapat menjadi sarana bagi kelompok budaya untuk mengekspresikan identitas, pengalaman, dan perspektif mereka. Penulis dari beragam budaya dapat menggunakan sastra cyber untuk mengatasi masalah budaya, etnis, dan sosial yang relevan dengan komunitas mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun