Mohon tunggu...
Rahmawati Atjo
Rahmawati Atjo Mohon Tunggu... Lainnya - Menulislah, Karena Kau Bukan Anak Raja

Komunitas Aktif Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Alhamdulillah Akhirnya Dicabut

3 Maret 2021   15:20 Diperbarui: 3 Maret 2021   15:37 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apalagi yang bisa kita harapkan dengan mempertaruhkan anak-anak bangsa dengan berinvestasi miras ini, secara ekonomi saja, miras tidak  mendatangkan keuntungan bagi negara, justru sebaliknya, hanya kerugian. Mencari keuntungan dari  menjual  miras jelas telah dilarang dalam agama, dari Anas bin Malik, ia berkata, "Rasulullah SAW melaknat tentang khamr sepuluh golongan: yang memerasnya, yang minta diperaskannya, yang meminumnya, yang mengantarkannya, yang minta diantarinya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang makan harganya, yang membelinya, dan yang minta dibelikannya". [HR. Tirmidzi]

Demikian pula bila tetap berkeinginan berinvestasi dengan miras ini. Artinya negara akan dibiayai dengan sumber keuangan yang haram, kotor, tidak suci. Bisa dianalogikan seorang kepala keluarga akan memberi makan kepada anak istrinya dengan uang haram.

"Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah yang baik-baik dari hasil usahamu...." (QS Al-Baqarah [2]: 267)

Lain lagi terkait dengan kondisi politik. Bisa dibayangkan lebih jauh situasi politik yang akan dialami sebuah negara yang secara mayoritas memahami bahwa miras adalah biang kerusakan. Belum direalisasikan  saja, keadaan dibuat kisruh. Apatah lagi ketika ketika pabrik-babrik mulai dibangun, tentu tidak hanya perbedaan pandangan yang muncul, potensi adu fisik bisa saja muncul di tengah-tengah masyarakat. Dengan berbagai potensi kerusakan yang muncul, maka bisa diperkirakan ketidakstabian politik akan terjadi.

Kapitalisme Biang Kerusakan 

Bila dicermati lebih jauh, sebenarnya kapitalisme menjadi biang dari kerusakan terbesar saat ini, bagaimana tidak, munculnya pikiran jahil untuk melegalkan barang haram ini tentu karena didasari asas memisahkan agama dari kehidupan. Agama diatur hanya  pada rumah-rumah ibadah, di luar itu yang berlaku adalah keputusan-keputusan pengusaha. Ditambah kondisi ekonomi yang tidak jelas jawabannya. Padahal kondisi ini ditunjang oleh pemilihan sistem yang memihak ketidakstabilan.

Allah telah menciptakan manusia, juga menurunkan aturan  yang sempurna  bagi mereka. Allah  menunjuk orang yang tepat sebagai contoh bagi yang lain bagaimana aturan itu dijalankan. Telah dibuktikan kemajuannya hingga hampir 1400 tahun. Keberkahannya tidak memilih agama apa yang dianut oleh penduduknya. Mereka mendapat hak yang sama, tanpa sedikitpun dicurangi.

Allah berfirman, "Barang siapa bertakwa kepada Allah, Allah akan memberi jalan keluar." [QS 65: 2]

Sampai kapan kita terus berpaling, mencari jalan keluar yang tidak akan mungkin menemukannya kecuali kembali pada Allah?

Wallahu a'lam

03/03/2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun