Predikat itu Kelak Akan kembali
Oleh Rahma Atjo
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..." -- (QS Ali 'Imran:110)
Umat terbaik. Predikat yang sejatinya menjadi milik kaum muslimin kini tak terdegar lagi. Predikat itu lenyap bagai ditiup angin sejak institusi kaum muslimin, khilafah, runtuh. Tepatnya diruntuhkan. Kaum muslimin dibidik dan dikondisikan untuk tidak lagi menginginkan institusinya. Walau tidak sedikit yang istiqomah terus mempertahankan perisai kaum muslimin ini.
Dikisahkan suatu hari, di tengah kerumunan para sahabat, nabi Muhammad SAW bertutur soal kondisi umat islam akhir zaman. Singkatnya, "umatku nanti dikepung oleh musuh-musuh dari berbagai sisi, bagai hidangan yang siap disantap oleh orang-orang lahap yang mengitarinya."
Para sahabat pada merunduk sedih, lalu sebagian ada yang menanyakan: "Apa karena jumlah kami sangat sedikit?"
Rasul: "Oh tidak, jumlah kalian banyak sekali, Tapi rapuh seperti buih di atas air sesuai kemauan air."
Demikianlah kenyataan yang dialami kaum muslimin, kurang lebih hampir 1 abad lamanya. Dalam kondisi tidak ada pelindung, perisai, dan penolong. Bagai anak ayam kehilangan induknya. Lihat saja bagaimana kaum muslimin di banyak wilayah, seperti Suria, Palestina, Uighur, Myanmar, Kashmir, dan Yaman. Mereka tidak hidup dengan jaminan kebahagiaan yang jelas, mereka menderita, dicampakkan, bahkan disiksa.
Belum lagi sebagian wilayah yang relatif aman, namun tidak merasakan keadilan. Yang berkuasa akan terus benar walaupun melakukan kesalahan yang sama. Hukum tidak berlaku sama, semua tergantung kemana ia berpihak.
Tidak sedikit negeri kaum muslimin yang kaya, namun mereka tidak menikmati kekayaannya. Kaum muslimin membeli pendidikan, kesehatan, keamanan, bahkan pekerjaan. Tidak ada yang gratis di negeri mereka sendiri. Kalaupun memiliki harta, mereka akan mengeluarkan kompensasi dalam bentuk pajak.
Sebab Penderitaan Panjang