Mohon tunggu...
Rahma Luthfiani Azizah
Rahma Luthfiani Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

psychology enthusiast, bibliophile

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Panduan Praktis untuk Psikoedukasi Etis: Implementasi Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI

6 November 2023   03:01 Diperbarui: 6 November 2023   06:23 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

I. Pendahuluan

     Psikoedukasi adalah bagian integral dari praktik psikologi yang melibatkan penyediaan informasi dan dukungan kepada individu atau kelompok dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan kesejahteraan mereka. Sedangkan etika merupakan fondasi dari setiap praktik profesional, termasuk psikologi. Hal ini menjamin bahwa praktik tersebut dijalankan dengan integritas dan menghormati hak serta kesejahteraan individu (APA, 2022). Dalam praktik psikoedukasi, etika memastikan bahwa informasi disampaikan dengan benar, adil, dan tanpa diskriminasi. Hal ini juga melibatkan perlindungan privasi dan keamanan informasi pribadi. Pentingnya etika dalam psikoedukasi tidak hanya relevan bagi praktisi. Tetapi juga bagi klien atau peserta psikoedukasi sehingga mereka merasa dihormati dan terlindungi. Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI mengatur standar etika yang harus diikuti oleh psikolog atau ilmuwan psikologi dalam memberikan psikoedukasi. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan panduan praktis bagi psikolog atau ilmuwan psikologi dalam memahami dan menerapkan prinsip-prinsip etika yang terkandung dalam Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI.


II. Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI: Landasan Etika dalam Psikoedukasi

     Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI adalah landasan etika yang sangat relevan dalam konteks psikoedukasi. Pasal 69 menjelaskan terkait psikoedukasi sebagai kegiatan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam usaha pencegahan gangguan psikologis. Selain itu, juga untuk meningkatkan pemahaman bagi lingkungan (terutama keluarga) tentang gengguan yang dialami seseorang setelah menjalani psikoterapi. Sedangkan Pasal 70 menjelaskan bentuk psikoterapi, yaitu pelatihan dan tanpa pelatihan. Isi Pasal 70 ini masih berkaitan dengan Bab 8 tentang Pendidikan dan/ atau Pelatihan, yang mencakup pedoman umum, rancangan dan penjabaran program, keakuratan, informed consent, pengungkapan informasi peserta, kewajiban peserta, penilaian kinerja peserta, dan keakraban seksual (HIMPSI, 2010).
     Peserta psikoedukasi memiliki hak untuk menerima informasi yang akurat dan bermanfaat, sembari tetap menjaga privasi mereka. Di samping itu, psikolog harus memastikan bahwa materi yang mereka sampaikan dan prosesnya tidak melanggar prinsip-prinsip etik yang ada. Artinya pemberian psikoedukasi memiliki sejumlah etika yang harus senantiasa ditaati. Psikolog harus menyediakan informasi yang akurat dan berdasarkan pengetahuan ilmiah terkini. Informasi yang salah atau tidak terbukti dapat memberikan dampak negatif pada peserta psikoedukasi. Psikolog harus menyediakan psikoedukasi tanpa diskriminasi atau bias. Semua individu atau kelompok harus diperlakukan dengan adil dan setara. Peserta psikoedukasi memiliki hak atas privasi, dan psikolog harus menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh peserta. Psikolog memiliki kewajiban untuk melindungi kesejahteraan peserta psikoedukasi. Ini berarti menjaga mereka dari risiko yang tidak diinginkan dan memberikan layanan yang aman. Psikolog juga harus menjalankan tugas mereka dengan integritas dan transparansi. Mereka harus berpegang pada standar etika yang tinggi dalam praktik psikoedukasi.


III. Kesadaran Etika dalam Psikoedukasi

     Pentingnya kesadaran etika bagi praktisi psikoedukasi sangatlah signifikan. Kesadaran etika adalah landasan bagi praktisi untuk menjalankan praktik mereka dengan integritas, menghormati hak individu, dan memastikan bahwa peserta psikoedukasi mendapatkan layanan yang sesuai dengan standar etika. Kesadaran etika tidak hanya harus dimiliki, tetapi juga harus dibangun dan dipelihara secara aktif. Dalam konteks psikoedukasi, ada beberapa cara untuk membangun kesadaran etika. Bisa dilakukan melalui pelatihan etika selama menempuh pendidikan, refleksi etika secara teratur untuk merenungkan tindakan dan mempertimbangkan implikasi etisnya, konsultasi etis dengan sesama psikolog/ supervisor ketika menghadapi dilema etika, dan studi kasus nyata untuk membahas dilema tersebut. Kesadaran etika inilah pondasi penting dalam memberikan psikoedukasi etis sesuai dengan Kode Etik HIMPSI.

IV. Langkah-langkah Praktis dalam Psikoedukasi Etis


   A. Menentukan tujuan dan ruang lingkup psikoedukasi

     Tahap ini diawali dengan penentuan tujuan yang jelas untuk psikoedukasi yang akan diberikan oleh praktisi, yaitu terkait apa hasil yang ingin dicapai oleh para peserta pasca psikoedukasi diberikan. Praktisi harus memahami batasan dan ruang lingkup psikoedukasi, termasuk pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan. Dalam tahap ini praktisi harus berkomunikasi dengan peserta untuk memastikan bahwa tujuan dan harapan mereka diperhitungkan sehingga kerjasama yang efektif dapat tercipta.


   B. Pengembangan materi dan pendekatan yang etis

     Dalam langkah ini, praktisi harus memastikan bahwa materi dan pendekatan yang mereka gunakan sesuai dengan standar etika. Praktisi harus menggunakan materi yang akurat, terpercaya, dan seimbang. Informasi yang diberikan harus didasarkan pada pengetahuan ilmiah terkini. Materi dan pendekatan haruslah tidak diskriminatif dan senantiasa menghormati keragaman individu. Praktisi harus memastikan bahwa tidak ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, usia, ras, agama, atau orientasi seksual. Praktisi juga harus menjaga privasi peserta psikoedukasi dan tidak mengungkapkan informasi pribadi tanpa izin.


   C. Menangani dilema etika yang mungkin muncul

     Dalam praktik psikoedukasi, dilema etika mungkin muncul. Praktisi harus siap untuk menghadapinya dengan bijaksana. Praktisi harus mampu mengidentifikasi dilema etika yang mungkin muncul dalam psikoedukasi, seperti pertentangan antara kepentingan peserta dan prinsip etika yang ada. Ketika dilema muncul, praktisi dapat berkonsultasi dengan sesama psikolog atau supervisor etika untuk mendapatkan pandangan tambahan. Praktisi harus mampu mengambil keputusan yang didasarkan pada prinsip etika dengan memprioritaskan kesejahteraan peserta.


   D. Menghormati hak klien dalam psikoedukasi

     Menghormati hak klien adalah aspek kunci dari praktik psikoedukasi yang etis. Peserta memiliki hak privasi yang harus dihormati. Praktisi tidak boleh mengungkapkan informasi pribadi tanpa izin. Peserta memiliki hak untuk mengetahui materi psikoedukasi dengan jelas. Praktisi harus menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipahami. Peserta memiliki hak untuk menolak pemberian materi psikoedukasi. Praktisi harus menghormati keputusan peserta ini. Peserta juga memiliki hak untuk bertanya dan meminta klarifikasi. Praktisi harus merespons pertanyaan dengan jujur dan transparan. Langkah-langkah ini membantu memastikan bahwa psikoedukasi dilaksanakan dengan integritas tinggi dan mematuhi prinsip-prinsip etika yang ada.


V. Studi Kasus: Contoh Implementasi Pasal 69-70

     Seorang psikolog yang bekerja dalam sebuah proyek psikoedukasi di sebuah komunitas yang terdiri dari beragam lapisan masyarakat, termasuk kelompok masyarakat adat, bertanggung jawab untuk memberikan psikoedukasi tanpa pelatihan kepada kelompok ini. Proyek tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesehatan mental dan memberikan informasi yang komprehensif tentang gangguan psikologis. Psikolog tersebut telah menjalani tahap asesmen dan perencanaan program, dan program psikoedukasi tanpa pelatihan akan segera diimplementasikan.
     Dalam persiapan implementasi, seorang anggota masyarakat adat mendekati psikolog dan menyuarakan kekhawatiran. Anggota tersebut merasa bahwa bahasa, pendekatan, dan materi yang akan digunakan dalam psikoedukasi tidak sepenuhnya sesuai dengan budaya dan kepercayaan masyarakat adat. Mereka khawatir bahwa informasi yang disampaikan dapat diterima dengan resistensi oleh masyarakat mereka. Dalam konteks dilema etika ini, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pasal 69 menekankan pentingnya memberikan informasi yang komprehensif tentang gangguan psikologis. Namun, dalam hal ini, ada kebutuhan untuk menghormati budaya dan pandangan masyarakat adat. Pasal 70 mengingatkan pada perlunya asesmen dan perencanaan program yang berdasarkan bukti empiris, namun juga harus mengakomodasi pandangan khusus masyarakat adat.
     Solusi etis untuk dilema ini adalah dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus masyarakat sasaran. Psikolog harus bekerja sama dengan anggota masyarakat adat untuk memahami kebutuhan dan harapan mereka terkait dengan psikoedukasi. Jika memungkinkan, program psikoedukasi dapat dimodifikasi agar lebih sesuai dengan budaya dan pandangan masyarakat adat. Psikolog harus mampu memberikan pemahaman dan apresiasi yang lebih besar terhadap budaya dan nilai-nilai masyarakat adat, serta mengintegrasikannya dalam program psikoedukasi. Dengan pendekatan yang sensitif terhadap budaya dan kepercayaan masyarakat adat, psikolog dapat menjalankan psikoedukasi dengan mempertimbangkan Pasal 69 dan 70, dan tetap menghormati hak dan kebutuhan peserta.


VI. Pelatihan dan Pendidikan Etika

     Pelatihan etika membantu praktisi memahami konsep etika dalam psikoedukasi dan mengapa itu penting. Ini membentuk dasar yang kuat untuk memahami prinsip-prinsip etika.Pelatihan etika juga membantu praktisi mengembangkan keterampilan dan kompetensi etika yang diperlukan dalam praktik psikoedukasi, seperti mengidentifikasi dilema etika dan mengambil keputusan yang berbasis pada etika. Selain itu, pelatihan etika dapat membantu praktisi memahami dan mematuhi standar etika yang berlaku, seperti pada Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI.Dengan ini, pelatihan etika dapat meningkatkan integritas profesional dan memastikan bahwa praktisi dapat menjalankan praktik psikoedukasi dengan tingkat etika yang tinggi.
     Untuk membantu praktisi mematuhi Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI, program pelatihan etika yang berfokus pada pemberian psikoedukasi dapat sangat berguna. Program pelatihan harus menyertakan pemahaman mendalam tentang Pasal 69-70 Kode Etik HIMPSI, yang mencakup tanggung jawab dan hak peserta psikoedukasi. Program pelatihan ini dapat menggunakan studi kasus nyata untuk mengilustrasikan implementasi Pasal 69-70 dalam praktik psikoedukasi dan cara mengatasi dilema etika. Diskusi kelompok tentang etika dalam psikoedukasi juga dapat membantu praktisi berbagi pandangan dan pengalaman mereka, yang dapat membantu memahami dan mengatasi dilema etika. Metode lain bisa menggunakan simulasi situasi praktis yang mengharuskan peserta untuk membuat keputusan etis dalam konteks psikoedukasi.Terakhir, program pelatihan dapat memberikan panduan tentang bagaimana cara berkonsultasi dengan sesama psikolog atau supervisor saat menghadapi dilema etika. Program pelatihan semacam ini membantu mempersiapkan praktisi psikoedukasi untuk memahami dan mematuhi Pasal 69-70 serta menjalankan praktik psikoedukasi dengan integritas dan etika yang tinggi.

VII. Kesimpulan

     Implementasi Pasal 69-70 adalah kunci untuk menjaga praktik psikoedukasi dalam kerangka etika yang tinggi. Ini memastikan bahwa informasi diberikan dengan integritas, tanpa diskriminasi, dan dengan penghormatan terhadap hak peserta. Pasal 69-70 membantu melindungi hak peserta untuk menerima informasi yang akurat dan bermanfaat sambil menjaga privasi dan kepentingan pribadi mereka. Implementasi Pasal 69-70 juga berperan dalam memastikan keselamatan dan kesejahteraan peserta, dengan memastikan bahwa praktik psikoedukasi tidak merugikan mereka. Dengan mematuhi standar etika, praktisi dapat memberikan layanan psikoedukasi yang berkualitas tinggi dan sesuai dengan prinsip-prinsip etika, yang mendukung kesejahteraan peserta.
     Poin-poin kunci yang harus diingat oleh praktisi ketika mereka memberikan psikoedukasi sesuai dengan Pasal 69-70 termasuk:
a. Kepatuhan pada Kode Etik: Praktisi harus selalu merujuk dan mematuhi Kode Etik HIMPSI, termasuk Pasal 69-70, sebagai panduan dalam praktik psikoedukasi.
b. Kesadaran Etika: Kesadaran etika adalah fondasi penting dalam praktik psikoedukasi yang etis. Praktisi harus memahami konsep etika dan prinsip-prinsipnya.
c. Hak dan Privasi Peserta: Hak peserta untuk privasi dan hak mereka untuk menerima informasi yang akurat harus selalu dihormati dan dijaga.
d. Menghadapi Dilema Etika: Ketika dilema etika muncul, praktisi harus mengidentifikasinya, mempertimbangkan prinsip etika, dan mengambil keputusan yang berdasarkan pada etika.
e. Pelatihan Etika: Pelatihan etika adalah alat yang berharga untuk mempersiapkan praktisi dalam praktik psikoedukasi yang etis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun